Pernah Terpuruk, SMP Negeri 1 Jogonalan Kini Panen Penghargaan

Pernah Terpuruk, SMP Negeri 1 Jogonalan Kini Panen Penghargaan

KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Memasuki kompleks sekolah SMP Negeri 1 Jogonalan di Dusun Minggiran, Desa Plawikan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten, sungguh terasa adem. Beberapa langkah dari pintu gerbang, pandangan mata langsung disuguhi aneka jenis tanaman hias yan tertata rapi. Tanaman hias dalam taman yang tertata rapi dengan pagar ecobrick itu menyebar rata sejak dari pintu gerbang hingga halaman belakang sekolah.

Tidak hanya tanaman hias. Suasana adem itu juga didukung oleh cat bangunan yang lebih didominasi hijau, krem dan putih. Bahkan, meja dan kursi belajar para siswa juga tak luput dari olesan warna-warni cat yang menyegarkan mata.

Lingkungan sekolah yang adem, bersih dan indah tentu saja membuat para siswa menjadi betah. Beberapa siswa bahkan sengaja tidak langsung pulang ketika jam pelajaran usai. Mereka sengaja duduk-duduk di taman belakang sekolah, sekadar menikmati keasrian kompleks sekolahnya.

“Bahkan ada yang baru pulang pukul lima sore. Saya lihat anak-anak itu lotisan di taman belakang. Saya tidak tega meninggalkan mereka. Terpaksa saya juga ikut pulang sore setelah anak-anak itu pulang,” kata Dra Endah Sulistiyowati MSi, Kepala SMP Negeri 1 Jogonalan, kepada koranbernas.id, Rabu (8/4/2020).

Lingkungan sekolah yang bersih dan asri itu memang hasil tangan dingin Endah Sulistiyowati, sarjana pendidikan lulusan Universitas Negeri Semarang (Unes) tahun 1989. Endah menjadi Kepala SMP Negeri 1 Jogonalan sejak Januari 2019. Sebelumnya dia Kepala SMP Negeri 2 Karangnongko Klaten.

Saat mulai menjabat sebagai Kepala SMP Negeri 1 Jogonalan, Endah yang juga aktivis lingkungan ini terperangah melihat lingkungan sekolah yang kumuh. Sampah berserakan di beberapa sudut sekolah, bahkan hampir semua kamar mandi dalam kondisi rusak berat, khususnya di kompleks sekolah di lokasi barat. SMP Negeri 1 Jogonalan memang punya dua lokasi. Satu berada di Desa Plawikan, satunya lagi di Desa Kraguman, sekitar satu kilometer arah barat dari lokasi pertama.

“Begitu kumuhnya kamar mandi, sampai anak-anak nggak mau memakai. Mereka lebih suka menggunakan kamar mandi pom bensin, meski harus membayar dua ribu rupiah,” kata Endah yang didampingi Drs Sutarman, Ketua Komite Sekolah, dan Iskandar Fanani, Humas Sekolah. Lokasi SMP Negeri 1 Jogonalan di Desa Kraguman (lokasi barat) ini memang berimpitan dengan pom bensin (SPBU).

Situasi seperti itu tidak bisa dibiarkan. Kamar mandi harus segera direhab agar layak digunakan untuk siswa. Persoalannya, dana BOS tidak mungkin bisa dialokasikan untuk membangun sarana yang rusak berat. “Rehab total kamar mandi akhirnya saya serahkan ke komite sekolah,” kata Endah.

Kini, para siswa sudah bisa menikmati kamar mandi yang bersih dan nyaman. Bahkan, tiap kelas memiliki kamar mandi sendiri yang tidak boleh digunakan oleh siswa lain kelas. Kebersihan kamar mandi juga menjadi tanggung jawab kelas yang bersangkutan.

Lalu, dari mana Komite Sekolah mendapat dana untuk merehab semua kamar mandi siswa? “Dari sumbangan suka rela orang tua murid. Ada yang menyumbang lima ribu rupiah, sepuluh ribu rupiah, ada juga yang menyumbang seratus ribu rupiah. Bayangkan, dunia pendidikan kita ini masih dihargai lima ribu rupiah. Tapi, mau bagaimana lagi wong sifatnya sumbangan suka rela. Mereka hanya rela dan sanggup menyumbang lima ribu rupiah, ya harus kita terima,” kata Drs Sutarman.

Endah Sulistiyowati bersama Iskandar Fanani (Humas) di taman sekolah yang menggunakan ecobrick karya para siswa. (heru cn/koranbernas.id)

Pendidikan Karakter

Hari-hari pertama menjabat sebagai Kepala SMP Negeri 1 Jogonalan, banyak hal yang harus dibenahi. Lalu, harus dari mana pembenahan itu dilakukan?

Endah justru memulainya dari tiga hal: pendidikan karakter, membangun team work serta segala seusatu yang dikerjakan harus menggunakan hati. Endah justru tidak memulai dari pembenahan kurikulum pengajaran.

Pendidikan karakter diterjemahkan ke dalam pembentukan sikap jujur, bertanggung jawab dan disiplin. Tiga hal itu tidak hanya berlaku bagi siswa didik, namun juga berlaku untuk para pendidik.

