Penggunaan Anggaran sering Menafikan Fungsi Kontribusi

Penggunaan Anggaran sering Menafikan Fungsi Kontribusi

PEMBANGUNAN adalah suatu proses perubahan yang dilakukan dalam usaha mencapai tujuan, yang telah ditentukan dengan biaya tertentu dan hasil yang optimal. Dalam bidang Pemerintahan, pembangunan merupakan wujud dan usaha pemerintah untuk memberikan perlindungan, rasa aman dan kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia.  Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 33,  disebutkan bumi dan air dan kekayaan  Negara yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam rangka itu, pemerintah menarik dana dari berbagai sumber yang sah dan membelanjakannya untuk berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta berbagai sarana dan prasarana penunjang lainnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah daerah diharuskan melaksanakan program kegiatan untuk mencapai tujuan bernegara yang disusun dalam rencana strategis (renstra), agar berjalan dengan optimal, efektif serta efisien. Jika pemda tidak dapat menjalankan kinerja anggaran dengan baik, maka selain tidak mendapatkan WTP, anggaran suatu pemda yang bersangkutan akan dipangkas (Kemenpan).

Peningkatan kinerja pemerintah daerah dapat dipenuhi dengan cara menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Organisasi Perangkat Daerah (RKA-OPD), seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara pasal 19 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa, dalam  rangka penyusunan RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) OPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA dengan pendekatan berdasarkan prestasi kinerja.

Anggaran merupakan instrumen penting bagi organisasi untuk menjalankan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. Pada sektor publik, anggaran merupakan alat akuntabilitas yang bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dalam mencapai tujuan bernegara. Untuk menciptakan pemerintahan yang memiliki kesatuan tujuan, sinkronisasi perencanaan dengan penganggaran belum cukup untuk mencapai keberhasilan. Anggaran yang disusun dengan pendekatan berbasis kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan tersebut.

Anggaran dengan pendekatan kinerja yang meliputi prinsip efisien, efektif, dan ekonomis (3E) menekankan pada konsep value for money. Pendekatan anggaran berbasis kinerja dilakukan untuk mengatasi berbagai kelemahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan OPD. Tentu hal ini sangat terkait dengan tujuan dan sasaran rencana kegiatan. Penyusunan anggaran berbasis kinerja dengan konsep 3E tersebut, bertujuan untuk dapat meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya dan efektivitas penggunaannya, sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah, sehingga dengan adanya anggaran berbasis kinerja, diharapkan anggaran dapat digunakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat mendukung peningkatan transparansi dan akuntabilitas sektor publik.

Pemendagri No. 21 Tahun 2011 (Bab I, pasal 1:37) menyebutkan, bahwa kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai, sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu, untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi, dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

Penetapan indikator kinerja pada saat penganggaran, merupakan tahapan paling penting, karena indikator kinerja pada anggaran merupakan komitmen tentang hasil yang akan dicapai dari tahun ke tahun. Kesalahan menentukan indikator kinerja pada saat penganggaran, akan menyebabkan kesalahan pada saat pengukuran kinerja itu sendiri.

Keseluruhan manajemen pemerintahan harus bisa dipastikan berjalan dengan baik, sebagaimana teori-teori administrasi negara dan manajemen pemerintahan. Beberapa ahli telah memperluas subsistem manajemen kinerja, yaitu subsistem perencanaan, penganggaran, pelaksanaan pengawasan, dan pelaporan dengan menambahkan subsistem pengorganisasian, pemilihan SDM, dan lainnya. Artinya, memperbaiki kinerja pemerintah tidak hanya cukup memperbaiki perencanaan dan penganggaran saja, tetapi juga memperbaiki seluruh subsistem manajemen kinerja yang selama ini telah dilakukan, melakukan penguatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Untuk memperbaiki kinerja pemerintah, maka implementasi SAKIP dalam setiap instansi pemerintah harus dipastikan berjalan secara optimal.

Selama ini, pemerintah daerah terkadang mengeluh jika diberikan anggaran yang sedikit. Budaya yang dipertahankan selama ini dalam pemerintahan adalah ‘anggaran yang dibagikan yang penting habis’ tanpa melihat fungsi untuk berkontribusi terhadap sasaran pembangunan. Hal tersebut sebenarnya tantangan pemda dengan keterbatasan yang ada, bagaimana pemda dapat meningkatkan pendapatan dan memprioritaskan belanja yang berkualitas agar lebih efisien.

Oleh sebab itu, upaya pemerintah untuk memperbaiki kinerja anggaran semestinya dengan menentukan indikator program dan memprioritaskan belanja yang berkualitas,  sehingga anggaran yang digunakan dapat efektif dan efisien serta tujuan dalam bernegara yaitu adil dan makmur dapat tercapai serta pemerintah daerah juga mendapatkan WTP yang riil. **

Zalina Rozalinda

Mahasiswa Pascasarjana Akuntansi, FEB , Universitas Gadjah Mada