Tokoh Masyarakat Desa Wadas Akhirnya Izinkan Tanahnya Ditambang

Tokoh Masyarakat Desa Wadas Akhirnya Izinkan Tanahnya Ditambang

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Tokoh masyarakat Gempa Dewa (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas) serta Wadon Wadas sebagai pemimpin penolakan terhadap penambangan batuan andesit (quarry) untuk material Bendungan Bener, akhirnya mengizinkan tanahnya ditambang.

Mereka menyerahkan kepemilikan tanahnya ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebelumnya, beberapa aksi penolakan penambangan batuan andesit di Desa Wadas Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo Jawa Tengah sempat viral dan menjadi trending topic. Satu per satu warga yang awalnya menolak quarry, akhirnya menyetujui penambangan.

"Hari ini pemilik 34 bidang datang ke Kantor BPN Purworejo menyerahkan berkas dan akhirnya bersedia diukur, dan masih ada sekitar delapan bidang yang belum diukur. Sebelumnya ada 42 bidang tanah quarry yang belum diukur," terang Andri Kristanto, Kepala BPN Kabupaten Purworejo, Senin (26/12/2022), di kantornya.

Andri mengatakan dengan penyerahan susulan 34 bidang quarry Desa Wadas pihaknya akan mengadakan rapat dengan dinas terkait.

"Untuk inventarisasi dan indentifikasi kami harus melibatkan Dinas Pertanian. Kami akan rapat terlebih dahulu. Berhubung ini akhir tahun, paling tidak awal Januari 2023 kami akan memprosesnya," tambahnya.

Di Desa Wadas masih tersisa delapan bidang yang belum menyerahkan tanahnya untuk diukur.

"Seluruh target penambangan quarry Desa Wadas sebanyak 617 bidang, kurang 42 bidang, sekarang ada 34 bidang, jadi kurang delapan bidang. Saya optimistis dengan pendekatan bisa selesai, kita tidak memaksa dan semua bisa terselesaikan," kata Andri.

Insin Sutrisno selaku Ketua Gempa Dewa mengatakan kedatangannya ke Kantor BPN guna menyerahkan 34 bidang milik warga yang setuju penambangan. Dia menyerahkan berkas warga yang setuju sejumlah 34 bidang, satu orang bisa memiliki dua atau tiga bidang.

"Dulu saya Ketua Gempa Dewa yang menolak penambangan, saya sudah tua dan saya serahkan kepada yang muda," ujarnya tentang alasan setuju tanahnya ditambang untuk proyek Bendungan Bener.

Mengingat sudah tua serta kesulitan untuk pergi ke mana-mana, dirinya berbalik menyetujui penambangan quarry Desa Wadas dan menyerahkan tanahnya untuk diukur.

Dia berharap setelah penambangan, tanah bekas quarry bisa alih fungsi untuk pertanian.

Kelompok perempuan penolak quarry Desa Wadas menamakan diri Wadon Wadas, Salah seorang tokohnya adalah Sriana atau Ana (32).

Pihaknya menerima penambangan batuan andesit (quarry) untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.

"Asas dari undang-undang pengadaan tanah warga harus merasakan keadilan. Kami tetap berjuang untuk desa kami dan akan menjaganya demi anak cucu kelak," kata Ana.

Dia menyetujui penambangan andesit karena tidak ingin terlibat konflik. "Dulu kami kukuh menolak penambangan karena kami tidak mendapat info yang cukup. Hari ini kami rela menyerahkan tanah untuk diukur tetapi kami tidak mau hidup dengan penambangan batu andesit," jelasnya.

Pihaknya memberikan ketentuan penambangan quarry itu. "Pertama kami akan mengawasi penambangan batuan andesit sesuai jumlah yang dibutuhkan yaitu 15 juta meter kubik. Kedua, bekas penambangan dipergunakan untuk pertanian, dan pemerintah melalui BBWSSO dan Gubernur Jateng wajib melindungi warga Desa Wadas selama proses penambangan," kata Ana.

Ketentuan berikutnya, pemerintah memberikan jaminan fisik proses penambangan dan tidak merugikan masyarakat. Jika masyarakat merasa dirugikan, pihaknya akan menempuh jalur hukum.

“Pemerintah menjamin batas aman untuk melindungi warga selama proses penambangan. Harus ditentukan jarak aman penambangan, agar warga tidak terganggu,” ujarnya. (*)