Curhat Pedagang Pasar Ini Bikin Aktivis FPPR Trenyuh

Curhat Pedagang Pasar Ini Bikin Aktivis FPPR Trenyuh

KORANBERNAS.ID—Jeritan para pedagang di pasar tradisional Sleman terus terjadi. Alih-alih menangguk untung, para pedagang kecil mengaku semakin sulit mempertahankan usahanya dengan berjualan di pasar tradisional. Serbuan pusat-pusat perbelanjaan modern berjejaring, melemahnya daya beli masyarakat bawah dan kondisi pasar tradisional yang tidak layak, menjadi persoalan yang menghantui pedagang.

“Semakin berat mas. Sekarang ini kami lebih banyak melamun, karena pasar tradisional semakin sepi pembeli,” kata Wagiyo, seorang pedagang di Pasar Godean, Jumat (22/11/2019).

Menurunnya pembeli di salah satu pasar tradisional besar di wilayah Sleman Barat ini, dirasakan sudah cukup lama. Kondisi ini sudah disampaikan ke pemerintah daerah melalui berbagai cara.

Para pedagang, melalui paguyuban, secara mandiri juga terus melakukan upaya untuk meramaikan lagi pasar yang berlokasi di pinggir jalan provinsi Jogja-Godean ini. Namun sejauh ini, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Omset pedagang terus anjlok. Malah, beberapa pedagang mulai berhenti berjualan dan memilih menutup los atau kiosnya.

“Kami tidak bisa berbuat banyak kecuali ya tetap berusaha dan berdoa. Persoalan yang dihadapi pasar tradisional, terlalu berat untuk kami selesaikan sendiri,” kata Rubiyanto selaku Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sleman.

Menurut Aktivis Forum Peduli Pasar Rakyat (FPPR) Sleman, Riyanto Kuncoro, persoalan yang terjadi di pasar tradisional, merupakan bentuk kegagalan pemerintah daerah dalam melindungi pusat-pusat perekonomian rakyat. Pemerintah, tidak berhasil menyiapkan sistem yang mampu mengatur dunia usaha agar berjalan dengan adil dan menjamin para pelaku usaha tetap bisa menjalankan usahanya dengan baik.

“Persaingan tentu ada dalam dunia usaha. Tapi pemerintah harus hadir, agar persaingan itu berlangsung adil. Jangan sampai yang kuat kemudian mematikan yang lemah. Perlu dibangun sistem yang bisa menjamin semuanya masih bisa hidup dengan baik,” kata Kuncoro.

Sebagai aktivits FPPR Sleman, Riyanto mantan anggota DPRD Sleman dua periode ini, mengaku hampir saban hari blusukan ke pasar-pasar tradisional. Kenyataannya, dari ujung barat hingga timur Sleman, keluhan para pedagang pasar tradisional relatif sama. Pengunjung pasar yang sepi dan berujung pada turunnya omset pedagang, menjadi keluhan utama.

“Saya trenyuh. Saya merasakan betul kegelisahan para pedagang, karena berjualan di pasar adalah pekerjaan mereka yang utama, atau mungkin malah satu-satunya mata pencaharian mereka,” kata Kuncoro.

Melemahnya pusat-pusat perekonomian rakyat ini, menurut Kuncoro, samasekali tidak bisa diabaikan. Membiarkan ancaman terhadap pusat perekonomian rakyat, sama artinya dengan membuka potensi kesenjangan yang semakin besar di masyarakat yang akan bermuara pada kerawanan sosial.

“Sebenarnya bukan hal yang sulit. Asalkan pemerintah bisa memposisikan diri sebagai orangtua bagi rakyatnya. Perlu diajak berembug bersama bagaimana baiknya. Perlu gotong royong sithik eding. Ini dari aspek persaingan usaha. Kalau dari sarana prasarana, ya pemerintah harus mengalokasikan dana untuk merevitalisasi pasar tradisional agar lebih baik. Tidak ada alasan dananya tidak ada. Kalau APBD tidak cukup, bisa koq mengajukan usulan ke pusat. Persoalannya mau atau tidak. Itu saja,” papar kader PDIP yang mengaku siap untuk kembali ke panggung politik setelah 10 tahun njerum ini. (SM)