Ini Pengakuan Kepala Kemenag Sleman Soal Intoleransi

Ini Pengakuan Kepala Kemenag Sleman Soal Intoleransi

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sleman, Sa’ban Nuroni, mengatakan sampai saat ini intoleransi masih ada di tengah masyarakat. Tanpa upaya serius dan bersama-sama, dikhawatirkan bibit intoleransi ini kemudian mengarah ke ekstremisme dan akhirnya bermuara ke terorisme.

Berbicara usai pembukaan Dialog Antar Umat Beragama bertema Memahami Gerakan dan Bersatu Melawan Aksi Intoleransi dan Radikalisme, Sa’ban mengatakan pihaknya terus melakukan langkah antisipasi sekaligus merespons berbagai kejadian, dengan mengadakan dialog antar-umat beragama.

Kemenag juga terus mendorong moderasi beragama. Yakni gerakan untuk mendorong agar agama diamalkan oleh seluruh masyarakat dengan cara yang benar.

“Sehingga agama bisa menenteramkan dan mendamaikan. Maka dalam moderasi beragama, hasil akhirnya yang kita tuju adalah kerukunan,” kata  Sa’ban, Rabu (8/4/2021).

Dialog-dialog semacam ini sangat penting dilakukan, untuk membangun kesadaran tentang perbedaan. Pemahaman adanya perbedaan diharapkan memunculkan kesadaran saling mengenal satu sama lain, sehingga saling menghormati dan menghargai.

“Jadi moderasi beragama itu adalah proses menuju kerukunan umat beragama. Kerukunan akan menjadi modal penting bagi pembangunan segala bidang,” lanjutnya.

Pada dialog antar-umat beragama yang berlangsung di The Atrium Sleman, Kanit Binmas Polres Sleman Ipda Suryo banyak memaparkan ciri-ciri orang yang terpapar paham radikalisme. Mereka umumnya tiba-tiba anti-sosial dan berkumpul dengan komunitas yang dirahasiakan.

Yang bersangkutan, dari banyak kasus yang muncul selama ini, kerap mengalami perubahan emosi, mengungkap banyak kecurigaan dan melakukan berbagai kritik secara berlebihan. Bahkan, pada tahap tertentu dia juga menjadi jauh dengan keluarga serta memutus komunikasi dengan orang tua dan saudara.

“Biasanya, orang yang terpapar paham ini juga tidak menyukai pemikiran tokoh-tokoh agama yang moderat. Yang berbahaya, orang-orang ini biasanya juga tidak menyadari mereka telah berubah dan terpapar paham radikalisme,” katanya. (*)