Kenaikan Harga Sewa Kios Alun-alun Kemiri Purworejo Tanpa Musyawarah

Kebijakan kades menaikkan harga sewa tanah kios untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kenaikan Harga Sewa Kios Alun-alun Kemiri Purworejo Tanpa Musyawarah
Pedagang kopi Kartini Handayani dan Sopan keberatan dengan kenaikan sewa kios. (wahyu nur asmani ew/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Pengguna kios Alun-alun Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo Jawa Tengah merasa kecewa dengan Kepala Desa (Kades) Kemiri Kidul. Kekecewaan muncul sebab yang bersangkutan membuat kebijakan menaikkan harga sewa tanah sangat tinggi tanpa musyawarah dengan pengguna kios.

Dulu tanah yang terletak di utara alun-alun Kemiri kosong tak bertuan. Lokasi tanah di depan Pasar Kemiri dikapling-kapling ukuran 5 x 9 meter persegi per orang.

Salah seorang pengguna kios, Kartini Handayani, yang sehari-harinya berjualan kopi seduh dan makanan ringan merasa keberatan dengan kenaikan harga sewa tanah dari Rp 500 ribu - Rp 1 juta menjadi Rp 10 juta - Rp 12 juta.

Yani, sapaan akrabnya, selaku pemilik kios paling ujung itu mengatakan kios tersebut awalnya milik kakaknya, berhubung sang kakak meninggal dan anaknya masih kecil, sebagai wali dari ponakannya dia yang mengelola kios kopi itu.

Yani mengetahui kebijakan kades menaikkan sewa tanah kios untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

ARTIKEL LAINNYA: Tarif Sewa Naik Menjadi Rp 12 Juta, Pengguna Kios Alun-alun Kemiri Purworejo Kecewa

"Saya trenyuh Pak Lurah memiliki etikat baik untuk kesejahteraan masyarakat. Saya mengapresiasi nawaitu-nya Pak Lurah, tetapi proses yang dijalani kok tanpa musyawarah.Tetapi ketika proses kenaikan harga sewa tidak mengajak kami musyawarah, kesannya kami tidak beretika," ujar Yani, Sabtu (10/2/2024), di kios pojok selatan.

Yani prihatin dirinya sebagai warga Desa Kemiri Kidul merasa tidak mendapat pengayoman dari kades. Sebab tidak ada musyawarah. Harga sewa yang tinggi langsung ditentukan, penyewa diberi batas waktu singkat untuk segera membayar.

"Kami ini warga kecil yang tidak punya apa-apa, dari segi agama, pendidikan dan kekayaan kami kalah dengan Pak Lurah, kenapa Pak Lurah meniadakan musyawarah, kenapa Pak Lurah tidak mau duduk bersama, seolah-olah kami ini tidak punya etiket baik," ujarnya prihatin.

Yani dan pengguna kios lainnya merasa seperti didemo oleh Pemerintah Desa (Pemdes). "Belum ada sejarahnya Pemdes mendemo warganya sendiri, ini sejarah baru. Kami memilih Bapak saat pilihan kades, dengan harapan mendapatkan pengayoman, tetapi ternyata kebijakan Bapak menuai konflik. Kami sebagai warga Desa Kemiri Kidul kok merasa disa-siakan oleh kades," tandas Yani.

Menurutnya, pemdes dan pemerintah kecamatan sebelumnya tidak mematok tarif sewa yang tinggi  karena kebijakan yang pro masyarakat kecil. "Saya sebagai penjual kopi seduh sangat keberatan dengan kenaikan harga sewa tanah," ungkapnya.

ARTIKEL LAINNYA: Pemkab Kebumen Gelar Doa Bersama, Berharap Pemilu 2024 Aman

Padagang kopi lainnya, Sopan, menyatakan keberatan dengan kenaikan sewa tanah kios. Sebagai pedagang kecil, dirinya memiliki penghasilan yang juga kecil. "Saya keberatan dengan tarif baru Rp 10 juta hingga Rp 12 juta, sebab saya hanya pedagang kecil," sebutnya.

Pendapat berbeda muncul dari Vinno Aries Setyawan pemilik Apotek Kemiri Sehat yang menempati kios sebelah timur, usahanya berdiri sejak tahun 2009.

"Apotek Kemiri Sehat berdiri pada tahun 2009 dengan menyewa kios milik ibu Mujibatun Karomah (kios sebelah apotek yang sekarang). Seiring berjalannya waktu, tahun 2013 saya ditawari kios milik ibu Lilik dan akhirnya saya beli,”ungkapnya.

Kios yang dibeli kondisinya mangkrak dan rusak parah serta tidak bisa digunakan. “Saya membeli kios tersebut juga atas sepengetahuan desa sebesar Rp 60 juta dan membayar pologoro ke desa sebesar Rp 3 juta," jelas Vinno melalui sambungan seluler, Minggu (11/2/2024) malam.

Pada 2016 kios tersebut dibangun kembali dari nol dengan biaya sendiri. Selesai awal 2017 usaha Apotek Kemiri Sehat  pindah di kios tersebut.

"Tahun 2019 saya membuat surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan biaya sendiri sebagai salah satu syarat perpanjangan izin usaha (SIUP). Dari kronologi itu menggambarkan kios milik saya pribadi, tanah kami sewa dari desa," jelasnya. (*)