Menafsir Jurnalisme Makna Jakob Oetama

Menafsir Jurnalisme Makna Jakob Oetama

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Pendiri Kompas, Jakob Oetama, dalam pidato penerimaan gelar doktor kehormatan UGM 17 April 2003, menyampaikan pemikirannya berjudul "Antara Jurnalisme Fakta dan Jurnalisme Makna". Dia tidak menegaskan pilihannya kepada Jurnalisme Makna. Namun, banyak orang menginterpretasikan bahwa Jakob Oetama lebih memilih jurnalisme makna.

Dr Phil Ana Nadhya Abrar M.E.S, pengamat sekaligus dosen Ilmu Komunikasi UGM mengatakan, pikiran Jakob itu merupakan hasil akumulasi penghayatan puluhan tahun sebagai wartawan dan pemimpin umum Kompas. Ia merupakan abstraksi dari pembelajaran yang dilakukannya selama belasan tahun secara terus-menerus.

"Jakob juga merupakan puncak kesadaran eksistensialnya sebagai wartawan dan pengusaha media. Jadi, itulah puncak karyanya di bidang jurnalisme. Kita harus apresiasi dengan penuh suka cita,”paparnya dalam siaran pers, Kamis (10/9/2020).

Abrar menilai, jika dilihat lebih jauh ginealogis pemikiran Jakob Oetama sebenarnya berasal dari konsep eksistensi pers. Eksistensi pers ditentukan oleh muatan isi dan jumlah pembaca. Jumlah pembaca ini, oleh Jakob Oetama dalam pidato penerimaan doktor kehormatan itu, sebagai kemampuan mengelola bisnis. Sedangkan muatan isi, dia sebut isi.

“Menyangkut isi inilah Pak Jakob bicara ‘antara jurnalisme fakta dan makna’ Kenapa dia menyebut antara? Karena jurnalisme yang dia perkenalkan berangkat dari jurnalisme investigasi. Namun, dimodifikasi soal faktanya. Yakni melaporkan tidak hanya sekadar fakta, tapi latar belakang, riwayat, proses dan hubungan kausal dan interaktif,” tambahnya.

Menurut Abrar, jika ditarik ke masa kini, ide Jakob Oetama ini sulit diterapkan. Tidak banyak media yang mau repot dan ikhlas melakukan investigasi. Kecuali itu, ide Jakob Oetama memerlukan politics of values yang luhur. Sementara media sekarang suka pragmatis, malah terkadang oportunis. Apalagi media online, banyak yang pragmatis.

“Dalam dunia jurnalisme, ide Pak Jakob itu tergolong jenis jurnalisme yang berkaitan dengan cara mengumpulkan fakta. Saya pribadi suka dengan cara yang diperkenalkan Pak Jakob itu. Namun, konsekuensinya berat karena harus kerja keras dan dekat dengan masyarakat,” jelasnya.

Sementara Rektor UGM, Prof Ir Panut Mulyono, atas nama pribadi dan keluarga besar UGM mengucapkan belasungkawa sedalam dalamnya atas meninggalnya Jakob Oetama. Panut melihat almarhum merupakan alumnus UGM yang dikenal sebagai wartawan senior dan banyak memberikan sumbangsih bagi kemajuan pers Indonesia, demokrasi, dan pluralisme. Rektor juga sepakat atas pandangan Jakob terkait Jurnalisme Makna.

“Hal inilah yang patut diteruskan oleh pers Indonesia saat ini. Jurnalisme yang bisa memberi makna. Bukan sekadar sisi kecepatan, kedalaman, keakuratan tetapi juga makna yang melingkupinya. Ini sejalan dengan mandat UGM bekerja untuk kemanusiaan dan pembangunan nasional,” tutup Panut. (*)