Menanti Sang Presiden

Hari ini, semua akan ditentukan. Benarkah Prabowo dan Gibran tampil sebagai peraih suara terbanyak dan mengakhiri kompetisi dalam satu putaran sesuai hasil survei? Atau dua putaran? Atau Ganjar-Mahfud yang memenangi Pilpres? Atau Anis-Muhaimin? Apa pun hasilnya, adalah menjadi kewajiban semua warga negara Indonesia untuk tetap mengedepankan kedamaian, kerukunan dengan tetap menjunjung tinggi kejujuran, keadilan sebagai bekal bersama mencapai Indonesia Maju.

Menanti Sang Presiden

MATA dan telinga seluruh rakyat Indonesia, setidaknya sebagian terbesar mereka yang menjadi anggota partai, apalagi kader, akan terpusat ke layar televisi. Mereka segera ingin tahu, siapa pemimpin Indonesia lima tahun mendatang.

Kompetisi tiga capres/cawapres menjadi ‘tontonan’ menarik. PDI Perjuangan, yang dalam 10 tahun ini menjadi pemenang Pemilu dan mengendalikan pemerintahan melalui representasi Joko Widodo sebagai Presiden, masih sangat berharap dapat melanjutkan prestasinya sebagai pemenang Pemilu dan memenangkan Pilpres 2024. Namun, harapan ini seperti patah di tengah jalan, ketika Jokowi – yang sampai saat ini masih memegang Kartu Tanda Anggota PDI Perjuangan – tidak lagi sejalan dengan keputusan partai. Alih-alih bersikap netral, Jokowi malah menunjukkan sikap mendukung Prabowo Subianto yang digadang-gadang sebagai penerusnya.

Sejak lebih dari dua tahun lalu, nama Prabowo Subianto memang sudah santer disebut bakal ikut berkompetisi memperebutkan kepemimpinan nasional sebagai presiden. Gerindra, partai yang dilahirkan Prabowo, memiliki bekal 13,57% suara rakyat yang direpresentasikan menjadi 78 anggota DPR-RI pada Pemilu 2019. Ini adalah posisi nomor tiga setelah PDIP (22,26% atau 128 kursi DPR-RI) dan Golkar (14,78% atau 85 anggota DPR-RI).

Berbagai survei tahun 2022 sudah menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo menempati posisi puncak dibandingkan dengan kandidat lain seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Prabowo dan Ganjar, dalam survei-survei selanjutnya saling berkejaran. Ganjar pernah unggul dalam survei yang dilakukan Politica Research & Consulting (PRC) pada Februari 2023. Waktu itu, Ganjar mencatatkan elektabilitas 21,3 % dibanding Prabowo dengan 18,9%. Sedangkan Anies tingkat elektabilitasnya stagnan pada kisaran 17%.

Pada saat itu, PDIP sejatinya sedang berupaya mendorong Puan Maharani untuk tampil sebagai kandidat capres. Namun, cucu Bung Karno ini tingkat elektabilitasnya rendah. Hanya satu digit. Itu pun dibawah elektabilitas Ridwal Kamil, Sandiaga Uno, Mahfud MD, AHY, Airlangga Hartarto dll.

Persaingan antara Ganjar dan Prabowo terus berlangsung ketat sampai menjelang pengumuman pasangan capres-cawapres. Ketika nama Prabowo Subianto disandingkan dengan Gibran Rakabuming Raka yang masih menjabat sebagai Walikota Surakarta, tingkat elektabilitas Prabowo terus melejit. Meninggalkan Ganjar-Mahfud yang terus terpuruk, bahkan berada di urutan ketiga di bawah pasangan Anies-Muhaimin.

Keberpihakan Jokowi kepada Prabowo-Gibran, yang menurut undang-undang tidak dilarang, makin meruntuhkan harapan PDIP. Realitas ini menumbuhkan penolakan dari banyak kalangan, seperti akademisi, mahasiswa dan lain-lain. Dampaknya, dalam berbagai kesempatan, Prabowo, Gibran dan Presiden Jokowi banyak menerima hujatan. Bahkan, ada akademisi yang menyarankan Gibran untuk mengundurkan diri dari kontestasi. Artinya, akademisi itu menyuruh Gibran untuk melakukan perbuatan melanggar hukum. Sebab, UU Pemilu pasal 552 mengatur, capres atau cawapres yang sudah ditetapkan oleh KPU tetapi mengundurkan diri, harus menghadapi ancaman pidana 5 tahun penjara.

Hukum positif yang berlaku, seperti dikesampingkan. Yang penting, bagaimana caranya agar pasangan Prabowo-Gibran terhambat atau gagal menuju kursi kepemimpinan nasional. Bahkan, ketika peserta Pemilu 2024 memasuki hari tenang, muncul film Dirty Vote, yang menurut sejumlah pihak sengaja dirilis bak senjata pamungkas untuk mencapai tujuan. Tiga ahli hukum tata negara yang tampil dalam film, diduga bukanlah akademisi netral.

Hari ini, semua akan ditentukan. Benarkah Prabowo dan Gibran tampil sebagai peraih suara terbanyak dan mengakhiri kompetisi dalam satu putaran sesuai hasil survei? Atau dua putaran? Atau Ganjar-Mahfud yang memenangi Pilpres? Atau Anis-Muhaimin?

Apa pun hasilnya, adalah menjadi kewajiban semua warga negara Indonesia untuk tetap mengedepankan kedamaian, kerukunan dengan tetap menjunjung tinggi kejujuran, keadilan sebagai bekal bersama mencapai Indonesia Maju. **