Demi Sekolah Anaknya, Wanita Single Parent Ini Tiap Hari Berkeliling Naik Sepeda Onthel

Demi Sekolah Anaknya, Wanita Single Parent Ini Tiap Hari Berkeliling Naik Sepeda Onthel

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Pandemi Corona yang berkepanjangan saat ini membuat sulit banyak orang. Pekerja dirumahkan, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), usaha gulung tikar dan sebagainya.

Salah seorang yang merasakan beban berat itu adalah Sumarsih Ambarini. Penduduk Giwangan Yogyakarta ini awalnya bekerja pada usaha laundry tapi karena pelanggan sebagian besar mahasiswa pulang kampung, pekerjaan sepi. Dia terkena PHK.

Harus menghidupi diri sendiri serta anak tunggalnya yang sekarang sekolah kelas 3 sebuah Madrasah Tsanawiyah di Yogyakarta, tentu bukan beban ringan.

Ambar, begitu dia biasa dipanggil, mencoba berjualan di rumah. Ternyata tidak begitu beruntung. Kemudian mengadu nasib berjualan dawet di dekat perempatan Giwangan. Ternyata sepi pembeli.

Akhirnya sejak tiga bulan lalu, wanita single parent karena berpisah dengan suami itu mencoba berjualan makanan kecil kelilingan. Dengan sepeda onthel-nya, hampir tiap hari Ambar mendatangi rumah ke rumah pelanggannya. Dagangannya ditaruh di boncengan dengan kotak plastik putih.

Selain makanan seperti nagasari, lapis, lemet, pisang aroma, tahu tempe bacem, tela goreng, juga ada bakmi, gudangan dan trancam. Harganya mulai Rp 1.000 sampai Rp 2.500. Dari usaha ini Ambar hanya mampu mengantongi keuntungan sekitar Rp 20.000 sampai Rp 30.000.

Cukupkah? “Tidak. Apalagi sekolah daring ini saya juga harus membeli pulsa," kata dia. Tapi mau apa lagi?

Apakah tidak takut setiap hari berkeliling pada saat virus Corona belum reda?

“Wah takut sekali. Tapi ini jalan mencari nafkah yang bisa saya lakukan. Bismillah nyuwun izin Allah semoga dianugerahi keselamatan,” kata wanita berpostur mungil itu.

Dia selalu tertib mengenakan masker. Selain rajin cuci tangan dan selalu mandi begitu sampai rumah, wanita ini juga patuh protokol kesehatan.

Mengingat anaknya punya kewajiban sekolah daring, Ambar membatasi pulang paling lambat pukul 10:00. Dia mengaku tidak paham IT tapi adiknya siap menjadi tutor sehingga dia tidak begitu terbebani.

“Yang penting saya sudah sediakan HP sebagai perangkatnya meskipun harus bersusah payah bisa membelinya,” ucapnya. Prinsipnya apapun kebutuhan pendidikan anaknya selalu harus disediakan.

Itulah sebabnya Ambar mengaku di kelas 2 masih menunggak bayar sekolah Rp 750.000. Sedang kelas 3, belum bayar daftar ulang maupun SPP.

Kesadaran sendiri

Ambar mengatakan kesadaran mematuhi protokol kesehatan harus dimulai dari diri sendiri. Dia belajar dari lingkungan, selain advokasi yang gencar dilakukan melalui media televisi dan radio juga ada imbauan dari RT bagi warga di lingkungan tempat tinggalnya. Jadi dia tidak pernah melepas masker saat berjualan dan berusaha menghindari kerumunan.

Seperti yang lainnya, Ambar berharap Covid-19 segera berakhir dan semua bisa menjalani kehidupan normal bebas dari kekhawatiran. (*)