Kandidat Cawapres Bermunculan, Pengamat Politik Nilai Dinamika Politik Meningkat 

Sejumlah nama cawapres mulai bermunculan untuk menjadi pasangan beberapa nama capres yang diusung parpol.

Kandidat Cawapres Bermunculan, Pengamat Politik Nilai Dinamika Politik Meningkat 
Pengamat politik UMY, Zuly Qodir. (istimewa)

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA -- Sejumlah nama calon wakil presiden (cawapres) mulai bermunculan menjelang Pemilu 2024. Diantaranya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kami, Menparekraf Sandiaga Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Gubernur Jatim Kofhifah Indar Parawangsa.

Berdasar hasil survei LSI, ada lima besar nama cawapres dengan elektabilitas tinggi. Selain Ridwan Kamil dengan 19,15 persen, nama Sandiaga Uno muncul dengan elektabilitas mencapai 14,4 persen. Disusul Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan 11,6 persen, Erick Thohir dengan 10,5 persen dan Khofifah Indar Parawansa dengan 6,8 persen.

Pengamat politik dan Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Zuly Qodir pun menyampaikan tanggapannya. Menurutnya, menjelang tahun politik, nama-nama politisi memang akan semakin mengemuka. Komunikasi politik pun akan semakin intensif dilakukan hingga 2024 mendatang.

"Cawapres seperti ridwan kamil, khofifah, dan lain-lain tentu akan melakukan komunikasi politik secara intensif dengan calon presiden yang sudah diusung," ujarnya saat dihubungi pada Kamis (5/4/2023).

Menurut Zuly, komunikasi politik yang semakin intensif itu menandakan terjadi dinamika di tingkat elit partai. Setelah Ganjar yang bukan merupakan Ketua Umum PDIP akhirnya diusung sebagai capres alih-alih Puan Maharani yang merupakan Ketum PDIP, dimungkinkan tokoh-tokoh dari sejumlah partai politik (parpol) dengan elektabilitas tinggi menurut sejumlah lembaga survei pun akan diusung sebagai cawapres.

Dengan banyaknya kandidat capres yang muncul saat ini pun disebut menandakan akan banyak alternatif yang bisa diambil sebagai pasangan kandidat presiden. Pimpinan parpol pun bisa memilih kandidat-kandidat tersebut untuk diusung menjadi cawapres. Parpol dinilai tak lagi bersikukuh mengusung ketua umumnya untuk diusung jadi cawapres.

"Pimpinan parpol pasti juga melihat elektabilitas dan aksebilitas kandidat [cawapres] yang diterima si capres. Kalau dia jadi ketua partai kemudian elektabilitasnya rendah atau dianggap jadi kartu mati, maka tidak akan dipilih capres yang diusung partai tertentu. Namun sekalipun [kandidat] bukan ketua partai, lalu kemudian dia memiliki elektabilitas yang tinggi dan aksebilitas yang tinggi maka kemungkinan didorong maju [cawapres]," tandasnya.

Dicontohkan Zuly, Ridwan Kamil yang masuk Partai Golkar bukan merupakan ketua partai. Namun dengan elektabilitasnya yang tinggi maka bisa saja didorong jadi cawapres alih-alih Airlangga Hartanto sebagai ketum Partai Golkar.

Apalagi bila dalam berbagai survei, elektabilitas Airlangga Hartanto lebih rendah dari Ridwan Kamil, maka diduga Partai Golkar akan realistis untuk mengajukan Ridwan Kamil sebagai cawapres. Begitu pula dengan partai lain yang melakukan komunikasi politik, baik di tingkat internal partai maupun dengan parpol lain dalam rangka menyesuaikan visi misi dan platform mereka.

"Kita akan lihat dinamikanya ini luar biasa. Bisa kita lihat pdip yang mengusung ganjar [jadi capres] dan bukan puan [maharani]. Dugaan saya selama ini untuk capres bukan puan, pasti orang lain karena bagaimanapun, survei meski bukan satu-satunya alat ukur yang bisa dijadikan patokan pasti terpilih [namun bisa jadi referensi]. Semua tergantung komunikasi politik dan elektabilitas di lapangan," ungkapnya.(*)