Gelar Sosialisasi Empat Pilar, Afnan Hadikusumo: Jogja Payung Besar Kerukunan Bangsa

Tradisi Yogyakarta yang mengedepankan tepa selira memiliki kekuatan tersendiri, menjaga harmoni masyarakat yang majemuk.

Gelar Sosialisasi Empat Pilar, Afnan Hadikusumo: Jogja Payung Besar Kerukunan Bangsa
Anggota MPR RI M Afnan Hadikusumo pada acara Sosialisasi Empat Pilar Bernegara yang digelar oleh PD Aisyiyah Kota Yogyakarta di Aula Kantor Perwakilan DPD RI DIY, Sabtu (15/6/2024). (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Yogyakarta adalah Indonesia mini tempat mendidik anak-anak bangsa dengan berbagai latar belakang agama, suku, budaya, ras dan glongan. Keberagaman ini dapat menumbuhkan kekuatan sekaligus menjadikan Jogja sebagai payung besar kerukunan bangsa.

Namun demikian, keragaman itu pada sisi lain juga bisa menciptakan kelemahan. “Tergantung bagaimana masyarakat Jogja menangani persoalan ini,” ungkap M Afnan Hadikusumo, Anggota MPR RI, pada acara Sosialisasi Empat Pilar Bernegara yang digelar oleh PD Aisyiyah Kota Yogyakarta di Aula Kantor Perwakilan DPD RI DIY, Sabtu (15/6/2024).

Cucu Pahlawan Nasional Ki Bagoes Hadikoesoema itu mengakui semua tidak bisa menafikan terjadinya konflik di masyarakat. “Kita tidak menafikan terjadinya konflik di masyarakat, sebab konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat,” kata Afnan.

Senator asal Yogyakarta tiga periode yang akan mengakhiri masa pengabdiannya pada Oktober 2024 itu menambahkan, konflik dapat bersifat tertutup atau latent namun dapat pula bersifat terbuka atau manifest.

M Afnan Hadikusumo bersama peserta Sosialisasi Empat Pilar Bernegara. (istimewa)

“Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Hanya saja, terdapat katup-katup sosial yang dapat menangkal konflik secara dini, sehingga tidak berkembang meluas,” ungkap Afnan, yang dari hasil survei namanya melambung sebagai Calon Walikota Yogyakarta Pilkada 2024.

Namun, lanjut dia, ada pula faktor-faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi berkobar sedemikian besar, sehingga memporakporandakan rumah, harta benda dan mungkin juga penghuni sistem sosial tersebut secara keseluruhan.

“Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat rentan terhadap berbagai gejolak ini, sedikit pemicu saja sudah cukup menyebabkan berbagai konflik sosial,” kata dia.

Hal ini sudah disadari oleh para pendiri negara. Tradisi masyarakat Yogyakarta yang mengedepankan tepa selira maupun tenggang rasa yang diwariskan oleh nenek moyang ternyata memiliki kekuatan tersendiri dalam menjaga harmoni masyarakat yang majemuk.

Peserta Sosialisasi Empat Pilar Bernegara mendengarkan penjelasan yang disampaikan Anggota MPR RI M Afnan Hadikusumo. (istimewa)

“Dan nilai-nilai inilah yang melingkupi ide dan gagasan para pendiri negara kita yang dulunya merumuskan Pancasila maupun UUD 45. “Kita sejak kecil ditempa dengan perbedaan suku dan bahasa, supaya bisa bersosialisasi, dengan keadaan ini masyarakat timbul toleransinya. Toleransi itu harus dua belah pihak dan saling menghormati,” kata Afnan.

Wakil Ketua PD Muhammadiyah Drs Achid Widi Rahmanto menyampaikan, pluralisme merupakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.

Disebutkan, dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih tersebar.

Faktor yang membuat perbedaan-perbedaan itu terutama berasal dari ilmu-ilmu perilaku manusia (Behavioral Sciences) seperti sosiologi, antropologi dan psikologi.

Harus dijaga

“Ilmu-ilmu sosial tersebut mempelajari dan menjelaskan kepada kita tentang bagaimana orang-orang berperilaku, mengapa mereka berperilaku demikian dan apa hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya. Penyebab tersebut telah menimbulkan banyak konflik di dalam masyarakat,” ujarnya.

Sepakat dengan Afnan Hadikusumo, dalam kesempatan itu Akhid menyatakan Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata, Kota Pelajar dan Kota Budaya harus dijaga agar tidak terjadi konflik dengan berlatar belakang agama, suku, ras dan antargolongan. “Karena luka-lukanya akan sulit tersembuhkan,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, Ketua PD Aisyiyah Yogyakarta Hj Rowiyah menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu bangsa yang paling plural di dunia dengan lebih dari 500 etnik dan menggunakan lebih dari 250 bahasa.

Sebagaimana bangsa multietnik lainnya, menurut dia, persoalan-persoalan mengenai pengintegrasian berbagai etnik ke dalam kerangka persatuan nasional harus selalu menjadi perhatian semua. (*)