Jenderal Bintang Dua Mengisi Kuliah Umum di Unsoed
Transformasi Green Leadership mendesak diwujudkan menuju Indonesia Emas 2045.
KORANBERNAS.ID, PURWOKERTO -- Industrialisasi yang kurang mendukung sektor agraris dan emisi gas kendaraan merupakan problematika serius yang harus segera diatasi di era industri dan globalisasi saat ini.
Jika terus dibiarkan, dampaknya dahsyat di antaranya kerawanan pangan atau kelaparan, kemiskinan, pengangguran, alih fungsi lahan pertanian produktif yang semakin menggila, pencemaran lingkungan dan polusi udara serta limbah.
“Transformasi green leadership menuju Indonesia Emas 2045 mendesak untuk segera diwujudkan di negara yang kaya sumber daya alam ini,” ujar Mayjen Fulad S Sos M Si, Tenaga Ahli Bidang Ideologi Ketahanan Nasional Lemhannas RI, saat mengisi kuliah umum di Gedung Pascasarjana Unsoed, Sabtu (29/6/2024).
Peserta kuliah umum kali ini mahasiswa Pascasarjana Unsoed dari berbagai program studi seperti Magister Penyuluhan Pertanian (MPP), Magister Ilmu Komunikasi (MIK), Magister Agribisnis dan Magister Bioteknologi.
Prof Adhi Iman Sulaiman menyerahkan cendera mata kepada Mayjen Fulad. (prasetiyo/koranbernas.id)
Dari kalangan dosen Pascasarjana hadir di antaranya Direktur Pascasarjana Unsoed Prof Dr ret nat Imam Widhiono MZ MS, Dr Rili Windiasih M Si dan Koordinator Program Studi MPP Unsoed Dr Lilik Kartika Sari S Pi M Si.
Pada kesempatan itu, jenderal bintang dua asli Gombong, Kebumen ini membawakan materi Optimalisasi Strategi Manajemen Ekonomi Hijau dalam Ketahanan Pangan Guna Mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Menurut dia, green leadhersip yang dimaksud adalah kemampuan dari seorang individu pemimpin menentukan kebijakan pro-lingkungan dan dapat memengaruhi serta memobilisasi individu lain dalam organisasi untuk mendukung kebijakan pro-lingkungan tersebut.
Sedangkan ekonomi hijau merupakan kegiatan ekonomi yang selain dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan akhir kegiatan ekonomi, juga diharapkan memberi dampak tercapainya keadilan masyarakat maupun lingkungan dan sumber daya alam itu sendiri.
Sesi foto bersama usai kuliah umum. (prasetiyo/koranbernas.id)
Ikut memberikan materi, Pakar Pemberdayaan Masyarakat yang juga Dosen Pascasarjana dan Magister Ilmu Komunikasi Unsoed Prof Dr Adhi Iman Sulaiman SIP M Si. Materi yang dibawakan berjudul Tantangan dalam Pembangunan Eonomi Hijau Guna Mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Lebih lanjut, Fulad yang pernah menjadi penasihat militer di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 2012-2019 ini menjelaskan transformasi green leadership dapat dilakukan melalui lima hal.
Pertama, pendidikan dan kesadaran lingkungan, yakni inklusi kurikulum dan kampanye serta sosialisasi. Kedua, pengembangan kapasitas dan keterampilan, yakni pelatihan, workshop dan program pertukaran.
Ketiga, penggunaan teknologi dan inovasi berupa pemanfaatan platform digital dan teknologi ramah lingkungan. Keempat, kebijaksanaan dan dukungan pemerintah. Dan kelima, pemanfaatan jaringan dan kerja sama melalui networking dan kemitraan strategis.
Narasumber dan peserta kuliah umum. (istimewa)
Fulad menajak para pemimpin dan warga Indonesia untuk ikut mengurus negara. “Siapa yang akan mengurus negara, kalau bukan kita? Negara asing? Yang tidak ber-Pancasila?” tanya Fulad.
Dia menegaskan, kelemahan mentalitas bangsa saat ini adalah meremehkan mutu, suka membuat jalan pintas, sifat tak percaya kepada diri sendiri, sifat tak berdisiplin murni dan suka mengabaikan tanggung jawab. “Untuk menuju Indonesia emas 2045, semua sifat buruk itu harus dihilangkan,” jelasnya.
Dijelaskan, ada tiga syarat pemimpin Indonesia masa depan. Yakni sehat jasmani, sehat rohani dan sehat ideologi. Sedangkan tiga kriteria untuk memimpin Indonesia, yakni cerdas, berkarakter Pancasila dan visioner dengan mengedepankan kedaulatan negara dan bela negara.
Prof Adhi Iman Sulaiman mengemukakan, terwujudnya green leadhersip untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas dan manajemen kelembagaan sosial ekonomi.
Diawali dari desa
Yakni melalui Bada Usaha Milik Desa, Keompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), UMKM, Kelompok Sadar Wisata, PKK dan Posyandu.
“Semua itu diawali dari desa. Banyak potensi ada di desa, seperti sumber daya alam, sumber daya sosial dan budaya, sumber daya ekonomi dan sumber daya lingkungan,” jelasnya.
Desa, lanjut Adhi Iman, bukan hanya tempat kita dilahirkan dan dibesarkan, dan bukan ramai ketika mudik lebaran atau libur tahunan.
“Desa adalah tempat peri kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk memajukan desa dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, di antaranya pengolahan pascapanen, agribisnis, agrowisata, eduwisata, agroindustri, local wisdom dan bioteknologi,” ujarnya. (*)