Beasiswa Sleman Pintar Impian bagi 30 Ribu Warga Miskin untuk Pintar
Program ini kami luncurkan sebagai salah satu upaya memutus rantai kemiskinan di Sleman.
KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Wajah Bayu sumringah seakan tak percaya apa yang menjadi impiannya dulu mulai nyata. Sudah empat semester ini, pemilik nama lengkap Prabowo Bayu Wicaksono itu mengenyam pendidikan di Universitas Amikom Yogyakarta. Dia tercatat sebagai salah seorang mahasiswa program studi D3 Teknik Informatika.
Dua tahun silam, Bayu hanyalah seorang remaja lugu, siswa Jurusan Mesin sebuah SMK di Yogyakarta. Lulus sekolah, Bayu sempat bekerja sebagai penjaga toko di bilangan Wedomartani, tak jauh dari rumah tinggalnya.
Bekerja menjadi pilihan bungsu dari tiga bersaudara itu lantaran kondisi keluarga yang tidak memungkinkan. Bayu mencoba peruntungan mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Ayahnya sudah lama sakit, sedangkan ibunya bekerja menjual jasa pijat bayi dengan penghasilan yang tidak menentu.
“Sama sekali tidak ada bayangan bisa kuliah. Sampai suatu sore, ibu yang biasa ikut pertemuan warga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ngasih informasi soal beasiswa Sleman Pintar. Beasiswa yang diperuntukkan masyarakat kurang mampu untuk kuliah di Universitas Amikom,” kata Bayu mengawali kisahnya.
Tak ingin kehilangan kesempatan, Bayu lantas mendaftar. Seleksi berupa ujian tulis dan wawancara dia jalani sampai kemudian namanya tercantum sebagai penerima beasiswa tersebut.
Kantor Dinas Sosial Kabupaten Sleman. (istimewa)
Dengan perjuangan tak kenal lelah, masa perkuliahan selama empat semester dijalani Bayu meskipun dengan kondisi serba terbatas. Bayu kuliah sambil bekerja serabutan untuk menambal kebutuhannya sebagai seorang mahasiswa. Toh demikian, sejauh ini dirinya berhasil memenuhi segala tugas kampus, termasuk mempertahankan nilai IPK di atas 3,5.
“Kadang saya bekerja sebagai ojek online. Lain waktu, saya membantu acara yang diselenggarakan oleh Pemkab Sleman atau diminta membantu pekerjaaan di kampus dan diberi honor,” kata Bayu yang bermimpi setelah menyelesaikan studi enam semester akan bekerja sembari meneruskan studi ke jenjang sarjana.
Kisah Bayu mewakili cerita serupa dari ratusan warga Sleman yang beruntung memperoleh beasiswa Sleman Pintar. Sleman Pintar adalah beasiswa yang diinisiasi oleh Pemkab Sleman sejak tahun 2022. Dengan pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), beasiswa ini ditujukan khusus warga miskin ataupun rentan miskin.
Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa mengungkapkan, melalui program ini Pemkab Sleman berupaya meningkatkan kualitas pendidikan bagi warganya. Beasiswa itu merupakan program bantuan sosial terencana bagi mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin/rentan miskin/dan keluarga peserta PKH.
Danang yang juga Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sleman menjelaskan, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan bagi warga Sleman melalui Program Beasiswa Sleman Pintar.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sleman, Mustadi S Sos MM. (istimewa)
Ada sejumlah perguruan tinggi yang bergandeng tangan dengan Pemkab Sleman untuk menjalankan skema beasiswa itu. Selain Universitas Amikom Yogyakarta, juga ada Universitas Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) dan yang baru saja mulai dirintis adalah Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Yogyakarta.
“Program ini kami luncurkan sebagai salah satu upaya memutus rantai kemiskinan di Sleman. Jadi anak-anak di Sleman itu harus kuliah, termasuk mereka yang hidup serba keterbatasan secara ekonomi,” kata Danang dalam sebuah kesempatan.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sleman, Mustadi S Sos MM, menjelaskan beasiswa “Sleman Pintar” merupakan upaya Pemkab Sleman mengembangkan model bantuan pendidikan untuk masyarakat. Dulu, Pemkab Sleman sudah mengalokasikan anggaran guna membantu masyarakat yang kesulitan mencukupi kebutuhan biaya sekolah.
Sebelumnya, apabila ada warga Sleman yang kesulitan biaya pendidikan maka mereka bisa mengajukan bantuan ke Pemkab Sleman melalui Dinas Sosial. Melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Pemkab Sleman kemudian memberikan bantuan dana yang bisa digunakan untuk membiayai pendidikan warganya agar mereka tidak sampai putus sekolah.
“Kalau ada tunggakan pembayaran sekolah, mereka bisa mengajukan permohonan bantuan. Baik siswa SD, SMP ataupun SMA/SMK. Jadi Sleman Pintar ini bisa dibilang pengembangan dari program itu,” kata Mustadi ditemui di kantornya, belum lama ini.
Berkesinambungan
Melalui program tersebut, Pemkab Sleman berharap upaya mengurangi jumlah keluarga miskin bisa dilakukan secara berkesinambungan dan terencana. Program ini diharapkan lebih melengkapi program-program yang sudah ada, yang selama ini masih sebatas menargetkan agar siswa-siswi tidak putus sekolah.
“Tanpa beasiswa ini, besar kemungkinan orang tua yang punya anak cukup berprestasi secara akademik, tetap akan mikir panjang kalau mau menguliahkan anaknya. Tapi dengan beasiswa ini, biaya kuliah ditanggung penuh sesuai ketentuan masa studi dan besaran biaya perkuliahan di kampus yang bekerjasama dengan kami,” ungkapnya.
