Proses Evakuasi WNI di Afghanistan Berlangsung Dramatis
KORANBERNAS.ID, KULONPROGO – Sebanyak 26 Warga Negara Indonesia (WNI) berhasil dievakuasi dari Afghanistan dan telah mendarat di Indonesia, Sabtu (21/8/2021) pagi. Menurut Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, proses evakuasi berlangung dramatis.
Hal itu diungkapkan Panglima TNI saat meninjau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal di Taman Budaya Kulonprogo (TBK), Kalurahan Pengasih, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, Sabtu (21/8/2021). Dalam peninjauan tersebut Panglima TNI, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo M.Si, di dampingi Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam X, dan unsur Forkompimda.
Menurut Marsekal Hadi Tjahjanto, semula pesawat TNI AU hanya berhenti selama 30 menit tanpa mematikan mesin. Namun, awak pesawat terpaksa mematikan mesin pesawat sampai lebih dari satu jam karena sebagian WNI yang hendak diangkut tertinggal di jalan.
“Berkat kerja sama antara Kemenkumham dengan NATO dan pihak Turki dan Belanda, akhirnya operasi evakuasi sukses. Saat ini 26 WNI dan warga Filifina sudah berada di Jakarta,” jelas Panglima.
Pakar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Heribertus Jaka Triyana, dihubungi koranbernas.id, Minggu (22/8/2021), mengatakan tindakan pemerintah Indonesia dalam jangka pendek dinilai tepat. Hal ini untuk memberikan aspek keselamatan dan keamanan bagi WNI yang berada di Afghanistan sejak tergulingnya pemerintah sah oleh kelompok Taliban.
“Pemerintah Republik Indonesia (RI) sangat responsif menyikapi situasi keamanan di Afganistan dengan mengevakuasi 26 WNI yang berada di sana. Tindakan tersebut sangat tepat guna memberikan perlindungan kepada WNI agar keselamatan dan keamanan jiwanya terjamin seiring dengan berkuasanya Taliban di Afganistan,” kata Jaka Triyana yang akrab dipanggil Jetto.
Jetto menambahkan, prioritas jangka panjang pemerintah RI harus melihat reaksi keputusan organisasi regional Arab, PBB maupun suara dari negara besar Islam lainnya.
“Untuk memberikan keputusan prioritas jangka panjang, pemerintah RI harus melihat reaksi dari PBB, organisasi regional Arab, maupun suara dari negara besar Islam lainnya,”pungkas Jetto. (*)