Jika Pertandingan Rawan, Sebaiknya Nihil Penonton
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Korban tragedi Liga I BRI 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang Jawa Timur usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya hingga berita ini diturunkan 130 orang meninggal. Kerusuhan terjadi usai laga di mana sebagian suporter Arema turun ke lapangan setelah tim kesayangannya kalah 2-3 dari Persebaya.
Tragedi tersebut tentu menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Ini adalah tragedi paling kelam dalam sejarah sepak bola di tanah air. Selain itu, juga tragedi dengan korban terbanyak kedua dalam sejarah sepakbola dunia. Kematian terbanyak adalah tragedi rusuh 24 Mei 1964, Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru yang menewaskan 328 orang.
Ketua DPW BM PAN DIY Herry Fahamsyah yang pernah menjadi media officer tim Persiba Bantul sangat prihatin dan menyesalkan adanya kejadian di Kanjuruhan yang menyebabkan korban jiwa tidak sedikit.
“Tentu ya ini menjadi catatan bagi PSSI dalam hal ini operator liga PT Liga Indonesia Baru (LIB). Padahal sudah berulangkali pihak keamanan mengevaluasi izin agar pertandingan rawan bisa diselenggarakan sore hari,” kata Herry kepada koranbernas.id, Minggu (2/10/2022).
Liga Indonesia Baru adalah perusahaan asal Indonesia yang merupakan penyelenggara kompetisi sepak bola Indonesia, yaitu Liga 1, Liga 2 dan Liga 1 U-20.
“Saya sangat menyesalkan jangan sampai karena kepentingan penyiaran agar tayang prime time kemudian menafikan unsur keamanan. Sekali lagi pertandingan di malam hari sangat rawan baik di dalam maupun di luar stadion. Saya berharap pihak keamanan juga tegas soal izin pertandingan, sekiranya pertandingan itu rawan maka bisa merekomendasikan bisa diselenggarakan tanpa penonton atau nihil penonton,” kata pegiat sepak bola ini.
Apalagi berdasarkan surat yang beredar di sosial media dari Polres Malang yang ditandatangani Kapolres AKBP Ferli Hidayat MH kepada Panpel Arema FC sudah ada permintaan agar pertandingan yang awalnya pukul 20:00 agar bisa digeser pukul 15:30. Dengan pertimbangan kerawanan pertandingan derby Jawa Timur tersebut.
Akibat dari kejadian ini, lanjut Herry, tentu sangat merugikan semua. Apalagi ketika kemudian PSSI di-banned oleh FIFA, bisa saja izin penyelenggaraan Piala Dunia dicabut. Lalu bagi timnas Indonesia bisa saja kemudian tidak bisa bertanding pada turnamen ketika PSSI di-banned oleh FIFA.
“Bahkan bagi suporter ketika kompetisi dibekukan kita tidak bisa mendukung dan menyaksikan tim kesayangan kita bertanding. Sekali lagi bagi kami, sepakbola tidak lebih berharga daripada nyawa manusia,” kata Herry. (*)