Peternak Diimbau Mewaspadai Penyakit LSD pada Sapi

Peternak Diimbau Mewaspadai Penyakit LSD pada Sapi

KORANBERNAS.ID, SLEMAN --Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo meminta pemilik hewan ternak sapi di Kabupaten Sleman untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit Lumpy Skin Disease (LSD).

Iimbauan ini diberikan Kustini usai ditemukannya dua hewan ternak yang terkonfirmasi terjangkit penyakit LSD di kabupaten itu.

“Kemarin saya dapat laporan sudah ditemukan dua kasus dan dikonfirmasi itu penyakit LSD. Saya minta agar para pemilik sapi jangan panik dan tetap waspada," ungkap Kustini saat dikonfirmasi, Senin (26/12/2022).

Pemkab Sleman melalui Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) telah melakukan berbagai langkah-langkah strategis sebagai upaya penanggulangan penyakit LSD. Di antaranya, melakukan komunikasi, memberikan informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat.

Peternak juga diimbau segera melaporkan kejadian penyakit ternaknya kepada petugas Puskeswan terdekat, melakukan pemisahan ternak sakit (isolasi) serta rutin membersihkan kandang.

"Kita juga minta kandang ternak itu biosecurity-nya ditingkatkan, diberi desinfeksi secara rutin, ternak diberikan pakan yang bersih dan berkualitas, serta pengendalian lalu lintas hewan rentan dengan segera dilakukan vaksinasi LSD," jelas Kustini.

Menurut Kustini, Pemkab Sleman telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY untuk meminta vaksin ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

"Kita sudah meminta vaksin ke kementerian. Nanti, vaksinasi akan segera dilakukan jika vaksin sudah kami terima," kata Kustini.

Kepala DP3 Sleman, Suparmono, mengatakan kasus penyakit LSD pertama di Sleman ditemukan pada dua ekor sapi milik peternak di Beran Kidul Tridadi, oleh petugas dokter hewan di wilayah kerja Puskeswan Sleman pada 20 Desember silam.

Gejala klinis yang ditemukan berupa benjolan pada kulit sapi yang dicurigai sebagai suspek penyakit LSD. Dari informasi pemilik, sapi tersebut dibeli di Pasar Hewan Ambarketawang Gamping dalam kondisi sehat sepuluh hari lalu.

"Beberapa hari belakangan sapi mengalami kurang nafsu makan dan demam serta timbul benjolan-benjolan kecil di sekitar leher. Kemudian dilaporkan ke dokter hewan setempat dan segera dilaporkan ke aplikasi isikhnas dan ditindaklanjuti dengan kegiatan investigasi oleh Balai Besar Veteriner Wates pada 22 Desember. Hasil uji laboratorium pada 23 Desember menunjukkan hasil positif LSD," kata Suparmono.

Menurut Suparmono, LSD merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh capripox virus yang termasuk family poxviridae yang juga dikenal dengan nama Neethling Virus.

Sampai saat ini penyakit LSD ini hanya menyerang ternak sapi dan kerbau yang sering dihubungkan dengan wabah penyakit cacar pada ternak domba (sheep pox).

Tanda-tanda klinis yang ditunjukkan antara lain timbulnya benjol-benjol pada kulit sekitar leher dan dapat menyebar ke seluruh tubuh.

Benjolan tersebut menimbulkan gatal-gatal dan membuat sapi gelisah, kurang nafsu makan dan suhu badan meningkat (demam), dengan masa inkubasi 28 hari.

Penyebaran LSD dapat terjadi karena kontak langsung hewan yang sakit, atau lewat makanan dan minuman yang tercemar penyakit.

Penyebaran penyakit bisa lebih parah dengan adanya transmisi dari vektor pembawa penyakit seperti nyamuk (Culicoides), lalat (Stomoxys sp) dan caplak (Riphicephalus sp). 

LSD ini tidak menular kepada manusia. Virus penyebab LSD dapat ditemukan pada darah hewan terkena dalam kurun waktu tiga minggu pasca-infeksi bahkan juga dapat ditemui pada semen hewan jantan enam minggu pascainfeksi.

Pada kasus LSD di lapangan, tingkat kematian atau mortalitas di bawah 10 persen. Sering dilaporkan tingkat kesakitan atau morbiditas dapat mencapai 45 persen.

"Dampak yang ditimbulkan LSD adalah penurunan produksi susu yang signifikan, penurunan berat badan, infertilitas, sterilitas pada sapi pejantan bibit, keguguran dan kerusakan kulit permanen sehingga menyebabkan kerugian ekonomi," kata Suparmono. (*)