Sudarsono Dikukuhkan jadi Gubes Pertama IST Akprind
KORANBERNAS.ID-- Kabar gembira bagi IST Akprind. Kampus tersebut kini memiliki guru besar pertamanya. Ya, salah satu dosen IST Akprind, Sudarsono dikukuhkan menjadi guru besar bidang Ilmu Lingkungan.
Rektor IST Akprind, Amir Hamzah dalam pengukuhan gubes Sudarsono di kampus setempat, Kamis (31/10/2019) mengungkapkan Sudarsono adalah Guru Besar pertama yang lahir dari IST AKPRIND sepanjang usia IST AKPRIND yang telah genap mencapai 47 tahun. Predikat itu merupakan hasil perjuangan panjang 32 tahun karir sebagai dosen, jerih payah meneliti, menulis, publikasi, dan berbagai karya yang jadi persayaratan disandang Sudarsono.
"Hari ini mengenakan baju toga hitam sebagai simbol penegakan kebenaran, keadilan dan ilmu yang benar, kalung samir sebagai simbol bentuk tanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa dan manusia Indonesia. Semoga dengan diterimanya jabatan Guru Besar ini kontribusi dan keteladanan bagi kemajuan IST Akprind akan semakin nyata," paparnya.
Menurut Amir, Sudarsono bisa menjadi contoh belajar. Dia menempuh S3 pada usia 55 tahun dan menyelesaikan di usia 58 tahun. Hal ini mengingat pentingnya jenjang pendidikan S3 dan jabatan fungsional Lektor Kepala & Guru Besar untuk akreditasi Perguruan Tinggi maupun akreditasi Program studi.
Untuk akreditasi Prodi Baik Sekali diperlukan syarat perlu jumlah Doktor minimal 25% dan Jabatan Fungsional LK/GB minimal 35%, sedangkan untuk Unggul mensyaratkan jumlah doktor 38% dan LK/GB 53%. Tantangan berat bagi perguruan tinggi swasta.
Sementara Sudarsono dalam pidatonya mengungkapkan, energi baru terbarukan merupakan bagian yang sangat penting dalam pencapaian target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara nasional dan global dalam penurunan emisi GRK. Hal ini selaras dengan tiga pilar penting upaya penurunan emisi GRK, yaitu pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke sektor produktif, penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23% pada tahun 2025, dan pengolahan sampah menjadi sumber energi.
Peluang dan tantangan besar guna mencapai target bauran energi primer pada tahun 2025 adalah pencapaian target kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 45 GW. Dengan demikian diperlukan riset dan pemikiran yang berkelanjutan dalam pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), khususnya kemanfaatan serat alam lokal Indonesia guna mendukung mitigasi gas rumah kaca serta program Industri rendah karbon.
"Pemanfaatan serat alam lokal Indonesia dalam pengembangan energi baru terbarukan antara lain adalah komposit serat rami dengan core kayu sengon laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sudu kincir angin," ungkapnya.
Dari kajian yang telah dilakukan, komposit yang dibuat memiliki kekuatan dan kekakuan yang tinggi, densitas rendah, tahan korosi, kekuatan lelah (fatique) yang tinggi, dan mudah dibentuk. Sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan komposit tersebut memiliki keunggulan sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan sudu kincir angin, khususnya untuk pemasangan di pesisir pantai.
"Hal tersebut menjadi salah satu upaya dalam mitigasi gas rumah kaca berupa pembangunan pembangkit listrik rendah karbon dengan sistem konversi energi baru terbarukan," ungkapnya.
Beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia, antara lain peningkatan bauran EBT 30 persen pada 2045, penurunan intensitas energi 3,5 persen pada 2030 dan 4,5 persen pasca 2030. Selain itu, penegakan hukum terhadap moratorium hutan, kelapa sawit, pertambangan dan lahan gambut, peningkatan target reboisasi lebih dari tiga kali lipat, pemenuhan target air, perikanan dan keanekaragaman hayati, dan peningkatan produktivitas lahan 4 persen per tahun. (yve)