Klarifikasi Guru Besar UGM, Postingan Terkait Ade Armando Hanya Guyonan

Klarifikasi Guru Besar UGM, Postingan Terkait Ade Armando Hanya Guyonan

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA -- Salah seorang guru besar di Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Karna Wijaya, viral di sosial media (sosmed). Dia mengunggah ujaran yang mengarah kebencian terhadap pegiat sosial Ade Armando yang mengalami kekerasan saat unjuk rasa mahasiswa di Jakarta 11 April 2022.

Dalam unggahannya di Facebook, Karna menyampaikan ejekan terhadap Ade Armando. Karna juga meminta warganet menemukan celana Ade yang hilang untuk bisa dipakainya mengajar.

Unggahan yang akhirnya viral setelah diunggah ulang oleh akun lain. Akibatnya, Karna dipanggil Dewan Kehormatan UGM untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut, Senin (18/4/2022).

Usai dipanggil, Karna menyampaikan permintaan maafnya kepada UGM dan publik atas kegaduhan yang dibuatnya. Sebab unggahannya banyak mengakibatkan semacam “pencemaran” nama baik UGM di mata publik.

"Demi memulihkan marwah UGM dan untuk klarifikasi bagi semua pihak, perlu saya luruskan bahwa postingan tersebut sebenarnya berisi keprihatinan saya terhadap peristiwa yang menimpa AA saat demonstrasi mahasiswa tanggal 11 April yang lalu, namun oleh sebagian fans AA dipersepsikan sebagai bentuk penghinaan," paparnya.

Menurutnya, Ade Armando dinilai telah gagal memahami situasi emosional yang tengah berkembang di masyarakat sehingga yang bersangkutan mengalami peristiwa yang memalukan di tengah-tengah demonstrasi tersebut. “Hal inilah yang membuat saya melontarkan komentar di sosmed,” ujarnya.

Sebenarnya unggahan tersebut hanya dilakukan di laman Facebook miliknya. Namun ada seseorang berinisial JS yang bukan anggota kemungkinan men-share postingan tersebut di group FB Kagama sehingga menimbulkan kegaduhan dan diskusi yang panas di grup tersebut dan menyebar ke berbagai sosmed.

Karena panasnya diskusi di FB Kagama, Dekan FMIPA UGM secara arif memintanya segera menghapus postingan di laman FB. Dia segera melakukan penghapusan.

Guyonan

Menurut Karna, unggahan terkait Ade Armando hanya guyonan. Dia juga mengunggah fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan, ekonomi dan sainstek, seperti masalah klithih, pembegalan, pencemaran lingkungan, masalah migor dan lain lain.

"Namun yang dipermasalahkan oleh fans Ade Armando adalah postingan yang terkait dengan AA saja menimbulkan respons kemarahan publik," paparnya.

Dilaporkan

Kasus yang dialami Karna Wijaya tak berhenti. Pasca-minta maaf, dia justru dilaporkan pegiat sosial lain sekaligus politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Guntur Romli atau Gun Romli.

Gun Romli melaporkan Karna ke Polda Metro Jaya pada Senin (18/04/2022). Dalam laporan dengan nomor: LP/B/1983/IV/2022/SPKT Polda Metro Jaya tersebut, Gun Romli mempersangkakan Karna Wijaya dengan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 29 juncto Pasal 45 Ayat 3 dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.

Gun Romli melaporkan Karna atas dugaan kasus pengancaman terhadapnya di Facebook. Dalam sosmed tersebut, Karna membuat kolase foto Gun Romli dan sang istri dan Ade Armando.

Karna yang mengetahui laporan tersebut justru melaporkan balik Gun Romli. Saat dikonfirmasi, Selasa (19/4/2022) Karna juga menyiapkan tim hukum untuk melawan Gun Romli yang menyebutnya terlibat dalam gerakan radikal. "Kita akan lapor balik balik Guntur Romli, sedang kita siapkan tim hukumnya," paparnya.

Karna mengklaim, dirinya tidak punya masalah dengan Gun Romli. Dia hanya mengunggah kolase foto Gun Romli dengan caption yang merujuk pada kasus Ade Armando. Namun Gun Romli merasa terancam dengan unggahan tersebut. "Dia merasa terancam (sehingga lapor ke polisi). Kayak anak kecil," jelasnya.

Kepala Kantor Hukum dan Organisasi (Hukor)  UGM, Veri Antoni, menyatakan DKU memproses kasus Karna Wijaya. Jika terbukti melakukan pelanggaran kode etik maka Karna akan mendapatkan sanksi.

"Kemungkinan sanksi tentu ada, kalau ada pelanggaran kode etik tentu ada sanksinya tapi kan itu dah masuk kewenangan tim etik untuk menetukan jenis sanksi apa itu. Sanksi terberat dalam konteks kita misalnya bisa penurunan tingkat jabatan misalnya, penghentian kegiatan akademik, tentu kami kontak administrasi etiknya," jelasnya. (*)