Bank BPD DIY Diminta Bantu Pabrik Kain

Bank BPD DIY Diminta Bantu Pabrik Kain

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Anggota DPRD DIY, RB Dwi Wahyu B, meminta salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) Pemda DIY yaitu Bank BPD DIY ikut membiayai pabrik kain PT Primissima.

Pabrik yang berada di Sleman itu saat ini kondisinya sedang butuh bantuan. Wabah virus Corona atau Covid-19 membuat pabrik tersebut kesulitan operasional.

“Kami sebetulnya datang ke pabrik untuk memastikan nasib karyawan tetapi di dalamnya ternyata tidak hanya masalah karyawan saja, tetapi juga kondisi pabrik,” ungkapnya kepada wartawan di DPRD DIY, Rabu (29/4/2020).

Bersama anggota DPRD DIY lainnya yaitu Yuni Satia Rahayu, pada kunjugan kali ini Dwi ditemui langsung Sekretaris Perusahaan, Ishaq Nur Khozain beserta jajarannya.

Menurut Dwi, selama ini PT Primissima jadi “idola” para perajin batik di DIY. Dari keseluruhan omzet, sejumlah 30 persennya berasal dari pembelian para perajin batik.

Masalahnya, kata dia, kapas sebagai bahan baku kain harus impor dari Australia atau Amerika. Harganya sangat mahal. Jika pakai kapas produk Indonesia tidak cocok. Kadar airnya tinggi. Gampang putus.

“Saat wabah Corona ini omzet masih ada tetapi untuk beli bahan baku pabrik itu kekurangan anggaran. Sebenarnya bisa dengan skema mandiri tetapi tidak optimal,” jelasnya.

Mengetahui kondisi tersebut, Dwi Wahyu mengajak Bank BPD DIY ikut membantu. “Saya ingin Bank BPD DIY membiaya pabrik kain, daripada membiaya pembangunan hotel,” kata dia.

Menurut Dwi, NPL (Non Performance Loan) atau kredit bermasalah Bank BPD DIY sangat tinggi disebabkan membiayai pembangunan hotel.

“NPL Bank BPD DIY hampir 4,5 persen melebihi angka NPL nasional, salah satunya karena pembangunan hotel.” ujarnya.

Dari penjelasan manajemen pabrik kain, Dwi heran PT Primissima adalah BUMN tapi faktanya dukungan dari pusat tidak ada.

Contohnya, pernah mengajukan sekitar Rp 24 miliar untuk pengelolaan aset namun sampai hari ini tidak dikabulkan.

Akibat Covid-19 banyak mesin nganggur. Masih beruntung  dari 700-an karyawan hanya sekitar 91 orang yang dirumahkan. itu pun karena kontraknya habis. Selebihnya masih dipekerjakan.

Supaya perusahaan tetap bisa jalan maka dibuat sistem oglangan, sehari masuk sehari libur, sehingga gajinya dihitung hanya 15 hari kerja. Selain itu, mereka yang gajinya di atas UMR dikurangi 25-60 persen.

Pihak pabrik memohon pemerintah jangan melakukan lockdown.  Banyak warga mau bekerja tetapi tidak diperbolehkan padahal SOP kesehatan di perusahaan itu diberlakukan sangat ketat.

Yuni Satia Rahayu menambahkan, PT Primissima perlu perhatian serius dari kementerian karena di sana banyak pekerja yang menggantungkan nasibnya pada perusahaan itu.

“Mereka siap dengan bahan baku, sementara Dinas Koperasi dan UMKM DIY tempo hari katanya kesulitan bahan baku untuk membuat masker. Sebaiknya dinas ini bekerja sama dengan PT Primissima,” kata dia. (sol)