Perluasan Stasiun Yogyakarta Butuh Persetujuan Sultan HB X
Kemampuan Stasiun Yogyakarta maupun Lempuyangan, jika dibandingkan Jakarta sudah tidak muat.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Lonjakan penumpang kereta api menuju Yogyakarta pada masa Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) memperlihatkan urgensi perluasan Stasiun Tugu dan Lempuyangan. Namun, rencana tersebut terkendala status Sultan Ground yang membutuhkan persetujuan khusus dari Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X.
"Kemampuan Stasiun Yogyakarta maupun Lempuyangan, jika dibandingkan Jakarta sudah tidak muat," ungkap Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik saat dimintai pandangan tentang perkembangan Nataru, Sabtu (28/12/2024).
Data yang disampaikan Vice President Public Relationship PT KAI, Anne Purba, menunjukkan hingga hari ini penjualan tiket kereta api secara nasional telah mencapai lebih dari 2,8 juta dengan 1,8 juta penumpang telah berangkat.
Yogyakarta menjadi tujuan utama, dengan kedatangan penumpang kereta jarak jauh di Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan mencapai hampir 20 ribu orang per hari di kedua stasiun tersebut.
Layanan padat
Situasi ini diperparah dengan padatnya layanan kereta bandara, Prameks dan KRL yang mencapai lebih dari 30 ribu penumpang per hari selama masa Nataru. "Antara beautifikasi yang dilakukan oleh PT KAI dengan kemampuan stasiun tidak seimbang," tambah Pambagio.
Sedangkan pengamat transportasi Ki Darmaningtyas menyoroti persoalan aksesibilitas sebagai masalah utama. "Tidak semua stasiun di Jogja terkoneksi dengan layanan transportasi publik," ujarnya.
Menurutnya, masalah ini berdampak pada kepadatan lalu lintas dan membebani area parkir yang sudah sangat terbatas di kedua stasiun itu.
Pambagio memperingatkan jika persoalan ini tidak segera diatasi, situasi akan semakin parah saat musim mudik Lebaran Idul Fitri.
Konsep multimoda
"Pemerintah harus segera memutuskan dan membicarakan hal ini dengan Ngarso Dalem. Tidak hanya beautifikasi, tetapi harus ada multifungsi untuk stasiun, terutama dengan konsep multimoda," tegasnya.
Para ahli menawarkan solusi jangka pendek berupa integrasi layanan angkutan umum dengan KAI. Darmaningtyas menyarankan Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta segera menata ulang rute angkutan umum, termasuk Trans Jogja, agar melewati kedua stasiun tersebut.
"Rekayasa lalu lintas seperti dulu -- dua arah di sekitar Pasar Kembang dan Lempuyangan -- perlu dipertimbangkan kembali," usul Darmaningtyas.
Menurutnya, ini merupakan langkah yang lebih cepat dibandingkan pembangunan fasilitas baru seperti parkir bertingkat yang memerlukan waktu lama.
Tantangan infrastruktur
Meski menghadapi berbagai tantangan infrastruktur, PT KAI tetap mampu mempertahankan layanan yang aman dan nyaman selama satu dekade terakhir.
Namun, ledakan jumlah penduduk yang tidak terkontrol sejak tahun 1998, ditambah dengan pertumbuhan kapasitas di Lempuyangan, menciptakan tekanan besar pada infrastruktur.
Situasi ini membutuhkan koordinasi yang erat antara PT KAI, pemerintah daerah dan Keraton Yogyakarta untuk mencari solusi yang mengakomodasi kebutuhan modernisasi tanpa mengabaikan aspek budaya dan regulasi tanah Sultan Ground.
Integrasi transportasi publik dan manajemen lalu lintas yang lebih baik menjadi prioritas jangka pendek untuk mengatasi lonjakan penumpang. (*)