Narasi Sejarah Muhammadiyah Perlu Digali

Narasi Sejarah Muhammadiyah Perlu Digali

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengungkapkan Islam berperan besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Bahkan pemimpin-pemimpin Islam dan Muhammadiyah ikut memberikan pemikiran moral tidak hanya pada masa perjuangan tetapi juga jauh ke depan.

Namun narasi-narasi sejarah Muhammadiyah lebih sedikit dibanding organisasi keagamaan lainnya. Karena itu perlu adanya pemetaan sejarah Muhammadiyah.

Padahal kejadian masa lalu tidak hanya tercatat namun memiliki peran di masa mendatang. Karenanya perlu adanya gagasan memperkaya pemahaman tentang sejarah supaya masyarakat tidak terjebak pada pemikiran sempit.

“Di sinilah pentingnya memperkaya pemahaman tentang sejarah yang lebih mendalam, luas dan multiperspektif sehingga ketika menentukan masa depan tidak sempit,” papar Haedar dalam Kongres Sejarawan Muhammadiyah 2021 di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (UAD), Sabtu (28/11/2021).

Banyaknya perspektif dari banyak ahli sejarah yang terbuka untuk didialogkan dan menjadi perspektif bisa menjadi pegangan Muhammadiyah dalam memahami sejarah agar tidak menjadi dogma. Sebab problem yang terjadi, perspektif sejarah seringkali dipengaruhi kepentingan politik sehingga terjadi dusta sejarah.

Padahal bila ingin merajut masa depan Indonesia tentang sejarah negara dan dan sejarah Islam maka hati harus terbuka seluas-luasnya. Sejarah perlu dipahami secara multiperspektif, baik di sekolah, keluarga maupun organisasi dalam rangka membangun peradaban bangsa.

"Kuncinya kejujuran sejarah agar tidak berebut tafsir yang justru membuat sejarah membuka luka sejarah dan konflik baru," ujarnya.

Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Muchlas MT, mengungkapkan pada usianya ke-109, Muhammadiyah telah berkiprah dalam percaturan pembangunan dan kemajuan Republik Indonesia.

Apalagi sejarah bukan hanya persoalan masa lampau, tetapi tentang cara menggali dan mengoleksi nilai-nilai moral yang kemudian menjadi panduan dalam membangun kemajuan masa depan peradaban.

“Deskripsi sejarah menjadi peran sentral tentang nilai-nilai dasar Persyarikatan Muhammadiyah bisa ditangkap menjadi lapisan pengetahuan terstruktur dan sistematis sehingga ilmuwan sejarah menjadi dinamis,” tandasnya.

Menurutnya, penulisan sejarah harus menjadi bagian upaya persyarikatan untuk meluruskan dan merangkai kembali serpihan-serpihan peran Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara yang tidak sempat tertulis.

Hal ini menjadi sebuah keharusan bagi persyarikatan, tanpa melupakan pentingnya informasi, data, arsip dan dokumen yang telah menjadi sejarah dapat didaur ulang dan diramu dengan rumusan melalui perspektif baru, yang kemudian dapat diaktualisasikan dalam kehidupan kekinian.

Muchlas berharap dengan adanya Kongres Sejarawan Muhammadiyah ini menjadi momentum untuk merumuskan kembali peran sejarawan sebagai konstelasi peradaban.

Terlebih peran sejarawan dalam menyuguhkan konstruksi pemikiran, gerakan, dan amal nyata persyarikatan dalam tafsir sejarah yang lebih kontekstual serta relevan dengan zaman, dalam spektrum keindonesiaan maupun dunia internasional.

“Penting memetakan, mengulas dan mengekspos sejarah kemuhammadiyahan dengan perspektif baru dan kekinian. Inilah tantangan bagi sejarawan Muhammadiyah,'' kata dia. (*)