Optimalisasi Bandara Internasional Adisutjipto

Optimalisasi Bandara Internasional Adisutjipto

PADA hakekatnya, keberadaan Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulonprogo, merupakan medan magnet yang mengandung multiplier effect bagi  pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), termasuk wilayah Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang) dan Gelangprojo (Magelang, Kulonprogo, Purworejo), bagi peningkatan pariwisata.

Pengembangan fungsi wilayah sekitar bandara juga perlu dioptimalkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu contoh adalah gagasan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, tentang pembangunan “Borobudur Highland” di Kawasan Menoreh yang terletak di wilayah Purworejo dan Kulonprogo, sebagai daya tarik wisata yang akan menyerap tenaga kerja..

Pada sisi lain, dalam berbagai kesempatan Gubernur DIY Sultan HB X  dalam kaitannya dengan falsafah “Among Tani dan Dagang Layar”, mengamanatkan agar  pariwisata di DIY tidak meninggalkan ruh budaya, sehingga dalam pengembangannya tetap mengedepankan kearifan lokal. Harapan tersebut patut menjadi perhatian pelaku pariwisata, baik perhotelan, restoran, gerai suvenir serta kuliner tradisional.

Oleh karena itu,  sambil menantikan lengkapnya infrastruktur dan aksesabilitas Bandara  YIA. Orientasi bisnis investor maupun masyarakat yang semula fokus pada pertanian, layak  dilengkapi dengan infrastruktur bisnis perikanan dan pelayaran di pantai selatan

Bandara Adisutjipto dan Benang Merah Pariwisata

Sembari  menunggu selesainya jalan tol Solo-Jogjakarta- Kulonprogo serta beragam infrastruktur yang tengah dibangun di YIA,  masyarakat  juga berharap kepada pemangku kewenangan, agar dapat mengoptimalkan potensi dan daya tarik Bandara Internasional  Adisutjipto di Yogyakarta, sebagai prasarana penerbangan sekaligus obyek wisata.  

Dalam kilas sejarah, Bandara Internasional Adisutjipto menorehkan sejarah panjang. Bangunan zaman penjajahan, yang dibangun sekitar tahun 1940 disebut Pangkalan Udara Maguwo. Kemudian digunakan Militaire Luchtvaart pada tahun 1942.

Pada tahun 1945, pemerintah RI mengambilalih pangkalan udara Maguwo, digunakan melatih “kadet” sekolah penerbang di bawah asuhan Agustinus Adisutjipto. Kendati  29 Juli 1947 pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan Marsekal Muda Adisutjipto, ditembak jatuh pesawat Belanda, namun tidak menyurutkan semangat bangsa Indonesia.

Maka untuk mengenang gugurnya Adisutjipto, pangkalan udara Maguwo dirubah menjadi Bandara Adisutjipto sesuai SKEP Kepala Staf Angkatan Udara No 76 Tahun 1952 tertanggal 17 Agustus 1952. Dan tahun 1964 Bandara Adisutjipto menjadi bandara gabungan sipil dan militer.

Pada tanggal 1 April 1964, Bandara Adisutjipto  masuk dalam pengelolaan Perum Angkasa Pura. Kemudian melalui PP No 05 Tahun 1993 status Perum Angkasa Pura, diubah menjadi PT Angkasa Pura 1 Cabang Bandara Adisutjipto, Yogyakarta.

Bandara Pesawat Carter dan Tamu VVIP

Dalam perspektif sejarah, Bandara Internasional Adisutjipto adalah milik bangsa Indonesia. Sedangkan dari sudut nasionalisme, merupakan  “artefak” perjuangan bangsa, dari belenggu penjajahan, sehingga tidak keliru jika masyarakat dapat napak tilas wisata sejarah.

Kendati telah dibangun bandara YIA, namun pengampu kewenangan di Bandara Adisutjipto bisa menampilkan eksistensi Bandara Adisutjipto melalui “diorama perjuangan TNI” sebagaimana  Diorama “The Struggle of Wong Cilik “ di Sarinah Mall, Jakarta. Selain berfungsi sebagai bandar udara bagi pejabat negara, tamu VVIP, maupun pesawat carter, maka business counter di Bandara Adisutjipto dapat dioptimalkan dengan berbagai kreasi dan produk UMKM.

Mencontoh Bandara Halim Perdana Kusuma atau Bandara Husein Sastranegara, selain berfungsi melayani tamu negara dan VVIP, maka di samping meningkatkan kualitas perawatan dan pelayanan kepada pelanggan, pengampu kewenangan di Bandara Adisutjipto  dapat mengoptimalkan fungsi pelataran parkir yang  luas, gerai niaga, dan interior design khas Yogyakarta.

Lokasi Bandara Adisutjipto cukup strategis. Di samping berfungsi sebagai Pangkalan Latih TNI AU, juga merupakan medan magnet tersendiri untuk dikunjungi, lantaran berdekatan dengan pusat kota, perhotelan, serta memiliki nilai tambah sebagai bandara yang telah dikenal secara nasional maupun internasional. Semoga. *

Satwika Ganendra M.Psi., Psikolog

Human Capital PT Angkasa Pura l

Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta