FPU Sesalkan Pelarangan Menjalankan Ibadah
KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Tindakan provokasi dan pelarangan menjalankan ibadah terhadap jamaah Masjid Nur Hidayah di Padukuhan Tegal Balong RT 01 Kalurahan Bimomartani Kapanewon Ngemplak Kabupaten Sleman, memperoleh respons dari berbagai pihak termasuk pemerintah.
Front Pembela Umat (FPU) juga menyesalkan adanya peristiwa tersebut, di mana jamaah masjid itu mendapat pelarangan dan intimidasi untuk menjalankan ibadah.
Seperti diberitakan, kasus tersebut sempat meletup pada 11 September silam, dengan aksi provokasi dari sejumlah warga yang menyegel rumah ibadah yang digunakan oleh sekitar tujuh kepala keluarga tersebut.
Meski kini segel sudah dicopot dan tidak ada lagi ancaman verbal, namun jamaah Masjid Nur Hidayah sempat diminta menghentikan aktivitas ibadah, untuk sementara waktu, seperti ibadah salat Jumat.
“Setelah kejadian pada 11 September itu, dipasang spanduk dan segel yang intinya dilarang melanjutkan pembangunan masjid, dilarang melakukan ibadah salat Jumat, pengajian dan lain-lain, padahal sebelumnya tidak ada masalah,” kata H Mansur SH, pengurus FPU.
FPU yang memberikan advokasi kepada jamaah Masjid Nur Hidayah lantas mengirimkan somasi. Somasi ditujukan kepada 10 orang yang dianggap memicu friksi pada warga di lingkungan RT 01 dan Masjid Nur Hidayah.
“Front Pembela Umat selaku gerakan aliansi masyarakat yang fokus mengawal untuk gerakan anti-disintegrasi dan antidisharmoni, kita sudah mengirimkan 10 somasi. Saya kirim surat pemberitahuan, pertama kepada Mulyono. Saya jelaskan di sana dasar hukum kebebasan beragama dan lainnya,” ungkapnya pada konferensi pers, Kamis (20/10/2022) sore.
Surat pemberitahuan yang tak diindahkan itu membuat FPU melayangkan somasi pertama. Somasi juga ditujukan kepada unsur pimpinan daerah kepada Forkompimda Sleman. Mansur menyebutkan, ketika dikirim somasi, mulai ada perubahan warga yang awalnya melakukan intimidasi kepada jamaah masjid.
“Pada saat somasi I tembusan kita teruskan kepada Bupati, Kapolres, Kapolsek, Camat serta Kepala Desa. Setelah ada tembusan, ternyata dari Pak Sekda kemudian turun tangan. Dan setelah itu ada mediasi difasilitasi Pak Sekda, intinya disepakati pelarangan dari mereka ditiadakan, yang penting setiap ada kegiatan aktivitas pengajian harus minta izin dulu,” sebut Mansur.
Lepas spanduk
Lebih lanjut, FPU memaparkan meski kesepakatan damai telah dicapai dan segel serta spanduk yang melarang aktivitas jamaah dicabut, namun intimidasi kembali dialami jamaah. Mansur mengungkapkan, sosok yang dimaksudkannya itu sempat menyampaikan peringatan secara verbal jamaah tetap dilarang beraktivitas.
“Tiga hari kemudian, mereka melepaskan spanduk dan segel yang dipasang. Setelah dibuka, Mulyono kemudian berorasi, ‘Ini segel saya buka, tapi kegiatan ibadah, tetap tidak boleh’, padahal dari mediasi yang difasilitasi Pak Sekda tidak ada begitu,” tandasnya.
Dinilai tak ada niatan baik, FPU yang menerima permohonan jamaah masjid kemudian melayangkan somasi lanjutan. Mansur menyebutkan jika tak ada itikad baik, maka FPU akan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum pidana.
Mulyono ketika dihubungi oleh wartawan melalui sambungan telepon tidak mengangkat telepon genggam miliknya. Ketika dihubungi, Sabtu (22/10/2022), selama lebih dari tiga kali, yang bersangkutan belum memberikan respons.
Sementara itu, Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa menyebutkan, pihaknya telah meminta Sekda Sleman, Harda Kiswaya, turun ke lapangan melakukan mediasi.
“Kami sudah minta ke Pak Sekda. Mediasi kan sudah dilakukan,” ujarnya kepada awak media, Jumat (21/10/2022) siang, dalam sebuah acara di Sleman.
Danang menambahkan, forum mediasi menunjukkan Pemkab Sleman berupaya menjembatani persoalan yang ada di tengah masyarakat.
Menurut Danang tidak semua persoalan harus dibawa ke ranah hukum. “Pemerintah kan sebagai fasilitator saja. Sekda sudah berusaha beberapa kali mempertemukan antarwarga (yang berkonflik),” tandasnya. (*)