Ketua DPD RI Usul Zakat untuk MBG, Ini Tanggapan Mahasiswa UMJ

Sangat penting untuk menjaga zakat digunakan sesuai ketentuan syariah.

Ketua DPD RI Usul Zakat untuk MBG, Ini Tanggapan Mahasiswa UMJ
Mahasiswa Prodi Zakat dan Wakaf Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta. (UMJ), Suwarjono. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKRTA – Mahasiswa Prodi Zakat dan Wakaf Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Suwarjono, memberikan tanggapan terhadap usulan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Najamuddin, agar pemerintah mencari alternatif pembiayaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui skema zakat, infak dan sedekah (ZIS).

“Sangat penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah dan lembaga zakat untuk menjaga dan memastikan bahwa zakat digunakan sesuai dengan ketentuan syariah,” katanya, Selasa (21/1/2025).

Seperti diberitakan, Sultan Najamuddin setelah menghadiri Sidang Paripurna ke-10 DPD RI Masa Sidang III Tahun 2024-2025 di Senayan, Jakarta, Selasa pekan lalu, mengusulkan agar pemerintah membuka kesempatan pembiayaan MBG kepada masyarakat melalui ZIS.

Usulan itu disampaikan mengingat anggaran dari negara belum menutupi total anggaran yang dibutuhkan untuk MBG.  Dia menilai DNA atau rantai molekul berisi materi genetik masyarakat Indonesia memiliki sifat gotong royong.

Memiliki tradisi

Menurut dia, selama ini, banyak kalangan menengah atas yang sudah memiliki tradisi memberikan bantuan makanan kepada anak sekolah. Dia percaya masyarakat juga ingin bergotong royong terlibat langsung dalam pembiayaan MBG.

“Bagi kami, dalam program MBG terkandung misi kemanusiaan yang universal. Bagi sebagian besar anak-anak Indonesia di daerah, program MBG menjadi kebutuhan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan mereka,” ujar Sultan melalui keterangan resminya, Sabtu (11/1/2025).

Dia mendorong pemerintah memanfaatkan potensi zakat yang besar melalui lembaga-lembaga ZIS, khususnya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Dia juga menyebutkan ada banyak organisasi masyarakat atau ormas keagamaan yang bisa diajak untuk ikut membantu pembiayaan MBG.

Lebih lanjut Suwarjono menegaskan jika penggunaan dana zakat untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan, telah dibahas secara luas. Para ulama sepakat bahwa zakat dapat digunakan untuk membantu golongan yang berhak menerima (asnaf) termasuk fakir dan miskin, agar mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih layak.

Berfungsi strategis

Artinya, zakat dapat berfungsi strategis dalam memastikan akses terhadap MBG bagi mereka yang membutuhkan.

Dia menjelaskan, sebagai kewajiban bagi umat Islam, zakat memiliki ketentuan tersendiri untuk diberikan kepada golongan orang yang berhak menerima zakat. Dana zakat memiliki fungsi yang banyak bagi pembangunan Islam dan tidak sembarangan orang bisa mendapatkannya.

Menurut dia, semua perlu kembali pada aturan di dalam Al Quran Surat At Taubah ayat 60, Allah SWT berfirman, Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang terlilit utang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.

Agar tidak salah menyalurkan zakat, lanjut dia, perlu penjelasan mengenai golongan orang yang berhak menerima zakat, sesuai ayat tersebut. Asnaf penerima zakat yaitu asnaf fakir dan asnaf miskin. Fakir yakni golongan orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan, penghasilan bahkan harta kekayaan. Hidupnya dalam kondisi sulit membiayai dirinya sendiri. Orang yang fakir termasuk golongan yang berhak menerima zakat.

Makna fakir

“Menurut Buya Hamka, fakir bermakna membungkuk tulang punggung, sebuah sebutan untuk seseorang yang telah bungkuk karena memikul beban kehidupan.Apabila ada seseorang yang masih segar fisiknya, tidak bekerja atau berpenghasilan karena malas dan tidak mau berusaha, maka tidak dimasukkan golongan fakir,” terangnya.

