Membangun Literasi melalui Bansos Buku

Oleh: Irawan Januari Putra

Rendahnya minat baca dan literasi penduduk Indonesia dipengaruhi dan/atau disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, belum maksimalnya kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan hasil polling New Jersey Minority Educational Development (NJ MED) berjudul World Top 20 Education Poll, pada tahun 2023 kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat 67 dari 203 negara di dunia. Oleh karena itu, guna mewujudkan pendidikan yang baik dibutuhkan literasi yang tinggi. Kedua, belum meratanya keberadaan dan persebaran perpustakaan di Indonesia. Menurut data Perpustakaan Nasional (Perpusnas) tahun 2023, terdapat 178.723 perpustakaan di Indonesia. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan perpustakaan terbanyak, yaitu 26.798 unit. Sedangkan provinsi dengan jumlah perpustakaan paling sedikit, yaitu Kalimantan Utara dengan 458 unit. Selain itu, keberadaan dan persebaran perpustakaan desa atau taman bacaan masyarakat (TBM) juga belum merata di seluruh wilayah. Menurut Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2023, sebanyak 31.410 desa di Indonesia telah memiliki perpustakaan desa atau TBM, dan sebanyak 42.641 desa belum memiliki perpustakaan desa atau TMB. Ketiga, pergeseran sumber informasi dan pengetahuan dari media cetak ke media elektronik, salah satunya gawai smartphone (ponsel pintar). Menurut hasil survei Google, Think Tech, Rise of Foldables: The Next Big Thing in Smartphone, jumlah smartphone aktif di Indonesia mencapai 354 juta perangkat. Data tersebut dihitung berdasarkan jumlah smartphone yang terkoneksi internet (cellular mobile connections) yang dipublikasikan Data Reportal bulan Januari tahun 2023. Banyaknya jumlah smartphone aktif bahkan melampaui jumlah penduduk Indonesia yang menurut data BPS pada pertengahan tahun 2023 mencapai 278,69 juta jiwa.

Membangun Literasi melalui Bansos Buku
Irawan Januari Putra (Istimewa).

MENURUT Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2023, angka buta aksara penduduk Indonesia usia produktif (15 – 59 tahun) menurun cukup signifikan dibanding tahun 2022. Angka buta aksara tahun 2022 sebesar 1,51%, turun menjadi 1,08% pada tahun 2023. Meski angka buta aksara menurun, tidak serta merta menaikkan tingkat literasi penduduk Indonesia. Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), indeks minat membaca buku di Indonesia masih rendah yaitu 0,001% yang artinya dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 juga menunjukkan hanya 10% penduduk Indonesia yang rajin membaca buku. Rendahnya minat baca dan literasi menjadi tantangan serius bagi masa depan bangsa dan negara, salah satunya dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. 

Rendahnya minat baca dan literasi penduduk Indonesia dipengaruhi dan/atau disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, belum maksimalnya kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan hasil polling New Jersey Minority Educational Development (NJ MED) berjudul World Top 20 Education Poll, pada tahun 2023 kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat 67 dari 203 negara di dunia. Oleh karena itu, guna mewujudkan pendidikan yang baik dibutuhkan literasi yang tinggi. Kedua, belum meratanya keberadaan dan persebaran perpustakaan di Indonesia. Menurut data Perpustakaan Nasional (Perpusnas) tahun 2023, terdapat 178.723 perpustakaan di Indonesia. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan perpustakaan terbanyak, yaitu 26.798 unit. Sedangkan provinsi dengan jumlah perpustakaan paling sedikit, yaitu Kalimantan Utara dengan 458 unit. Selain itu, keberadaan dan persebaran perpustakaan desa atau taman bacaan masyarakat (TBM) juga belum merata di seluruh wilayah. Menurut Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2023, sebanyak 31.410 desa di Indonesia telah memiliki perpustakaan desa atau TBM, dan sebanyak 42.641 desa belum memiliki perpustakaan desa atau TMB. Ketiga, pergeseran sumber informasi dan pengetahuan dari media cetak ke media elektronik, salah satunya gawai smartphone (ponsel pintar). Menurut hasil survei Google, Think Tech, Rise of Foldables: The Next Big Thing in Smartphone, jumlah smartphone aktif di Indonesia mencapai 354 juta perangkat. Data tersebut dihitung berdasarkan jumlah smartphone yang terkoneksi internet (cellular mobile connections) yang dipublikasikan Data Reportal bulan Januari tahun 2023. Banyaknya jumlah smartphone aktif bahkan melampaui jumlah penduduk Indonesia yang menurut data BPS pada pertengahan tahun 2023 mencapai 278,69 juta jiwa.

