Literasi Keagamaan Nusantara Tingkatkan Kerukunan Umat

Ribuan manuskrip keagamaan milik Indonesia berada di 29 negara.

Literasi Keagamaan Nusantara Tingkatkan Kerukunan Umat
Prof. I Nengah Duija, Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama (Kemenag) RI membuka Festival Literasi Keagamaan. (muhammad zukhronnee/koranbernas.id)  

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA - Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman agama, suku, budaya, dan bahasa yang sangat kaya. Namun, di balik keberagaman tersebut, terdapat juga potensi konflik dan intoleransi yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan literasi keagamaan Nusantara, yaitu kemampuan untuk membaca, memahami, dan mengapresiasi warisan keagamaan yang ada di wilayah Indonesia, yang mencakup berbagai agama, bahasa, aksara, dan media.

Salah satu warisan keagamaan nusantara yang perlu dilestarikan dan didayagunakan adalah manuskrip-manuskrip kuno yang berisi berbagai informasi tentang sejarah, budaya, agama, dan ilmu pengetahuan dari masa lalu.

Manuskrip-manuskrip ini memiliki nilai penting bagi bangsa Indonesia karena mencerminkan identitas, kebanggaan, dan warisan budaya yang luhur. Manuskrip-manuskrip ini juga menjadi sumber primer untuk mempelajari dan memahami perkembangan peradaban dan kebudayaan di Nusantara.

"Namun, sayangnya, banyak manuskrip-manuskrip ini yang tidak berada di tanah air, melainkan di luar negeri," kata Prof. I Nengah Duija, Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama (Kemenag) RI usai membuka Festival Literasi Keagamaan Rabu (15/11/2023) di pelataran Brahma Mandala kompleks Candi Prambanan.

"Kalau kita lihat dari manuskrip yang tercatat di berbagai perpustakaan baik di nasional maupun yang internasional itu, filolog telah mencatat ada di 29 negara jumlahnya mencapai ribuan," imbuhnya.

Menurut beberapa sumber, ada sekitar 26.000 manuskrip kuno Indonesia yang berada di Perpustakaan Universitas Leiden Belanda. Selain itu, ada juga sekitar 700 manuskrip kuno Indonesia yang berada di Perpustakaan Nasional Jerman Staatsbibliothek zu Berlin.

"Itu artinya sebagian rohani budaya bangsa dikuasai negara lain. Manuskrip-manuskrip ini dibawa oleh para penjajah, peneliti, atau kolektor dari masa kolonial hingga masa kemerdekaan, ada pula yang dijual belikan di pasar gelap," imbuhnya.

Manuskrip-manuskrip yang berada di luar negeri ini seharusnya dapat dikembalikan ke Indonesia agar dapat dilestarikan, diteliti, dan dimanfaatkan oleh generasi penerus bangsa.

Namun, proses pengembalian ini tidak mudah, karena harus melalui negosiasi, kerjasama, dan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan negara-negara yang memiliki manuskrip-manuskrip tersebut.

Selain itu, Indonesia juga harus memiliki kemampuan dan fasilitas untuk menyimpan, merawat, dan mengelola manuskrip-manuskrip tersebut dengan baik.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan dukungan dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun akademisi, untuk menjaga dan memperjuangkan manuskrip-manuskrip kebudayaan Indonesia yang berada di luar negeri.

Festival literasi keagamaan nusantara ini menunjukkan bahwa manuskrip-manuskrip kebudayaan Indonesia adalah warisan yang sangat berharga dan harus dihargai oleh seluruh bangsa Indonesia.(*)