Jangan Dicap Negatif, Stunting Tak Pandang Keluarga Kaya atau Miskin

Coba perhatikan anak-anak usia SMP dan SMA nggak senang makan sayur.

Jangan Dicap Negatif, Stunting Tak Pandang Keluarga Kaya atau Miskin
Anggota Komisi IX DPR RI dari PKB DIY, Sukamto, menyampaikan materi sosialisasi Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana, Jumat (4/8/2023). (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Stunting bukanlah penyakit melainkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat kekurangan gizi kronis. Stunting bisa menimpa siapa saja tidak memandang berasal dari keluarga kaya atau miskin.

Komitmen kuat untuk menurunkan angka stunting tersebut muncul saat Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja H Sukamto SH, Anggota Komisi IX DPR RI, Jumat (4/8/2023), di Balai Aspirasi Masyarakat Kalurahan Sinduadi Mlati Sleman Sleman.

Sosialisasi kali ini dihadiri langsung  Inspektur Utama BKKBN Ari Dwikora Tono beserta jajarannya, Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Andi Ritamariani, Kepala DP3AP2KB Kabupaten Sleman, Wildan Sholichin, Panewu Mlati, Arifin serta sejumlah tamu undangan.

“Kenapa pemerintah gencar melaksanakan sosialisasi Program Bangga Kencana, karena sasaran adalah Indonesia Emas 2045 yang tinggal 21 tahun lagi. Maka harus dipersiapkan sedini mungkin supaya tak ada stunting,” ungkap Sukamto.

Pemberian bantuan untuk ibu hamil di sela-sela sosialisasi. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Menurut anggota Fraksi PKB dari Daerah Pemilihan (Dapil) DIY itu, cara untuk mencegah stunting selain berdoa kepada Allah SWT juga memperhatikan kesehatan ibu hamil. “Sebenarnya stunting itu bukan penyakit, penyebab utamanya karena kekurangan vitamin,” ujarnya.

Sebagai bentuk komitmennya, Sukamto memberikan bantuan kepada delapan orang ibu hamil yang juga diundang sebagai peserta sosialisasi. Masing-masing menerima voucher belanja. Selain itu, mereka juga menerima kiriman telur selama masa kehamilan.

“Usahakan ibu hamil kopen makannya. Harus ada sayur dan buah. Minimal makan telur satu butir sehari. Kalau bisa dua butir. Jika kesulitan minta ke saya, setiap bulan saya kirim sampai melahirkan,” kata Sukamto.

Jika anaknya sudah lahir, dia juga berpesan agar diberikan ASI (Air Susu Ibu) selama dua tahun, minimal enam bulan untuk ASI eksklusif.

Sebagian dari peserta Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja H Sukamto SH, Anggota Komisi IX DPR RI, Jumat (4/8/2023). (sholihul hadi/koranbernas.id)

“Jangan sekali-kali bayi kurang dari enam bulan diberi makan selain ASI. Kalau terpaksa ASI tidak keluar kerja sama dengan sapi,” ujarnya bercanda disambut tawa. Artinya, bayi itu diberikan susu sapi.

Upaya lain mencegah stunting, menurut Sukamto, adalah menghindari pernikahan dini meski pemerintah sudah memberikan toleransi minimal berusai 19 tahun. Kemudian, tiga bulan sebelum menikah perlu periksa ke Puskesmas.

Di hadapan peserta sosialisasi yang juga dihadiri generasi muda, Ari Dwikora Tono menyampaikan visi Indonesia emas 2045 tidak bisa terpisahkan dari pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana.

“Sekarang tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia sudah ideal. Kita ingin membangun kualitas SDM agar sehat, berkualitas menghasilkan keluarga masa depan yang diharapkan,” ungkapnya.

ARTIKEL LAINNYA: PKM TanNas UGM Perkuat Sumber Daya Lokal sebagai Strategi Ketahanan Desa Pakunden

Sependapat dengan Sukamto, dia sepakat stunting jangan dijadikan bahan olok-olok atau dicap negatif, melainkan harus dibantu.

Itu sebabnya pencegahan perlu dilakukan sejak awal dimulai dari hulu. Jika angka stunting berhasil turun maka terbentuk keluarga yang sehat sehingga negara menjadi kuat.

Andi Ritamariani juga menegaskan pentingnya pemberian ASI eksklusif karena faktanya masih ada sekitar 44 persen anak tidak diberi ASI. Padahal, ASI eksklusif sangat banyak manfaatnya bagi tumbuh kembang balita.

“ASI itu itu ekonomis. Tidak beli. Terjamin gizinya. Bersih. Mudah dibawa ke mana-mana. Satu satunya makanan yang paling cocok untuk bayi usia nol bulan sampai 6 bulan adalah ASI,” ujarnya.

Sedangkan Wildan Sholichin menerangkan pola makan dan pola asuh merupakan kunci menangani stunting.

ARTIKEL LAINNYA: Diikuti Relawan dari 19 Negara, Simulasi Penanganan Bencana Tingkat Asia Tenggara Digelar di Bantul

“Coba perhatikan anak-anak usia SMP dan SMA nggak senang makan sayur. Itu rawan jika menjadi calon ibu muda. Jika punya putra putri remaja mari kita ajak membiasakan suka makan sayur,” kata dia.

Mengingat stunting saat ini telah menjadi musuh bersama maka sudah semestinya diperangi karena bisa menyebabkan generasi Indonesia tidak maju.

Dalam kesempatan itu Panewu Mlati, Arifin, memberikan apresiasi kepada anggota DPR RI Sukamto, yang sudah banyak membawa-program masuk ke wilayahnya mulai dari kesehatan, pekerja migran, KB, BPJS Kesehatan dan lainnya.

Melalui sosialisasi seperti ini warga menjadi semakin melek program. “Jika tidak ada sosialisasi informasinya terputus. Ke depan tantangan ini tidak ringan. Jika bonus demografi tidak dikelola secara baik bukan menjai potensi tetapi bencana,” kata dia. (*)