Pelan namun pasti pembenahan dilakukan. Untuk mendapatkan suasana nyaman, Endah mulai mengecat bangunan sekolah, memanfaatkan dana BOS. Ruang kelas dan fasilitas lainnya yang dicat warna-warni membuat suasana sekolah menjadi segar. Bahkan, meja dan kursi siswa juga dicat. Warna kuning untuk kelas VII, warna biru untuk kelas VIII, warna ungu untuk kelas IX dan warna hijau untuk ruang laboratorium.

“Perbedaan warna cat ini sekaligus sebagai fungsi kontrol. Sebab, dulu itu sering terjadi ada bangku siswa yang hilang nggak ada yang tahu. Sekarang, kalau ada bangku yang tercecer, tinggal lihat warnanya. Jadi, gampang mengembalikan ke tempat asalnya,” kata Endah.

Untuk membangun sikap disiplin, baik bagi siswa maupun pendidik, diberlakukan tutup pintu gerbang (depan dan belakang) sejak pukul 06:50. Siswa maupun guru yang terlambat, tidak bisa lagi masuk karena gerbang sudah ditutup.

Endah juga mulai memberlakukan kewajiban sarapan di sekolah untuk setiap siswa. Siswa wajib membawa sarapan dan minum dari rumah. Sarapan bersama dilakukan mulai pukul 06:50, setelah gerbang ditutup. Sedangkan proses belajar mengajar baru dimulai pukul 07:15.

Kewajiban membawa sarapan dan minuman dari rumah itu dibarengi dengan kebijakan “puasa plastik”. Artinya, harus tidak ada lagi sampah plastik di lingkungan sekolah. Jika siswa membeli makanan dan minuman, harus menggunakan wadah yang dibawa dari rumah. Bahkan, sekolah menyediakan air minum dalam wadah galon di setiap ruang kelas. Jika siswa butuh minum, tinggal ambil dengan wadah yang dibawa dari rumah saat sarapan pagi.

“Kami masih mengizinkan ada sampah plastik jenis tertentu, seperti bungkus makanan kecil dan bungkus permen. Namun, plastik bekas bungkus itu wajib diolah menjadi ecobrick (plastik dirajang kecil dan kemudian dipadatkan dalam wadah botol bekas air minum, red). Ecobrick inilah yang kemudian kita manfaatkan untuk membuat taman-taman di sekitar ruang kelas,” papar Endah.

Kebijakan zero waste ini ternyata berdampak besar. Dinas Kebersihan yang biasanya seminggu tiga kali mengambil sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS), kini hanya satu minggu sekali.

Endah Sulistiyowati dengan sejumlah ecobrick karya para siswa. (heru cn/koranbernas.id)

Adiwiyata

Menurut Endah, kebijakan zero waste dan pembuatan taman-taman di sekitar ruang kelas ini sebenarnya sebagai konsekuensi dari status sekolah adiwiyata nasional yang disandang SMP Negeri 1 Jogonalan. Status sekolah adiwiyata mewajibkan adanya sikap peduli lingkungan, baik untuk siswa maupun pendidik.

Pembentukan sikap disiplin juga dibangun melalui sistem absensi WA Center. Sistem ini digunakan sekolah untuk melaporkan kehadiran anak di sekolah kepada orang tuanya. “Jadi, orang tua mengetahui apakah hari itu anaknya sekolah atau tidak. Dulu, banyak yang pamit sekolah, ternyata tidak sampai ke sekolah. Dengan WA Center ini, siswa tidak lagi bisa berbohong kepada orang tuanya,” papar Endah.

Di sisi lain, Endah juga mulai membenahi sistem pengajaran oleh guru-guru. Fasilitas LCD yang terpasang di setiap ruang kelas, harus dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar. Demikian juga fasilitas komputer yang tersedia, harus dimaksimalkan untuk kepentingan proses pendidikan siswa.

Pembenahan yang dilakukan secara spartan itu akhirnya menuai hasil. Bulan Juli 2019, SMP Negeri 1 Jogonalan meraih pringkat 18 dari 65 SMP Negeri di Klaten. Sebelumnya, SMP Negeri 1 Jogonalan berada di peringkat 30-an.

Penghargaan lain kemudian diraih SMP Negeri 1 Jogonalan seara beruntun. Di antaranya, penghargaan The Best School and Highly Recomended of The Year 2019 dari Indonesian Most Inspiring Education Award. Kemudian, penghargaan Sekolah Terbaik Kategori Sarapan dan Minum TTD Bersama dari UNICEF.

Berikutnya, penghargaan Sekolah Berwawasan Lingkungan dan Mitigasi Bencana (Swaliba) yang diberikan oleh Fakultas Geografi UGM. Lalu, penghargaan Sekolah Hijau, Sehat dan Bersih dari Bupati Klaten.

Pretasi paling mutakhir, Endah Sulistiyowati, lulusan S2 UNS Surakarta tahun 2001 ini mendapatkan penghargaan Juara 1 Kepala Sekolah Berprestasi se-Kabupaten Klaten.

SMP Negeri 1 Jogonalan memang pernah terpuruk. Namun, kini mulai panen penghargaan dan telah menjadi salah satu sekolah favorit di Klaten. (heru cn)