Dengan Teknologi Nuklir Pengobatan Lebih Murah

Dengan Teknologi Nuklir Pengobatan Lebih Murah

KORANBERNAS.ID -- Mendengar kata nuklir kebanyakan orang masih merasa ngeri. Terbayang adegan-adegan penuh ledakan di film-film aksi.

Bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki 74 tahun silam memberi kesan nuklir terbukti digunakan untuk senjata berdaya hancur tinggi dan mematikan.

Bahkan radiasinya menyebabkan begitu banyak gangguan pertumbuhan mahluk hidup, mulai dari luka, kemandulan, sampai terjadinya mutasi gen.

Selain itu, sejarah juga mencatat peristiwa meledaknya pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl di Ukraina yang mengakibat paparan radiasi dahsyat hingga bilangan tahun.

Bencana ini meningkatkan perhatian mengenai reaktor fisi dan ratusan proposal reaktor di seluruh dunia, termasuk di antaranya yang sedang dibangun di Chernobyl akhirnya dibatalkan.

Namun sesungguhnya, jika dibandingkan dengan kecelakaan lalu lintas yang setiap tahun merenggut jutaan jiwa, selama penggunaannya sesuai prosedur paparan radiasi nuklir tidak sebesar itu.

Peristiwa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Fukushima Daichi Jepang, walau terdapat korban luka bakar namun tidak sampai merenggut nyawa manusia.

Sesungguhnya kini teknologi nuklir sudah bisa dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit termasuk kanker ganas yang menjadi salah satu faktor penyebab kematian tinggi di Indonesia pada kategori penyakit tidak menular.

Bahkan penyembuhan dengan teknologi nuklir ini diklaim lebih hemat dan murah daripada metode pengobatan lain.

Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir (PKNI) Eko Purnomo mengaku, stigma negatif terhadap nuklir sebagai bahan energi juga dialami pengembangan nuklir di bidang kesehatan.

"Masyarakat belum siap menerima keberadaan nuklir di lingkungan mereka, padahal jika dikaji lebih dalam, dibanding metode kemoterapi, penggunaan teknologi nuklir di bidang kesehatan memberi banyak keuntungan, terutama bagi penanganan penyakit kronis seperti kanker,” ucap Eko usai membuka pameran Indonesia Nuclear Expo (NEXPO) 2019 di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Jumat (6/9/2019).

Terapi kanker tiroid, lanjut Eko, melalui metode kemoterapi menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Namun dengan teknologi nuklir, penanganan kanker itu menghabiskan Rp 9 jutaan saja.

Karena lebih murah, penggunaan nuklir di bidang kesehatan sejatinya bisa ditanggung BPJS Kesehatan.

Namun sayangnya, selain stigma nuklir di masyarakat yang belum membaik. Selain itu, sarana prasana penyediaan teknologi nuklir di rumah sakit juga menjadi kendala.

Pakar kedokteran nuklir Johan Mansyur menambahkan, saat ini baru sekitar sepuluh rumah sakit yang memiliki peralatan kesehatan dengan teknologi nuklir. Rumah sakit ini tersebar di Jakarta, Bandung dan Medan.

“Dalam waktu dekat rumah sakit di Yogyakarta, Solo, Surabaya, Samarinda, Denpasar, Padang, Aceh dan Manado disiapkan sarana pengobatan dengan teknologi nuklir. Kita harap dengan semakin banyak rumah sakit ini akan mengikis stigma buruk ini,” tandasnya. (sol)