Penerbitan PP Transplantasi Organ dan Jaringan Disambut Baik KPCDI

Penerbitan PP Transplantasi Organ dan Jaringan Disambut Baik KPCDI

KORANBERNAS.ID, SEMARANG--Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 53 Tahun 2021 Tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh. PP ini menjadi kabar baik bagi seluruh pasien yang membutuhkan transplantasi organ dan jaringan di Indonesia.

Meskipun terbilang terlambat, PP yang ditandatangani Jokowi pada 4 Maret 2021 adalah ikhtiar bersama semua pihak, agar bisa menyelenggarakan sebuah misi kemanusian yang selama 12 tahun lamanya terkatung-katung akibat tidak adanya payung hukum yang kuat.

Padahal jauh sebelumnya, Pasal 65 ayat 3 UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat PP terkait transplantasi organ dan jaringan.

“Akhirnya pemerintah mengeluarkan PP terkait transplantasi organ dan jaringan," kata Tony, Kamis (1/4/2021) dalam siaran persnya.

Lebih lanjut, seluruh pasien yang membutuhkan transplantasi hari ini bisa bernapas lega dan bergembira. Karena tidak akan ada lagi kasus rumah sakit yang menunda maupun menolak untuk melaksanakan transplantasi organ atau jaringan karena takut dipidanakan.

“PP ini sekaligus menjadi payung hukum untuk seluruh pihak baik itu, rumah sakit, dokter, pendonor, dan resipien (penerima donor),” ujarnya.

Jika ditilik satu per satu, PP ini dibuat dengan cukup komprehensif. Pasal 6 menjelaskan pendonor transplantasi terdiri dari pendonor hidup dan pendonor mati batang otak. Lebih rinci pendonor hidup didefinisikan yakni yang memiliki hubungan darah, biologis, atau yang memiliki hubungan emosional seperti teman dan kerabat.

“Semua bisa asal dengan niatan yang tulus dan tidak ada unsur jual beli. Ini yang kita apresiasi,” ujarnya.

Berbicara terkait penerima donor atau resipien, kini seluruh pihak tidak perlu khawatir. Bagi yang tidak mampu, Pasal 15 ayat 3 menjelaskan paket biaya transplantasi organ diberikan bantuan sesuai dengan mekanisme jaminan kesehatan nasional penerima bantuan iuran.

Hal di atas sangat perlu diapresiasi, karena sebagaimana yang seharusnya terjadi bahwa kesehatan seluruh masyarakat adalah bentuk tertinggi dari segala apa yang ada di kolong langit ini. Artinya tidak akan ada lagi alasan bahwa si miskin tidak dapat hidup lebih laik. Semuanya akan ditanggung oleh negara.

Terkait pendonor, Pasal 16 menjelaskan bahwa orang yang belum pernah mendaftar sebagai pendonor, dapat menjadi pendonor mati batang otak pada saat yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia.

Dan proses donor bisa dilakukan jika keluarga terdekat memberikan persetujuan. Artinya, orang yang ingin menjadi pendonor tidak hanya bisa dilakukan jika orang tersebut sudah memiliki identitas calon pendonor.

“Ketentuan mengenai keluarga terdekat dan mekanisme persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, berlaku secara mutatis mutandis terhadap keluarga terdekat memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),” bunyi pasal tersebut.

Dengan adanya kebijakan tersebut, menurut Tony, hal ini akan memperbanyak opsi pendonor organ yang ada. Hal ini akan sangat membantu banyak orang karena ketersediaan organ dan jaringan yang dibutuhkan akan cukup banyak dan diharapkan tidak mengalami kekurangan.

Sesuatu yang paling menggembirakan dari PP ini sendiri, adalah karena pada akhirnya Indonesia akan memiliki sebuah lembaga yang mengatur donor organ dan jaringan.

Hal itu dijelaskan dalam Pasal 17 yakni pendaftaran setiap orang calon pendonor dan calon resipien yang memenuhi persyaratan dilakukan melalui sistem yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Artinya, peran Kemenkes akan sangat sentral nantinya. Dimana mereka harus melakukan proses verifikasi dokumen persyaratan calon pendonor dan calon resipien yang terdaftar.

Calon pendaftar yang terverifikasi berhak mendapatkan identitas sebagai calon pendonor. Proses verifikasi pun akan dilakukan dengan sangat ketat.

Dengan adanya lembaga donor organ dan jaringan, akan memudahkan semua orang yang memiliki jiwa sosial tinggi untuk memberikan sedikit organnya untuk misi kemanusian.

Menurut Tony, apa yang terjadi 12 tahun lalu, dimana ada orang baik yang ingin mendonorkan organnya tetapi mereka tidak tahu harus pergi kemana.

“Ini sangat komprehensif, sangat baik untuk kita semua,” ujarnya.

Khusus untuk para pasien gagal ginjal kronik sendiri PP ini menjadi angin segar. Seperti diketahui, pasien gagal ginjal kronik harus menjalani transplantasi ginjal jika ingin hidupnya normal. Mereka tidak lagi harus merasa putus asa karena menghabiskan waktu dengan proses dialisis (cuci darah).

Tidak hanya itu, para ahli bahkan menilai proses transplantasi ginjal sangat direkomendasikan sebagai terapi yang lebih baik dibandingkan Renal Replacement Therapy (RRT) lainnya, karena kualitas hidup pasien gagal ginjal akan jauh lebih baik dan membuat pembiayaan pengobatan semakin efektif dan efisien.

Data BPJS Kesehatan per tahun 2020 memperlihatkan bahwa untuk satu kali tindakan transplantasi ginjal untuk satu orang adalah Rp 341 juta.

Angka tersebut jauh lebih ringan dibanding untuk hemodialisis atau cuci darah yang memakan anggaran Rp 92 juta per tahun untuk satu orang dimana proses tersebut dilakukan dua kali seminggu.

Sementara biaya satu pasien untuk melakukan proses Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) adalah Rp 76 juta per tahun. Jika ditotal, dari tahun 2018 sampai tahun 2020, pembiayaan pelayanan kesehatan untuk diagnosa gagal ginjal telah menghabiskan anggaran Rp 6,4 triliun, menempati posisi empat pembiayaan penyakit paling mahal di Indonesia.

Tony berharap, ke depan banyak rumah sakit bisa membuka layanan transplantasi organ. Jika PP ini dilaksanakan dengan baik maka seluruh umat manusia tidak perlu lagi khawatir untuk bisa hidup lebih baik. Dan terpenting, masyarakat juga tidak perlu lagi jauh-jauh ke luar negeri untuk menjalani proses transplantasi organ dan jaringan.

“Kita akan terus memberikan masukan ke Kemenkes untuk menjalankan PP ini. Artinya sebagaimana bank donor, mekanisme, tata laksana, penunjukan rumah sakit diatur sama Kemenkes nantinya. Kita akan mengawal PP ini supaya berjalan lebih baik lagi di lapangan,” pungkasnya. (*)