Pandemi Belum Berakhir, Muhammadiyah Gelar Munas Tarjih Secara Terbatas
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Pertama kalinya dalam sejarah, Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih tahun ini digelar secara daring atau online. Langkah ini diambil Muhammadiyah karena pandemi dan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 terus bertambah.
Munas Tarjih ke XXXI dengan tema Mewujudkan Nilai-nilai Keislaman yang Maju dan Mencerahkan merupakan forum tertinggi di Muhammadiyah untuk membahas masalah-masalah keagamaan untuk mejadi panduan bagi warga persyarikatan maupun umat Islam secara umum. Munad akan dilaksanakan pada Sabtu, 28 November 2020.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan penjelasan terkait pengangkatan tema tersebut. Alasan pertama pengangkatan tema ini lantaran Islam memiliki keyakinan bahwa memajukan dan mencerahkan semesta merupakan pekerjaan yang tiada memiliki akhir.
“Kenapa Munas kali ini mengangkat tema mewujudkan nilai-nilai Islam yang maju dan mencerahkan. Pertama, aspek ajaran dan ini tidak akan pernah selesai, Islam mengandung nilai-nilai yang utama mengenai kemajuan dan pencerahan," kata Haedar dalam Konferensi Pers Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah XXXI pada Senin (23/11/2020) di Gedung Pusat Pimpinan Muhammadiyah, Yogyakarta.
Kemajuan dalam Islam itu, lanjut Haedar, menyangkut berbagai macam aspek, di mana masyarakat muslim harus maju dari aspek pandangan, paham, dan praktek keagamaan, maju dalam pendidikan dan hal-hal yang bersifat muamalah-duniyawiyah.
Selain itu Ia juga menerangkan bahwa agama sebagai agen pencerah berarti mampu mengubah seseorang dari perilaku jahiliyah ke perilaku yang berkeadaban.
Visi utama kerisalahan Nabi Muhammadiyah, kata Haedar, adalah membangun akhlak mulia (inna ma bu’itstu liutammima makarimal akhlaq) dan menjadikan Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin.
“Islam datang dan memberi contoh itu dengan membangun akhlak mulia. Juga Islam yang membawa rahmatan lil’alamin, sehingga dalam tempo 23 tahun Nabi mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat al-madinah al munawarah, masyarakat yang berkeadaban,” ujarnya.
Haedar Nashir menyampaikan pandangannya, Usaha Muhammadiyah dan Majelis Tarjih dalam membawa dan mewujudkan nilai-nilai Islam yang berkemajuan dan mencerahkan itu tidak pernah selesai. Hal ini disebabkan karena ada realitas saat ini di level dunia maupun dalam kehidupan di negeri kita belum sepenuhnya menggambarkan hal-hal yang maju dan hal-hal yang mencerahkan.
"Di era pandemi ini saja, masih ada yang tidak percaya dengan virus ini, bahkan menganggap itu paranoid, konspirasi, dan macam-macam," paparnya.
Haedar yang hadir secara virtual melanjutkan, mereka ini juga tidak mau mengikuti saran ilmu pengetahuan sebagaimana anjuran para ahli epidemiologi termasuk mengikuti protokol kesehatan yang kemudian menjadi kebijakan pemerintah atau negara. Itu semua berdasar kepada ilmu pengetahuan untuk memutus mata rantai penularan [Covid-19].
"Tetapi prakteknya kan masyarakat kita itu abai, kemudian bahkan ada yang sengaja mengabaikan protokol kesehatan untuk dan alasan apapun, malah lebih ironi lagi kalau pakai alasan agama," lanjutnya.
Kondisi "berkebodohan" ini lanjut Haedar, kalau kita pakai dengan tidak berdasarkan pada ilmu pengetahuan atau pandangan agama yang benar, itu masih ada dalam kehidupan di sekitar kita. Inilah realitas yang kita hadapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang lebih luas. Baik dalam pemikiran keagamaan dan praktek keagamaan, maupun dalam kehidupan berkebangsaan dan kemanusiaan global.
Sementara Agung Danarto, Sekretaris PP Muhammadiyah menambahkan, Munas Tarjih sebagai musyawarah tertinggi yang dilakukan oleh ulama-ulama Muhammadiyah dalam hal tuntunan keagamaan. Diperkirakan, musyawarah ini akan dihadiri sebanyak 300 ulama yang telah memulai pembahasan materi Munas kurang lebih setahun yang lalu.
“Sebenarnya sudah dilakukan sejak setahun yang lalu sudah ada pembahasan-pembahasan, sehingga nanti lebih mematangkan dan mengambil keputusan terhadap berbagai masalah tersebut,” kata Agung.
Diantara persoalan yang akan dibahas pada Munas tersebut yakni persoalan fikih zakat kontemporer. Menurut Agung, pembahasan zakat memiliki dinamisasi tersendiri. Pembahasan fikih zakat kontemporer diharapkan akan mampu menjawab berbagai kebaharuan problematika zakat.
Dalam Munas Tarjih ke XXXI juga akan membahas mengenai fikih agraria, Agung menyebut, persoalan agraria di Indonesia masih sering ditemui. Baik persoalan yang melibatkan antar individu, maupun antara individu berhadapan dengan negara.
“Bahasan dalam Munas Tarjih nanti betul-betul memang diharapkan menjadi jawaban terhadap problem yang sedang berkembang-kekinian dan terjadi di tengah-tengah masyarakat,” pungkasnya.(*)