“Bukan itu saja, kami bersama kampus terkait juga mencoba memfasilitasi mereka, agar setelah lulus nanti pasti mereka akan berpenghasilan. Entah membuka lapangan kerja sendiri, ataukah bekerja. Kalau bekerja, maka kami bersama kampus akan memaksimalkan rekanan yang ada, agar bisa menampung mereka sebagai karyawan. Dengan cara ini, kami berupaya maksimal untuk memastikan penerima beasiswa Sleman Pintar, benar-benar lulus tepat waktu dengan nilai akademik baik, pasti berpenghasilan dan mengangkat perekonomian keluarga,” lanjutnya.
Berdasarkan data Dinsos Sleman, hingga saat ini sudah 335 warga miskin/rentan miskin yang menerima beasiswa Sleman Pintar. Dari jumlah ini, sebanyak 238 kuliah di Universitas AMIKOM Yogyakarta, 97 lainnya kuliah di UNISA Yogyakarta. Tahun 2024, kuota untuk mahasiswa baru penerima beasiswa di AMIKOM sebanyak 120 orang. Sedangkan untuk UNISA sebanyak 117 orang.
Program rutin
Guna membiayai mereka, Pemkab Sleman mengalokasikan anggaran sekira Rp 5 miliar (termasuk anggaran tahun 2024). Pemkab Sleman berkomitmen program ini akan menjadi program rutin tahunan, mengingat jumlah warga miskin di Sleman masih mencapai 30 ribuan keluarga atau sekira 93 ribu jiwa. Jumlah ini masih sekitar 10 persen dari total jumlah KK di Sleman sebanyak 377.909.
Mustadi mengakui, saat ini memang belum terlihat hasil dari program beasiswa “Sleman Pintar”. Sebab mahasiswa penerima beasiswa yang pertama kali di tahun 2022, sekarang baru masuk semester empat.
Pemkab Sleman bersama kampus terkait terus melakukan monitoring guna memastikan penerima program bisa menjalani masa perkuliahan dengan baik sesuai target.
“Benar Mas, kami para penerima beasiswa, bergabung dalam wadah Organisasi Mahasiswa Pemda Sleman (ORMAPA). Kami dimonitor terus, baik dari Pemda Sleman maupun dari kampus. Harus selesai tepat waktu dengan IPK tidak boleh kurang dari 3,0,” kata Bayu.
Dr Hempri Suyatna. (istimewa)
Pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Hempri Suyatna menilai beasiswa “Sleman Pintar” meskipun bukan hal baru merupakan terobosan yang baik untuk mencoba mengurai problem kemiskinan yang ada di Sleman. Ia sependapat, bahwa salah satu cara terbaik mengurangi jumlah warga miskin adalah dengan meningkatkan pendidikan mereka.
Pakar dari Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM ini mengungkapkan, hal terpenting dalam setiap program pemerintah adalah bagaimana memastikan bahwa program itu bisa tepat sasaran. Untuk tepat sasaran, maka program harus memiliki kriteria jelas dan terus dievaluasi dan dimonitor agar ada perbaikan yang terus menerus.
“Apalagi terkait dengan kemiskinan. Jangan lupa, update data kemiskinan kita pun masih kerap bermasalah. Masih dipertanyakan,” katanya.
Selain sebagai bentuk evaluasi dan perbaikan, kriteria yang detail dan pengawasan yang baik juga akan memperluas dampak positif yang diharapkan dari setiap program. Cara ini, juga akan lebih memenuhi aspek keadilan bagi masyarakat serta memperlebar cakupan serta memeratakan penerima manfaat.
“Kalau perlu, kriterianya sampai detail mengatur apakah dalam satu keluarga hanya bisa satu orang yang menerima program misalnya. Dengan harapan, melalui satu penerima ini, kemudian keluarga tersebut sudah akan terangkat secara ekonomi. Detail dan rincian yang jelas ini sekali lagi snagat penting,” lanjut Hempri.
Monitoring
Selain kriteria dan persyaratan yang jelas, monitoring yang terus menerus juga perlu dilakukan, untuk memastikan penerima beasiswa bisa menjalani masa perkuliahan dengan baik. Sebab harus diakui, kebutuhan bagi mahasiswa bukan sekadar biaya kuliah, tapi juga banyak kebutuhan-kebutuhan lain yang mengikuti.
“Maka harus dipikirkan juga solusi terbaik manakala mahasiswa penerima beasiswa misalnya saja butuh piranti pendukung dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Hal lain lagi, kata Hempri, karena beasiswa ini bersumber dari APBD yang berarti adalah dana untuk rakyat, maka Pemkab Sleman juga musti berpikir jangka panjang untuk bisa muncul simbiosis mutualisme dalam program tersebut.
Misalnya dengan mewajibkan mahasiswa penerima beasiswa menulis tugas akhir atau PKL yang bisa dikaitkan dengan kebutuhan Sleman. Kalau dia mahasiswa AMIKOM, bisa saja misalnya tugas akhir diarahkan bisa menunjang program smart village atau program-program Pemkab Sleman lain.
“Kemudian untuk memperkaya, saya kira juga perlu dipertimbangkan untuk memperluas kerja sama dengan lebih banyak perguruan tinggi. Tentu harus dilihat juga potensi dari masing-masing anak. Jangan sampai memaksakan jurusan tertentu kepada setiap anak, supaya hasilnya nanti lebih optimal,” kata dia. (*)