Sedangkan miskin adalah orang-orang yang memiliki penghasilan, sudah bekerja sesuai kemampuan mereka, tidak malas, namun penghasilannya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dia menjelaskan, seseorang yang masuk golongan miskin, sudah berusaha semaksimal yang mereka lakukan namun tidak ada perubahan dalam hidupnya, maka zakat dapat membantu golongan miskin itu untuk meringankan beban ekonomi.

Di dalam Al Quran, definisi kata fakir dan miskin tidak dijelaskan secara gamblang. Kendati kedua kata tersebut dengan berbagai akar katanya terdapat dalam Al Quran lebih dari 14 kali untuk kata faqr dan lebih dari 33 kali untuk kata miskin.

Memohon perlindungan

Di dalam hadits juga disebutkan. ”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekafiran, kekurangan, dan kehinaan dan aku berlindung kepada-Mu dari (kondisi) dizalimi dan menzalimi orang lain.”(HR Ibnu Majah dan Hakim dari Abu Hurairah).

Dalam sebuah riwayat ditemukan doa Rasulullah SAW yang memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kefakiran. Sebagaimana tertuang pada riwayat di atas serta memohon ‘kehidupan dan kematian’ dalam kondisi miskin. Sebagaimana sabdanya, ”Ya Allah, hidupkanlah aku dalam kondisi miskin, dan wafatkanlah aku (juga) dalam kondisi miskin."

Ada sesuatu yang menarik dari doa Rasulullah SAW. Yakni kondisi atau sifat fakir merupakan kondisi yang sangat buruk, yang disejajarkan dengan kekufuran, kekurangan, dan kehinaan. Rasul SAW memberi contoh umatnya untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari beberapa kondisi tersebut. Dengan demikian, pantas bila Ali bin Abi Thalib RA dalam salah satu atsar-nya menyebutkan ”hampir-hampir kondisi kefakiran itu membawa seseorang pada kekufuran.

Menurut Suwarjono, seseorang dikatakan menjadi fakir apabila kebutuhan dasarnya lebih besar dari penghasilannya. Contoh, apabila seseorang memiliki kebutuhan dasar untuk hidup sebesar Rp 60-70 ribu, namun dia hanya berpenghasilan Rp 20-30 ribu, maka dia bisa disebut fakir.

Tidak bisa bekerja

Contoh lain, lanjut dia, seseorang yang sudah dalam kondisi tidak bisa bekerja (cacat fisik, sakit) namun dia memiliki harta sekitar Rp 25 juta, bisa dikatakan fakir karena sisa hartanya tersebut diperkirakan tidak mencukupi kebutuhan dasar hidupnya dengan perkiraan sisa usianya.

Adapun kebutuhan dasar fakir mulai dari sandang, pangan, papan dan kesehatan. Dan juga mengalami kemiskinan multidimensi. Dalam arti, tidak beruntung dapat duduk di bangku sekolah formal.

Sedangkan kriteria miskin adalah mereka yang masih memiliki penghasilan, tetapi belum dapat untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya meskipun dia mampu mengenyam pendidikan formal. “Misalnya seseorang dikatakan miskin apabila dia memiliki penghasilan Rp 700 ribu namun kebutuhan dasarnya lebih dari itu,” kata Suwarjono.

Dia menyatakan, perbedaan paling mendasar antara kriteria fakir dan miskin adalah seorang fakir memiliki penghasilan yang hanya bisa memenuhi kurang dari setengah kebutuhan dasarnya.  Hal itu bisa dikarenakan usia lanjut ataupun tidak mengenyam pendidikan formal.\

Standar zakat

Untuk menentukan seseorang masuk kriteria fakir dan miskin serta batasan dan standar zakat, lanjutnya, ada tiga cara pengukuran. Yaitu, kriteria berdasarkan Had Kifayah, kriteria berdasarkan Kehidupan Hidup Layak (KHL) dan kriteria berdasarkan Garis Kemiskinan (GK).

