Mantan Napiter Angkat Bicara Soal Kotak Infak

Mantan Napiter Angkat Bicara Soal Kotak Infak

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Penyebaran kotak amal untuk membiayai aksi teroris menjadi tren saat ini. Dengan berkedok amal, teroris menyebar kotak infak ke berbagai tempat.

Berdasarkan data, Densus 88 menemukan 1.550 kotak amal terkait pendanaan terorisme pada 2021. Polri sebelumnya mengungkap sebanyak 20.068 kotak amal diduga digunakan untuk pendanaan jaringan Jamaah Islamiah (JI) di 12 daerah.

Salah seorang dokter, Sunardi, terduga jaringan teroris JI ditembak mati Densus 88 pada 8 Maret 2022 di Sukaharjo,  contohnya. Penanggungjawab HASI itu disinyalir menyalahgunakan pemberian amal untuk mendukung tindakan kekerasan dan logistik bagi kelompok teroris.

"Indonesia dikenal negara paling dermawan, ini yang kemudian dimanfaatkan teroris untuk mendapatkan dana bagi aksi mereka," ujar  Direktur Pusat Studi Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga, Ahmad Anfasul Marom dalam diskusi Merespons Terorisme di Balik Filantropi, Minggu (13/03/2022).

Menurut Marom, modus pemanfaatan filantropi dengan kotak-kotak amal ini tidak hanya secara fisik namun juga menggunakan lembaga amalnya. Lembaga amal ini yang sering muncul tanpa jelas keberadaannya.

Modus filantropi untuk pembiayaan aksi terorisme di Indonesia, termasuk di DIY semacam ini sulit dibongkar. Hal ini mengingat anjuran berdonasi di kalangan umat Islam telah melekat kuat dalam praktik ibadah, bahkan tertanam dalam struktur lapisan agama dan budaya.

Menurut dia, butuh pendekatan yang lebih strategis dan dalam untuk membangun kesadaran beramal masyarakat muslim. Masyarakat perlu diajak bersama membangun sensitivitas terhadap aktivitas filantropi yang disalahgunakan.

"Kita ini sedang tidak baik-baik saja, seakan-akan baik tapi perlu melihat fenomena (kotak amal untuk aksi teroris) ini," tandasnya.

Mantan narapidana kasus terorisme (napiter) JI yang melakukan aksi bom Bali, Joko Tri Harmanto atau dikenal dengan sebutan Jack Harun ikut angkat bicara.

Dia mengatakan tren kotak infak untuk aksi terorisme ini dimulai dari internal anggotanya. Organisasi mereka memfasilitasi anggotanya untuk berinfak ke lembaga.

"Namun dengan berjalannya waktu, kebutuhan dana yang cukup besar di lembaga yang dalam tanda petik merupakan kamuflase kelompok teroris, mereka menggunakan kotak sedekah untuk penggalangan dana karena di anggotanya minim sehingga mereka mulai menyebar kotak ke masyarakat umum dengan lembaga yang sudah disamarkan untuk tujuan tertentu," jelasnya.

Untuk mengantipasi penyalahgunaan kotak infak, semua pihak harus berani kritis. Mereka harus menanyakan tujuan orang-orang yang membawa kotak infak. "Harus tanya apa maksud mereka membawa kotak amal, dari mana mereka," ujarnya. (*)