Polemik Pembelajaran secara Daring
SEPERTI yang kita tahu, selama masa pandemi yang melanda dunia terutama Indonesia, menyebabkan berbagai perubahan-perubahan baru. Dan salah satunya ialah belajar dari rumah. Jika dilihat dari segi kesehatan, kebijakan ini akan sangat bagus mengingat potensi yang akan ditimbulkan jika melakukan proses pembelajaran dengan tatap muka. Tapi, banyak siswa mengeluhkan berbagai kesulitan mereka mulai dari sulitnya akses internet, biaya yang ditimbulkan dari penggunaan internet selama pembelajaran, kurang bisa memahami materi yang disampaikan, tugas yang sangat banyak, sampai dengan respon yang kurang cepat dan efisien dari para guru ataupun dosen. Di satu sisi pembelajaran di rumah ini, memiliki banyak manfaat yang tidak kita sadari. Misalnya, seperti lebih hemat energi, dapat belajar menggunakan waktu secara efisien, lebih baik menyerap materi. Selain itu, ada orang yang lebih mudah belajar ketika tidak ada yang mengikuti proses. Di sisi lain pendidikan seperti itu kemungkinan akan diberikan kepada anak-anak kecil memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, karena sulit bagi mereka untuk berkonsentrasi. Apalagi ketika tidak ada kontrol. Ada juga siswa yang tidak memiliki kecenderungan untuk belajar mandiri sama sekali. Anak-anak seperti itu akan bermain sepanjang waktu, bukan belajar.
Segi pendidikan juga terpengaruh dengan revolusi Industri 4.0 beserta pandemi; dari mulai mengakses sumber belajar, mengupload tugas hingga bimbingan belajar pun sekarang tersedia dalam bentuk aplikasi. Kemudahan-kemudahan ini yang kemudian harus dimanfaatkan oleh para pendidik dan peserta didik. Dalam menghadapi pandemi ini, peserta didik diharuskan pulang dan belajar di rumah masing-masing. Namun ketika rumah tersebut terletak di daerah dengan keterbatasan jaringan, inilah yang menjadi PR bagi para tenaga pendidik dalam menyampaikan pembelajarannya. Seharusnya, pemerintah sudah bisa mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi. Bisa saja pemerintah lalai dalam mengantisipasi hal tersebut, disebabkan berbagai faktor. Sebagai contoh, tertekan dengan datangnya pandemi ini secara tiba-tiba dan menyebar dengan cepat. Bisa dikatakan bahwa, pemerintah lebih memfokuskan pada satu aspek yang dianggap paling penting untuk diprioritaskan.
Berdasarkan laporan PISA yang baru dirilis Selasa 3 Desember 2019, skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara. Data di atas adalah data pada tahun 2019, bisa anda lihat sendiri bahwa peringkat Indonesia dapat dikatakan tertinggal dari negara lain. Data tersebut diambil sebelum wabah corona ini menyebar di Indonesia serta pembelajaran masih berjalan dengan efektif. Sekarang mari kita lihat lebih dalam, dengan adanya pembelajaran yang dilakukan secara daring dan timbul semua kesulitan yang terjadi. Hal ini memungkinkan bahwa peringkat Indonesia di dunia akan semakin merosot turun dan bahkan bisa jadi menjadi “juara kesianganâ€. Dalam arti, Indonesia bisa jadi ditempatkan dalam posisi terbawah, jika pemerintah Indonesia tidak segera mengambil tindakan dengan cepat dan efisien. Meskipun akan banyak tantangan berskala nasional, tetapi akan berjalan lancar, jika semua lini masyarakat dapat bekerja sama membantu dan mendukung pemerintah dalam menangani masalah ini.
Dari sejumlah kebijakan, siswa ternyata paling terdampak selama proses pembelajaran jarak jauh. Mereka harus melakukan penyesuaian akademik, membatasi interaksi sosial, dan mengalami perasaan negatif. Mereka akan semakin lama memiliki kecenderungan antisosial atau meluruhnya hubungan sosial. Para siswa ini akan semakin memiliki perasaan tertekan, jenuh dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru maupun dosen ataupun dengan sistem yang diterapkan. Para guru maupun dosen juga tidak boleh terlalu berimprovisasi dengan silabus atau pedoman materi, agar tidak menimbulkan inkonsistensi. Dan perlu menjadi catatan bahwa agar tidak membebani siswa dengan tugas yang begitu banyak, apalagi saat hari libur seperti hari Sabtu dan Minggu. Biarkan mereka bermain, bercengkrama dengan orang tua, saudara serta berikan ruang untuk mereka bersenang-senang. Sehingga tidak menimbulkan tekanan tersendiri bagi siswa, bisa jadi saat guru memberikan tugas dengan tujuan agar siswa paham dan lebih mengerti, justru akan membuat siswa jenuh dan tidak sepenuhnya paham akan materi yang diberikan.
Maka dari itu perlu dukungan dari segala lini, baik tenaga pengajar, pemerintah, orang tua, siswa itu sendiri ataupun kita sebagai warga Negara Indonesia . Marilah kita mendukung kebijakan-kebijakan yang sudah diambil oleh pemerintah maupun yang akan dilakukan. Karena berkat dukungan kita terhadap pemerintah akan memudahkan kebijakan tersebut berjalan dengan lancar. Bagaimanapun juga semoga pandemi ini akan segera berlalu dan kegiatan apa pun itu entah dari lini kesehatan, pendidikan, keamanan, pertahanan negara maupun politik, agar kembali lancar seperti sedia kala. **
Silvester Aditya Novianto Hari Pratama
Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.