Kemarau, Begini Cara Petani Wonoboyo Mengatasi Kekurangan Air
KORANBERNAS.ID, KLATEN--Sudah tiga bulan ini, petani di Desa Wonoboyo Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten dihadapkan pada masalah kekeringan. Laiknya petani di daerah lain, ancaman kekurangan air untuk lahan pertanian juga dirasakan petani yang berbatasan dengan Desa Tangkisan Pos dan Desa Dompyongan ini. Beruntung, Desa Wonoboyo memiliki jaringan irigasi bawah tanah yang dalam keadaan mendesak bisa digunakan untuk mengaliri lahan pertanian warga.
Jaringan irigasi bawah tanah bantuan Balai Besar Bengawan Solo (BBWS) Solo tahun 1990-an itu dirasakan besar manfaatnya. Terbukti, ketika kemarau panjang tiba, petani di desa ini tidak terlalu merasakan dampaknya.
“Kalau kemarau tidak terlalu berpengaruh karena masih bisa nyedot air dari sumur (jaringan irigasi bawah tanah),” kata Kepala Desa Wonoboyo, Supardiyono, Senin (2/10/2023).
Supardiyono menambahkan, sumur untuk irigasi yang ada di desanya ada 2 macam, yakni sumur besar dan sumur kecil. Sumur besar berkapasitas 26 liter per detik itu menggunakan tenaga listrik, sedangkan sumur kecil cukup menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Yang menarik dari kedua sumur itu bila digunakan untuk mengaliri lahan pertanian dibebani iuran yang sangat terjangkau. “Kalau yang menggunakan sumur besar itu untuk beli pulsa listrik,” ujarnya.
Inilah yang membuat petani tidak khawatir. Sebab, jika lahan pertaniannya ingin cepat teraliri air bisa menggunakan sumur besar. Berbeda dengan menggunakan mesin pompa air untuk mengaliri satu petak saja bisa sampai berjam-jam.
Marno, petani yang tinggal di Dukuh Depok Desa Wonoboyo mengatakan, dirinya memiliki lahan satu patok atau sekitar 2.200 meter yang kini ditanami cabai.
Tanaman yang sudah berumur 3,5 bulan dan sudah tiga kali dipanen itu masih tetap membutuhkan air agar tidak rusak. “Sekarang ini daunnya sudah keriting dan berpengaruh ke buah. Buahnya juga tidak akan bagus kalau kurang air. Makanya ini saya aliri air,” katanya saat ditemui di lahan pertanian miliknya.
Diceritakan, di Desa Wonoboyo ada bantuan sumur dari pemerintah untuk keperluan irigasi. Dalam tiga patok atau sekitar satu hektar memiliki satu sumur bor. Sehingga untuk pemerataan air dan tertibnya pemakaian air tetap dijadwal. “Kalau saya biasanya untuk menyedot air butuh tiga liter bahan bakar. Beli eceran pertalite Rp 12 ribu per liter,” jelasnya.
Baginya, masalah air tidak terlalu berpengaruh. Sebaliknya, yang besar dampaknya adalah pupuk. Karenanya, dia berharap pemerintah mempermudah pupuk bagi petani.
Untuk tanaman cabai, Marno menggunakan pupuk Ponska dengan harga Rp 120 ribu per karung. Dirinya merasakan berat jika menggunakan pupuk nonsubsidi karena harga yang mahal sementara harga jual cabai justru turun. (*)