Keberadaan smartphone memang memudahkan dan meningkatkan akses informasi dan pengetahuan, namun jika penggunaannya tidak tepat atau berlebihan dapat berdampak negatif. Selain itu, tidak semua konten di media elektronik, salah satunya media sosial bersifat positif dan bermanfaat. Konten-konten yang mengandung ujaran kebencian, berita bohong, pornografi, perjudian online, dan cyber bullying tentu bersifat negatif dan merugikan. Keberadaan media elektronik juga semakin memudahkan pengguna mengetahui berbagai bentuk bacaan dan karya tulis hanya dengan melihat ringkasan (sinopsis) atau ulasan singkat (review) di media sosial. Karena kemudahan tersebut, pengguna menjadi kurang menghargai pentingnya proses. Berbeda dengan buku yang sangat menekankan proses terhadap pembacanya. Membaca buku menuntut konsentrasi, ketekunan, dan kesabaran, sehingga dapat diperoleh informasi dan pengetahuan yang mendalam dan menyeluruh. Selain itu, sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan, buku lebih relevan dan terpercaya karena untuk dapat diterbitkan, suatu buku harus melewati seleksi, kurasi, dan editing.

Optimalisasi Bansos

Terdapat hubungan antara literasi dengan taraf kesejahteraan sebab tingkat literasi menentukan kualitas sumber daya manusia, khususnya kecakapan hidup (life skill). Dengan kecakapan hidup, individu dapat memperoleh dan menciptakan pekerjaan. Masih rendahnya tingkat literasi penduduk Indonesia menyebabkan sebagian penduduk memiliki SDM rendah sehingga muncul masalah kemiskinan. Guna mengentaskan kemiskinan, pemerintah memberikan berbagai bentuk bantuan sosial (bansos), seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Beras (BSB), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Prakerja, dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Menurut laporan Bank Dunia (World Bank) berjudul Indonesia Poverty Assessment Pathways Toward Economic Security, disebutkan bahwa bansos cukup efektif mengurangi kemiskinan dan ketimpangan dibandingkan subsidi energi namun belum cukup memberikan cakupan dan manfaat yang dibutuhkan. Menurut Bank Dunia dibutuhkan bansos yang lebih menyeluruh dan tepat sasaran, sehingga dapat terbentuk ketahanan ekonomi dalam menghadapi berbagai risiko sosial.

Menurut penulis, guna mengoptimalkan upaya pengentasan kemiskinan dibutuhkan bansos yang lebih memberdayakan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan dan penguatan literasi individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial dengan bansos paket buku bacaan. Menurut Pasal 6 Peraturan Sosial UU Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyaluran Bantuan Sosial, bansos dapat diberikan dalam bentuk barang. Bansos barang berupa paket buku bacaan diberikan kepada individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat miskin penerima manfaat bansos. Bansos paket buku bacaan tidak hanya diberikan kepada warga berusia sekolah (siswa), tetapi juga diberikan kepada warga berusia dewasa. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat sebagian warga berusia dewasa merupakan kepala keluarga dan/atau tulang punggung ekonomi keluarga, sehingga membutuhkan literasi dan kecakapan hidup yang memadai. Pemberian bansos paket buku bacaan, baik jumlah maupun jenisnya dilaksanakan dengan melibatkan pemerintah desa/kelurahan, pendamping PKH, dan sekolah berdasarkan keadaan dan kebutuhan serta minat dan bakat. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan desa/kelurahan, pendamping PKH dan sekolah dinilai lebih mengetahui keadaan dan kebutuhan warganya serta minat dan bakat siswanya. Keluarga petani contohnya, diberikan paket buku bacaan tentang pertanian sesuai keadaan dan kebutuhannya sebagai petani, sehingga keluarga tersebut dapat meningkatkan kecakapan dan inovasi di bidang pertanian. Selain itu, keluarga tersebut juga diberikan paket buku bacaan sesuai minat dan bakatnya guna memperkaya kecakapan hidup.

Agar penerima manfaat dapat mengolah informasi dan pengetahuan dari paket buku bacaan yang diterimanya, penerima manfaat diberikan pendampingan, motivasi, pelatihan keterampilan, dan bimbingan lanjut. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui pertemuan kelompok PKH yang difasilitas pendamping PKH atau pertemuan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Adanya bansos buku juga dapat menjadi sarana mendorong dan mengembangkan komunitas literasi, komunitas baca, literasi sekolah, dan literasi desa serta mengoptimalkan keberadaan perpustakaan umum, perpustakaan desa, TBM, dan pojok baca. Dengan demikian, pemberdayaan sosial melalui pemberian bansos buku diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan, mengembangkan kecakapan hidup dan kreativitas, serta memperkuat kepercayaan diri guna mengubah nasib menjadi lebih baik di masa depan. **

Irawan Januari Putra

Perangkat Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.