Kecerdasan Buatan, Harapan dan Tantangan bagi Sumber Daya Manusia

Oleh: Fauzan Abadi

Penggunaan AI harus dilihat sebagai alat pendukung untuk memperbaiki proses dan memperkuat keputusan. Selain itu, Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan dan regulasi yang mengatur penggunaan dan pengelolaan AI dalam sektor publik. Hal ini meliputi pedoman etika yang jelas, perlindungan data pribadi, dan mekanisme pengawasan yang efektif. Kebijakan ini harus mengikuti perkembangan teknologi AI dan mengakomodasi perubahan dan tantangan yang muncul.

Kecerdasan Buatan, Harapan dan Tantangan bagi Sumber Daya Manusia

PADA era serba digital saat ini, hampir semua negara  merasakan dampaknya, karena memang dunia digital tidak dapat dihentikan. Kemunculan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence - AI) membuat banyak peran manusia dalam dunia kerja terancam. Perkembangan era teknologi saat ini sangat pesat hampir di semua sektor. Semua melibatkan kemajuan teknologi, dan tentu hal ini membawa dampak positif dan negatif bagi lingkungan serta manusia di dalamnya.   

Artificial Intelligence (AI) yang sering disebut dengan istilah kecerdasan buatan, merupakan keilmuan yang fokus pada pengembangan teknologi yang dapat berpikir, berperilaku, dan bertindak seperti manusia. Pada era industri 4.0 saat ini sudah banyak teknologi AI, yang dengan mudah kita jumpai dan gunakan. Misalnya teknologi pengenalan wajah dan pengenalan suara yang ada di smartphone, interaksi bahasa canggih yang populer seperti Chat-GPT.  Artificial Intelligence (AI)  juga sering digunakan untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi dalam berbagai aspek, seperti bidang manufaktur, transportasi, kesehatan, pertanian, sumber daya manusia (human resources), dan masih banyak aspek lain yang menggunakan kecerdasan buatan ini.

Penggunaan kecerdasan buatan  saat ini kian pesat. Mulai dari perguruan tinggi, rumah sakit, sektor perbankan terkemuka di tanah air sudah mulai memanfaatkan teknologi digital. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat.  Penggunaan kecerdasan buatan  tentu saja  bukan tanpa alasan. Selain memiliki manfaat dalam hal penghematan biaya operasional, peningkatan layanan, mengelola data dan informasi dengan lebih cepat dan efisien, juga kemudahan dalam hal mendapatkan informasi secara capat dan akurat.  Akan tetapi di balik potensi luar biasa tersebut, artificial intelligence (AI) juga membawa sejumlah tantangan yang tidak boleh diabaikan. Tantangan-tantangan tersebut dapat terlihat dari adanya kekhawatiran tentang privasi dan keamanan data yang menyiratkan risiko kebocoran informasi pribadi, terdampaknya lapangan kerja bagi sumber daya manusia karena automatisasi dan penggunaan robotika dapat menggantikan pekerjaan manusia, serta adaptasi dan penyesuaian SDM dengan perubahan teknologi. Sumber daya manusia kian perlu memperoleh keterampilan dan pengetahuan baru yang diperlukan, untuk berinteraksi dan mengelola sistem AI. Untuk menghadapi tantangan itu, setiap sektor perlu melibatkan SDM yang ada dalam pelatihan dan pengembangan keterampilan yang relevan dengan AI. Ini dapat mencakup pelatihan teknis untuk berinteraksi dengan sistem AI, pengembangan pemahaman tentang etika AI, dan peningkatan keterampilan analitis untuk mengelola dan menganalisis data AI. Penggunaan AI harus dilihat sebagai alat pendukung untuk memperbaiki proses dan memperkuat keputusan. Selain itu, Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan dan regulasi yang mengatur penggunaan dan pengelolaan AI dalam sektor publik. Hal ini meliputi pedoman etika yang jelas, perlindungan data pribadi, dan mekanisme pengawasan yang efektif. Kebijakan ini harus mengikuti perkembangan teknologi AI dan mengakomodasi perubahan dan tantangan yang muncul.

Penggunaan AI membuat banyak perusahaan besar berlomba-lomba menjadi yang terdepan di teknologi ini. Sebagai contoh, Ray Kurzweil, Director of Engineering di Google memprediksi pada tahun 2029 AI dapat memahami sepenuhnya bahasa manusia. Saat ini kita dapat melihat kemampuan Chat GPT yang mampu menjawab hampir semua jenis pertanyaan. Kemudian Jeff Wike, Direktur Divisi Konsumen Global Amazon memprediksi bahwa belanja ritel di tahun 2025 akan didominasi oleh belanja online dan setengah dari barang yang dibeli adalah barang yang direkomendasikan oleh algoritma AI. Masyarakat sudah mulai dapat mengadopsi teknologi digital dan mulai meninggalkan cara-cara lama yang konvensional.

Selain membantu dan berperan di dalam kehidupan manusia, kecerdasan buatan AI juga memunculkan beberapa dampak di antaranya adalah:  terjadinya disrupsi pekerjaan dengan AI yang semakin canggih dan mampu melakukan tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, sehingga  mengakibatkan disrupsi yang signifikan pada pasar tenaga kerja. Terutama yang terjadi di negara-negara maju, karena adopsi dan akses masyarakat terhadap teknologi yang cepat. Namun demikian disrupsi juga sudah mulai dirasakan dampaknya di Indonesia.  Dampak negatif AI lainnya adalah potensi bias dan diskriminasi dalam proses pengambilan keputusan. Sistem AI dapat mempertahankan atau bahkan memperbesar bias dan diskriminasi yang ada jika data yang digunakan dalam proses pembelajaran (training) bersifat bias, atau dapat juga terjadi ketika algoritma yang dirancang tanpa pertimbangan yang memadai. Contoh yang paling sederhana adalah ketika mengembangkan aplikasi pengenalan wajah namun menggunakan hanya berbagai wajah dari ras tertentu saja. Tentu saja hal ini akan berdampak pada kegagalan AI dalam mengidentifikasi wajah dari ras lain yang memang sejak awal tidak diikutkan dalam proses pembelajaran pada awal. Potensi bias ini akan sangat mengganggu dan berdampak besar, khususnya di negara yang sangat sensitif terhadap permasalahan suku, agama, ras dan antargolongan.

Selain dapat memudahkan dalam setiap sektor lini dalam pelayanan secara tepat dan akurat, penting untuk mempertimbangkan beberapa dampak negatif dan fokus mengembangkan sistem AI yang bertanggung jawab dan etis yang dirancang dengan pertimbangan yang memadai untuk risiko dan tantangan yang mungkin terjadi.

Dengan demikian menghadapi pesatnya perkembangan teknolgi digital saat ini, diperlukan kebijakan dari pemerintah untuk mengelola perubahan yang dihadapi bagi SDM saat ini. Teknologi seperti AI mestinya dapat digunakan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kualitas sumber daya yang ada. Memiliki pemahaman yang baik tentang potensi dan batasan teknologi, penting bagi Indonesia, karena bagaimanapun juga kita sebagai warga negara Indonesia masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan adat istiadat ketimuran. Adanya kecerdasan buatan tidak bisa dijadikan alat untuk  menggantikan SDM yang ada, justru AI dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan dan peluang saat ini. Semoga. **

Fauzan Abadi, M.Pd

Guru MTs N, Sawah Lor, Banyusoco, Playen, Gunungkidul