Libatkan Masyarakat Jika Ingin Wastafel Berfungsi Langgeng
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri
Yudiana mengakui, wastafel dan fasilitas kebersihan lainnya terkait dengan
pandemi Covid-19, mestinya tidak hanya dibangun oleh pemerintah, melainkan
harus ada keterlibatan masyarakat. Dengan cara seperti itu, fungsi utama
wastafel sebagai tempat mencuci tangan diharapkan tetap langgeng, sekali pun
pandemi sudah dinyatakan berlalu.
Hanya saja,
dia melihat partisipasi masyarakat untuk merawat fasilitas umum sepertinya
masih kurang. “Saya lihat keterlibatan masyarakat masih kurang,†ujarnya Sabtu
(25/7/2020) di sela-sela diskusi di Coffe & Resto Taru Martani 1918.
Menurut dia,
apabila pemerintah sekadar membangun fasilitas, begitu terjadi kerusakan
mungkin akan butuh duit banyak untuk memperbaikinya.
“Menurut
saya, membangun fasilitas umum seperti itu jangan sekadar oleh pemerintah.
Harus melibatkan komunitas yang akan kita bantu,†kata dia.
Dia
mencontohkan hal yang biasa terjadi di lingkungan pemerintahan. Misalnya saja
pembangunan jalan desa. Setelah jalan itu rusak, warga desa sebagai pemakai
jalan menyatakan tugas pemerintah yang memperbaiki. Padahal biayanya tidak
sedikit.
Contoh lain,
program sumur pompa air di desa-desa. Dia melihat di mana-mana pompa sumur yang
dibangun pemerintah rusak, tidak ada yang memperbaiki. Jika saja sumur itu
dibangun dengan swadaya masyarakat dan pemerintah memberikan stimulan, maka
saat terjadi kerusakan mungkin yang memperbaiki masyarakat itu sendiri.
Misalnya,
ada program pemerintah senilai Rp 500 juta. Masyarakat menambah kekurangannya
sebesar Rp 40 juta atau Rp 100 juta. Pasti mereka akan merasa memiliki program
tersebut. “Kalau fasilitas itu rusak, masyarakat akan memperbaiki sendiri,â€
ujarnya.
Begitu pula
wastafel. Menurut Huda, kalau misalnya anggaran
pembuatan wastafel Rp 2 juta disediakan oleh pemerintah, pasti nanti
jika terjadi kerusakan tidak ada yang merawat.
Berbeda
misalnya jika pemerintah membantu membuat wastafel melalui metode kerja sama,
hasilnya akan berbeda. Kelompok-kelompok masyarakat itu diberikan dana stimulan
maupun insentif, kemudian mereka yang membangunnya sendiri.
“Saya kira
kalau rusak, maka masyarakat akan swadaya memperbaiki. Menurut saya metode
pelibatan dan partisipatif ini akan membuat program menjadi lebih murah dan
pemeliharaan lebih terjaga,†kata dia.
Huda
menilai, keberadaan wastafel sangat berdampak positif untuk mendukung protokol
kesehatan. Baginya, protokol kesehatan sangat baik untuk kesehatan masyarakat.
Artinya
meski pandemi berlalu semua protokol kesehatan tidak lantas hilang melainkan
harus tetap berjalan karena berdampak positif menurunkan angka kesakitan
masyarakat.
“Wastafel,
masker, tetap saja kita pertahankan agar masyarakat lebih sehat. Caranya
mempertahankan yang paling mudah tetap dengan pelibatan dan partisipasi
masyarakat. Jangan top down,â€
tandasnya.
Dia sepakat,
budaya hidup bersih tidak bisa dibangkitkan secara top down tetapi dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat.
Program kampung bersih tidak begitu saja pemerintah memberikan dana tapi bisa
dibuat acara dan apabila kampung mereka bersih akan mendapat penghargaan.
“Jadi
intinya adalah budaya kesehatan dan budaya kebersihan itu partisipatif
masyarakat sehingga di dalam masyarakat akan saling bekerja,†katanya.
Dia prihatin
jika ada wastafel tidak terisi air alias tidak berfungsi lagi. “Ya begitu itu kalau yang membangun
pemerintah maka tugas yang mengisi air pemerintah? Kalau kemudian yang
membangun masyarakat maka giliran mengisi air ya mereka dong. Nggak
mungkin pemerintah ngasih air tiap hari, gimana
caranya? Wastafel dibangun sampai pelosok kecil-kecil, petugas dari pemerintah
sedikit,†kata dia.
Menurut
Huda, semua itu tergantung metodenya. “Ketika kita menggulirkan anggaran untuk
program dengan metode yang keliru akibatnya program ini tidak berjalan baik,
program akan mahal. Dengan metode partisipasif maka program ini akan murah dan
langgeng,†kata Huda. (sol)