Ini Tiga Pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

Produk obat yang diproduksi atau diedarkan harus sudah terjamin keamanannya.

Ini Tiga Pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Anggota Komisi IX DPR RI, Sukamto, memberikan pengarahan pada kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Obat dan Makanan, Sabtu (25/5/2024), di Balai Kalurahan Srimartani Piyungan Bantul. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL– Kepala Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Yogyakarta, Bagus Heri Purnomo, menegaskan pemerintah tidak bisa bekerja sendiri melaksanakan tugas pengawasan obat, makanan, jamu, suplemen dan kosmetik yang beredar di pasaran.

“Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan tentu kami Badan POM khususnya BBPOM di Yogyakarta tidak bisa melakukan pengawasan sendiri,” ujarnya saat menjadi narasumber Komunikasi, Informasi dan Edukasi Obat dan Makanan Bersama Tokoh Masyarakat, Sabtu (25/5/2024), di Balai Kalurahan Srimartani Piyungan Bantul.

Melalui program yang diinisasi oleh anggota Komisi IX DPR RI H Sukamto SH itu, Bagus menyebutkan ada tiga pilar di dalam sistem pengawasan obat dan makanan.

Pertama, kata dia, pengawasan oleh pelaku usaha yaitu produsen, distributor maupun retail. “Caranya adalah menjamin bahwa produk obat yang diproduksi atau diedarkan sudah terjamin keamanannya,” jelasnya di hadapan ratusan peserta kegiatan itu.

Kepala BBPOM di Yogyakarta, Bagus Heri Purnomo. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Pilar kedua adalah pemerintah salah satunya BBPOM di Yogyakarta yang melakukan tugas pengawasan sebelum maupun setelah obat dan makanan beredar ke masyarakat.

“Kemudian yang tidak kalah penting yaitu pengawasan oleh masyarakat. Bapak Ibu sekalian berhak melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang beredar, karena Bapak Ibu juga sebagai konsumen sehingga harus mengetahui apa itu obat dan makanan,” kata Bagus tentang pilar ketiga.

Pengawasan oleh masyarakat, lanjut dia, salah satunya dengan memilih obat dan makanan yang aman dikonsumsi. Inilah pentingnya Badan POM khususnya BBPOM DIY bersama Komisi IX DPR RI terus memberikan edukasi kepada masyarakat.

“Hari ini kami bersama Bapak Sukamto memberikan edukasi. Diharapkan nanti Bapak Ibu sekalian bisa lebih memahami dan mengetahui bagaimana memilih obat dan makanan yang aman,” jelasnya.

Sesi foto bersama narasumber, tamu undangan dan peserta kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Obat dan Makanan. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Harapannya pula, apabila ada yang menemukan produk yang dicurigai tidak memenuhi ketentuan bisa melaporkan ke BBPOM di Yogyakarta.

Tak lupa, Bagus juga meminta para orang tua mewaspadai obat-obatan jenis tertentu yang disalahgunakan oleh sebagian remaja dan anak-anak muda, salah satunya berupa pil sapi yang juga dijual secara online.

“Harap hati-hati. Pantau dan awasi putra putri Bapak Ibu agar tidak terjerumus,” pintanya seraya menunjukkan beberapa contoh obat-obatan yang dimaksud pada slide layar lebar.

Saat memberikan sambutan, pengarahan dan memandu jalannya diskusi, Sukamto menyatakan tidak semua obat dan makanan bisa dimakan.

Di hadapan peserta yang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, ketua RT dan RW, kader kesehatan serta tamu undangan, anggota legislatif pusat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyampaikan kunci menjaga kesehatan adalah mengurangi asupan gula, terutama gula pasir.

Penelitian Kemenkes

“Ini tidak berlaku bagi pak kiai dan bu nyai karena punya penawarnya,” kata Sukamto sambil bercanda.

Jika ingin tetap sehat, lebih detail lagi Sukamto menyarankan sebisa mungkin mengurangi Tiga G. Yaitu, gula, garam dan gorengan. Ketika disebut gorengan sebagian peserta seperti bergumam. Bukan rahasia lagi gorengan adalah salah satu menu makanan favorit bagi hampir semua orang.

“Dari hasil penelitian Kementerian Kesehatan, babon atau induk dari semua penyakit adalah gula. Apalagi yang gemuk-gemuk, gulanya tinggi memacu penyakit. Kurangi dengan olahraga, atau Bapak Ibu di sini ada yang biasa macul di sawah. Usahakan setiap hari berkeringat,” kata Sukamto.

Selain mencegah makan sembarangan, lanjut dia, juga tidak boleh mengabaikan istirahat dan olahraga. Berdasarkan ilmu kesehatan waktu tidur atau istirahat minimal enam jam, namun seseorang jangan tidur pada jam-jam tertentu karena justru merusak kesehatan.

Sebagaimana di dalam ajaran Islam, waktu yang tidak boleh digunakan untuk tidur adalah usai Subuh sampai matahari terbit, setelah Asar dan usai Magrib menjelang Isya.

Sepakat dengan Bagus Heri Purnomo, dalam kesempatan itu Sukamto mengajak masyarakat ikut membantu pemerintah mensukseskan program-program kesehatan, salah satunya berkontribusi ikut melakukan pengawasan terhadap peredaran produk obat, makanan, jamu, suplemen dan kosmetik. (*)