Ini Penyebab UMKM Sulit Perluas Pasar
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Produk-produk Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) di Provinsi DIY sebenarnya potensial namun masih terkendala kesulitan menembus
pasar. Ini terjadi karena para pelaku usaha di sektor tersebut belum mengantongi
Izin Usaha Mikro (IUM) maupun sertifikasi produk.
“Di Kota Yogyakarta
saja terdapat 26 ribu UMKM sedangkan yang memiliki IUM hanya 3.000 unit usaha, belum lagi di kabupaten,â€
ungkap Dwi Wahyu Budiantoro, Wakil Ketua Komisi B DPRD DIY, Selasa (28/7/2020),
di gedung dewan Jalan Malioboro.
Menurut Dwi,
itulah pertanyaannya. Apakah mereka belum menyadari pentingnya izin ataukah sudah
mengurus izin namun birokrasinya sulit. “Kalau sulit maka harus dipermudah. Jika
UMKM sudah punya basis ekonomi kenapa pemerintah mempersulit izin?†ujarnya.
Boleh jadi,
kata dia, sebagian UMKM memang malas mengurus perizinan. Masalah tersebut harus
dicarikan solusinya. “Kenapa malas? Apakah mungkin birokrasi atau biayanya memberatkan,
mari kita kaji. Petakan dulu supaya kami (DPRD DIY) tidak kesulitan menganggarkan,â€
kata dia.
Ketua Fraksi
PDI Perjuangan DPRD DIY ini menyadari UMKM merupakan salah satu penopang kekuatan
perekonomian DIY. Mereka harus dibekali perlengkapan supaya berani bertempur untuk
memperluas pasar nasional bahkan global. “Apa artinya pasar kalau persyaratan masuk
pasar belum komplet, kan repot,â€
ungkapnya.
Sebenarnya,
lanjut dia, tidak hanya kelengkapan IUM, produk yang dilempar
ke pasar pun harus mengantongi sertifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama
Indonesia), sertifikasi Badan POM maupun HAKI untuk produk-produk tertentu.
Semua itu butuh dana lumayan banyak.
Pemda DIY
melalu Dinas Koperasi dan UKM mau tidak mau harus memberikan dukungan. Caranya
adalah beri mereka kemudahan mengurus izin maupun perpanjangan izin.
“Ada kasus. UMKM
yang sudah dapat sertifikasi halal setelah dua tahun akan memperpanjang ternyata
nggak bisa karena alasan biaya. Apakah support pengajuan izin ini hanya untuk UMKM
baru? Dalam situasi saat ini karena pandemi Covid-19 pasti ada masalah,†ucapnya.
Dia menyebutkan
biaya pengurusan sertifikasi halal sekitar Rp 2,5 juta. Dengan adanya
pendampingan dari dinas, pelaku usaha cukup membayar partisipasi Rp 100 ribu.
Hanya saja
Dwi mengingatkan Pemda DIY harus benar-benar melakukan pemetaan supaya
fasilitasi itu tepat sasaran diterima UMKM yang benar-benar memiliki aktivitas bisnis
dan memang ingin maju, bukan sekadar UMKM abal-abal.
Soal dana,
menurut dia, jika saja APBD DIY tidak mencukupi mungkin bisa dicarikan
alternatif menggunakan Dana Keistimewaan (Danais).
Yang pasti,
kata dia, bicara pasar maka tidak bisa terlepas dari persyaratan kelengkapan administrasi
perizinan maupun sertifikasi.
Jika
keduanya tidak terpenuhi mereka tidak mampu bergerak lebih luas. “Pergerakan ini
harus digenjot. Untuk menembus pasar harus disertai kelengkapan administrasi yang
komplet,†tandasnya. (sol)