Angka Stunting pada Balita di Sleman Mencapai 6,92 Persen

Angka Stunting pada Balita di Sleman Mencapai 6,92 Persen

KORANBERNAS. ID, SLEMAN -- Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, menyebutkan berdasarkan hasil pengukuran status gizi anak di bawah lima tahun (balita) pada 2021, prevalensi angka stunting pada balita di Kabupaten Sleman sebesar 6,92 persen atau 3.445 anak.

"Jumlah tersebut dari sasaran balita sebanyak 59.275 anak dengan jumlah balita yang diukur antropometri sebanyak 49.765 atau 83,96 persen," kata Kustini kepada wartawan, Selasa (16/11/2021).

Menurut Kustini, untuk prevalensi angka stunting anak di bawah dua tahun (baduta) sebesar 6,16 persen atau 1.158 anak. "Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi stunting pada 2020 sebesar 7,24 persen atau 4.014 anak," kata Kustini.

Kustini menjelaskan, pengukuran status gizi balita pada 2021 menunjukkan penurunan jumlah balita yang dipantau, yaitu 35.658 dari 58.729 balita atau 60,72 persen serta belum semua data dilakukan verifikasi dan validasi.

"Penurunan jumlah balita yang dipantau serta belum optimalnya validasi data disebabkan adanya peningkatan kasus Covid-19 dan kebijakan PPKM sehingga banyak Posyandu tidak menyelenggarakan kegiatan pemantauan pertumbuhan," tutur Kustini.

Kustini juga mengatakan, dari 86 Kalurahan di 17 Kapanewon di Kabupaten Sleman, prevalensi angka stunting pada balita semuanya di bawah 20 persen atau berada di batas kategori aman (≥ 20 persen kronis) yang berarti tidak memiliki masalah kesehatan masyarakat.

"Namun tetap diwaspadai Kalurahan dengan kategori sedang (prevalensi 10-20 persen) sebanyak 16 Kalurahan (18,60 persen), kategori rendah dengan prevalensi 2,5-10 persen sebanyak 67 Kalurahan (7,79 persen) dan kategori sangat rendah dengan prevalensi kurang dari 2,5 persen sebanyak empat Kalurahan (3,5 persen) karena status gizi balita bersifat dinamis," katanya.

Dia mengatakan, faktor determinan penyebab stunting dapat dianalisa dari tindakan atau intervensi spesifik yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Sleman serta intervensi sensitif oleh OPD terkait.

"Adapun faktor determinan dari balita stunting di Kabupaten Sleman (3.445 balita) diketahui sebanyak 1.232 balita tidak memiliki Jaminan Kesehatan (35,76 persen), empat balita tidak ada akses air bersih (0,12 persen)," papar Kustini.

Kemudian sebanyak 45 balita tidak mempunyai jamban sehat (1,3 persen), 42 balita belum Imunisasi lengkap (1,22 persen), 2.009 anggota rumah tangga balita masih merokok (58,31 persen), 51 balita pernah mengalami kecacingan (1,48 persen), 594 ibu balita sewaktu hamil mengalami kurang energi kronis (KEK) atau sebesar 17,24 persen, 199 balita tengkes mempunyai penyakit penyerta atau sebanyak 5,77 persen.

"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek dibanding usianya," jelasnya.

Stunting terjadi sejak dalam kandungan ibu, yaitu pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), sedangkan kekurangan gizi pada usia dini dapat meningkatkan angka kematian pada bayi dan anak.

"Intervensi yang paling menentukan untuk dapat menurunkan prevalensi stunting adalah intervensi pada masa 1.000 HPK," katanya. (*)