“Kriteria Miskin Berdasarkan Had Kifayah disadur dari Pusat Kajian Strategis BAZNAS (2018) dan disampaikan oleh KH Izzuddin Edi Siswanto Lc MA Ph D, menurut Ibnu Abidin, had kifayah adalah batas minimum yang dapat menjauhkan manusia dari kesulitan hidup,” jelasnya.

Yang termasuk hal ini adalah kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, atau hal lain seperti perkakas dan kendaraan yang tidak sampai pada tahap kemewahan.

Suwarjono melanjutnya, menurut Imam Nawawi, kifayah adalah suatu kecukupan yang di mana tidak kurang dan tidak lebih. Hal ini menandakan bahwa sesuatu disebut kifayah apabila tidak berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan.

Sangat darurat

Kemudian, Imam Syatibi mendefinisikan had kifayah yaitu sebuah ukuran kebutuhan yang sangat darurat dan fundamental.  “Kebutuhan itu bukan sekadar kecukupan yang primer, tetapi masuk kategori sekunder yang menjadi tonggak kelancaran hidup manusia,” katanya.

Landasan had kifayah yaitu berdasarkan Maqasid al-Syariah yang diukur berdasarkan dimensi makanan, pakaian, tempat tinggal dan fasilitas rumah tangga, ibadah, pendidikan, kesehatan dan transportasi.

Lalu, batas minimum pemberian zakat kepada golongan fakir dan miskin telah diatur oleh jumhur ulama. Madzhab Hanafi menentukan batas minimum zakat yang diberikan sebesar 20 dirham tanpa periode waktu tertentu. Jika mustahik sudah mampu, maka zakat tidak diberikan lagi.

Madzhab Syafi’i mengatakan tidak ada ukuran periode atau waktu pemberian. Lantas, mayoritas ulama berpendapat zakat diberikan untuk mencukupi kebutuhan selama setahun.

Kondisi tertentu

Terdapat istilah yang disebut dengan zakat inklusi, yaitu orang kaya dapat menjadi miskin dengan kondisi tertentu. “Jadi, kalau di masa depan seseorang sungguh-sungguh jatuh miskin, dia tetap berhak dibantu untuk menjadi berdaya dari zakat. Dengan demikian, dia dapat bangkit perlahan-lahan hingga mampu menjadi muzakki kembali,” tambahnya.

Sedangkan kriteria miskin berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah ketika pengeluaran seseorang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ini ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Beberapa kriteria miskin itu adalah tidak memiliki tempat tinggal yang layak, kepala keluarga tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan tetap, pernah mengalami kekhawatiran tidak makan dan pengeluarannya kurang dari garis kemiskinan yang ditetapkan BPS.  Pada Maret 2024 garis kemiskinan di Indonesia ditetapkan sebesar Rp 582.932 per kapita per bulan.

“Kemudian kriteria Miskin Berdasarkan Garis Kemiskinan adalah seseorang yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah nilai pengeluaran minimum yang harus dipenuhi untuk kebutuhan makanan dan bukan makanan,” jelasnya.

Siapa penerimanya

“Bisa saja dana zakat hari ini di gunakan untuk  membantu program Makan Bergizi Gratis namun harus kita lihat siapakah penerimanya, apakah fakir atau miskin atau mungkin tidak masuk dari kriteria keduanya,” katanya.

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan bakal ada perbedaan di antara para ulama terkait penggunaan dana zakat untuk program MBG.

“Beliau mengatakan kalau dari dana zakat tentu akan ada ikhtilaf atau perbedaan pendapat di antara para ulama kecuali kalau makanan bergizi tersebut diperuntukkan anak-anak yang berasal dari keluarga fakir dan miskin," kata Suwarjono mengutip Anwar Abbas.

Anwar Abbas juga mengatakan penggunaan dana zakat untuk MBG bagi anak-anak dari keluarga yang berada tidak tepat. Namun, dia mengatakan peluang program MBG menggunakan dana infak dan sedekah bisa dilakukan karena ketentuan penyalurannya tidak seketat ketentuan penyaluran zakat. (*)