Mahasiswa UGM Menciptakan Tempat Sampah Penghancur Masker

Mahasiswa UGM Menciptakan Tempat Sampah Penghancur Masker

KORANBERNAS.ID YOGYAKARTA -- Kewajiban menaati protokol kesehatan demi mencegah penyebaran Covid-19 merupakan tanggung jawab setiap orang. Penggunaan masker standar dalam durasi tertentu wajib dilakukan agar tetap aman bagi diri sendiri dan orang lain.

Masifnya penggunaan masker berdampak pada banyaknya sampah yang dihasilkan. Padahal masker sekali pakai membutuhkan waktu degradasi yang sangat lama. Hal ini tentu tidak ramah lingkungan.

Mengutip penelitian yang dilakukan Sangkham, pada 2020 menunjukkan adanya peningkatan penggunaan masker medis yang signifikan, yaitu 2.228.170.832 buah per 31 Juli 2020. Dari jumlah tersebut, Indonesia menyumbang sebesar 159.214.791 buah sampah masker.

Peningkatan penggunaan masker medis dapat menyebabkan dampak buruk, salah satunya terbentuk mikroplastik yang mencemari lingkungan.

Kondisi teresebut kian diperparah dengan belum adanya kesadaran masyarakat membuang masker medis sesuai pedoman yang benar di skala rumah tangga. Sampah masker medis tidak tertangani dengan benar.

Peneliti memperingatkan besar volume limbah masker dengan komposisi plastiknya, yang dapat menimbulkan ancaman lingkungan.

Melihat fakta tersebut, sekelompok mahasiswa mengembangkan tempat sampah ramah lingkungan yang dapat mengolah limbah masker medis menjadi bahan organik. Tempat sampah ini dibuat dengan menambahkan agen biodegradasi berupa mikroba Pseudomonas aeruginosa.

“Proses pengolahan sampah masker medis ini menggunakan cara yang paling ramah lingkungan karena tidak meninggalkan bahan yang sulit terurai di lingkungan,” terang Muhammad Ardillah Rusydan, Ketua Tim Pengembang, dalam keterangan tertulisnya kepada koranbernas.id, Rabu (8/9/2021).

Ardillah mengatakan limbah masker akan diurai oleh mikroba dalam waktu sekitar 10-14 hari. Meski proses degradasi memakan waktu lama, tetapi dengan pengembangan alat melalui penambahan sejumlah proses dapat mempercepat proses degradasi.

“Proses pemanasan dan penambahan nutrient serta penambahan jenis mikroba akan dapat mempercepat proses degradasi dari sampah masker medis,” kata mahasiswa Fakultas Biologi ini.

Tempat sampah yang dikembangkan Ardillah bersama  Gizela Aulia Agustin (Biologi), Isthafaina Dea Fairuz (Gizi Kesehatan), dan Asyifa Rizki Daffa (Teknik Nuklir 2020) lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) Universitas Gadjah Mada di bawah bimbingan Dr Endah Retnaningrum. Tempat sampah dirancang dengan ukuran 29x14x100 cm  berkapasitas 28,5 liter.

Tempat sampah dilengkapi shredder yang berada pada bagian atas, berfungsi mencacah masker medis menjadi cacahan kecil.  Lalu, pada bagian bawah shredder terdapat sensor ultrasonik yang telah disambungkan dengan mikrokontroler dan sprayer.

Dengan begitu saat cacahan masker jatuh melewati sensor tersebut maka secara otomatis sprayer yang telah terisi larutan bakteri akan menyemprotkan larutan tersebut ke arah cacahan masker medis. Kemudian,  pada bagian dasar tempat sampah didesain sedemikian rupa agar cacahan masker yang telah terdegradasi oleh mikroba akan masuk ke tabung penampungan.

Asyifa menambahkan ide awal pembuatan tempat sampah tersebut berawal dari keprihatinan mereka akan banyaknya limbah masker medis. Sejak pandemi Covid-19 penggunaan masker medis terus meningkat.

Penanganan limbah masker selama ini belum terlalu efektif karena masih menghasilkan polusi dan sulit untuk dijangkau masyarakat secara luas.

Bahkan berdasarkan Life Cycle Assesment (LCa) disebutkan proses insinerasi menyebabkan banyak kerusakan lingkungan. Prosesnya pun memerlukan penggunaan air yang banyak dan buangan dari insinerator menghasilkan partikel yang berbahaya bagi pernafasan makhluk hidup.

“Akses terbatas juga membuat alat ini hanya dapat mengolah sepersekian dari banyaknya masker medis yang terbuang di lingkungan ataupun masker medis yang telah digunakan,” kata dia.

Diperlukan sebuah terobosan serta inovasi alat pengolahan sampah medis yang dapat dijangkau oleh masyarakat dengan pengelolaan yang hanya menghasilkan sedikit polusi sehingga ramah lingkungan.

Dia bersama tim memanfaatkan miikroorganisme dengan kemampuan mendegradasi bahan anorganik dan mengubahnya menjadi bahan organik.

Harapannya alat yang kami kembangkan bisa menjadi solusi alternatif dalam mengurai persoalan limbah masker medis di masyarakat dan bersifat ramah lingkungan. (*)