Dies Natalis ke-37 ISI Yogyakarta Sederhana Tanpa Tamu Undangan

Dies Natalis ke-37 ISI Yogyakarta Sederhana Tanpa Tamu Undangan

KORANBERNAS.ID, BANTUL – Perayaan Dies Natalis ke-37 Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 2021 berlangsung sederhana, Senin (31/5/2021). Selain hanya dihadiri undangan secara terbatas, pelaksanaan Sidang Senat Terbuka di Rektorat kampus setempat Jalan Parangtritis Sewon Bantul itu juga mengacu protokol kesehatan secara ketat, mulai dari memakai masker, mencuci tangan serta menjaga jarak.

“Peringatan Dies Natalis sekarang ini berada dalam suasana keprihatinan, satu setengah tahun pandemi Corona yang mendera seluruh dunia. Peringatan Dies Natalis ini diselenggarkan dalam keadaan yang sederhana dan sangat khusus, yaitu dalam sidang senat yang terbatas dengan menerapkan protokol Covid-19 dan tanpa undangan yang hadir secara tatap muka,” kata Prof Dr M Agus Burhan M Hum, Rektor ISI Yogyakarta.

Kali ini, Dr Irwandi M Sn menyampaikan pidato ilmiah berjudul Membaca Disrupsi dalam Fotografi: Berkaca dari Perjalanan Studio Foto Potret di Yogyakarta. Sedangkan Rektor ISI Yogyakarta Prof Dr M Agus Burhan M Hum menyampaikan pidato bertema Kebangkitan Seni di Era New Normal.

Tema ini diangkat sebagai respons dan kebijakan atas kondisi pandemi Corona sebagai masalah aktual nasional maupun global.

“Sebenarnya dari fenomena ini, ada hikmah yang terhubung secara tidak langsung dengan kebijakan sebelumnya,” ungkap Agus Burhan.

Kebijakan yang dimaksud adalah seruan prioritas dan penyiapan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, maupun kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.

Sedangkan SDM yang dimaksud yaitu pekerja keras, dinamis, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kerja sama dengan talenta-talenta dunia dan industri.

Dalam pidatonya, rektor mengakui disrupsi teknologi informasi dan digitalisasi telah mengubah secara fundamental tatanan kehidupan sekarang. Implementasinya terlihat lewat interaksi sosial dan komunikasi, transaksi ekonomi, model produksi, wacana kebudayaan, produksi pengetahuan, dan juga pada paradigma seni yang baru.

“Sejak terjadi pandemi Corona dalam skala nasional dan global, perubahan pada dunia seni, pendidikan, bisnis, ataupun berbagai sistem yang terhubung dan membangunnya menjadi timpang,” ucapnya.

Kenyataan ini merupakan pemukul berikutnya, menyusul berubahnya berbagai sistem akibat disrupsi teknolologi informasi dan digitalisasai. Dunia seni dalam aktivitas fisik menjadi terbatas dan sunyi.

Pada masa new normal ini galeri dan museum seni rupa menjadi sunyi. Pergelaran pertunjukan yang langsung juga surut dengan drastis. Cinema dan bioskop banyak yang tutup.

Begitu pula, pendidikan kesenian, pendampingan, dan pengabdian masyarakat untuk seni dilaksanakan dengan penuh pembatasan. Festival seni, workshop, kolaborasi nasional atau internasional dalam bentuk fisik terhenti. “Demikian juga pertukaran modal ekonomi dan bisnis dalam dunia seni mengalami masa surut dan paceklik,” kata dia.

Menurut Agus Burhan, ISI Yogyakarta sebagai perguruan tinggi dalam lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diharapkan dapat memberikan tekanan perubahan pada visi dan tujuan peningkatan mutu pendidikan tinggi.

Yaitu, penyelenggaraan pendidikan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan anak bangsa yang mampu membangun potensi kreativitas yang berkelanjutan.

“Segala tujuan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi faktual nasional global dengan merebaknya pandemi Corona yang menghadang dengan berbagai persoalan multidimensinya,” ujarnya.

Dia menambahkan, pada setiap peristiwa seperti ini terbuka momentum untuk melakukan renungan reflektif melihat berbagai kekurangan dan pencapaian, serta memperbaikinya untuk kinerja yang lebih baik.

Menurut Agus Burhan media seni menjadi semakin demokratis dan memberi peluang yang besar pada semua pelaku seni. Ada kegairahan baru dalam masa new normal yang secara fisik interaksinya terbatas. Inilah suatu kondisi yang dalam sistem baru bisa dikatakan sebagai bentuk kebangkitan seni pada era new normal.

“Di ISI Yogyakarta banyak kegiatan seni yang juga dibuat dengan media virtual pada berbagai event penting. Dengan media virtual itu, bisa melibatkan berbagai komunitas di luar kampus, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dan langsung bisa diakses para stakeholder dari seluruh penjuru dunia,” kata Agus Burhan. (*)