Anggota MPR RI dan Akademisi Sepakat, Masyarakat Harus Sadar Konstitusi

Mengubah konstitusi memang tidak gampang.

Anggota MPR RI dan Akademisi Sepakat, Masyarakat Harus Sadar Konstitusi
Anggota MPR RI Cholid Mahmud saat sosialisasi di Kantor DPD RI DIY, Senin (31/7/2023). (sholihul hadi/koranbernas/id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Kenapa pembangunan di Indonesia dinilai kurang pesat dibandingkan Korea Selatan (Korsel). Ini karena masyarakat di Negeri Ginseng itu relatif memiliki kesadaran konstitusi yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat di sini.

Pertanyaan tersebut menjadi salah satu materi pembicaraan dan diskusi saat berlangsung Sosialisasi Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI, Senin (31/7/2023), di Kantor Perwakilan DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta.

Acara bertema Membangun Masyarakat Sadar Konstitusi yang diselenggarakan oleh anggota Anggota MPR RI Cholid Mahmud itu dihadiri narasumber akademisi Iwan Satriawan. Keduanya sepakat, dimulai dari sekarang masyarakat harus didorong agar sadar konstitusi.

“Penting bagi kita sebagai warga negara memiliki kesadaran konstitusi,” ungkap Cholid Mahmud pada sambutan pengantarnya.

ARTIKEL LAINNYA: ENESIS GROUP Berikan Bantuan Produk Kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Di hadapan hampir 100-an peserta sosialisasi serta dipandu moderator Wajdi Rahman, Cholid menyampaikan kesadaran itu perlu dibangun antara lain melalui pemahaman mengenai ketugasan MPR RI sebagai lembaga tertinggi di negara ini.

Cholid kemudian menyebutkan empat tugas MPR RI yaitu mengubah konstitusi, melantik presiden dan wakil presiden, memberhentikan presiden dan wakil presiden serta memilih presiden dan wakil presiden jika tidak bisa menjalankan tugas sesuai konstitusi.

“Sampai hari ini yang dikerjakan oleh MPR RI hanya satu yaitu melantik. Selain tugas itu, tugas yang lainnya tidak pernah dijalankan,” ujarnya disambut tawa peserta yang memenuhi aula DPD RI DIY.

Menurut Cholid, mengubah konstitusi memang tidak gampang. Syaratnya, harus diusulkan oleh sepertiga anggota MPR dan saat sidang dihadiri setengah anggota MPR kemudian disetujui dua per tiga anggota.

ARTIKEL LAINNYA: Sembilan Tahun Lukman Berdagang Ubo Rampe Peringatan Hari Kemerdekaan di Kebumen

“Sejak reformasi, DPD RI secara kelembagaan mengajukan usulan perubahan konstitusi. Pada zaman pemerintahan Presiden SBY, tanda tangan usulan sudah sepertiga lebih. Beberapa hari akan disidangkan, satu fraksi menarik dukungan,” ujarnya seraya menambahkan usulan itu pun akhirnya tidak jadi atau gagal.

Intinya, lanjut dia, mengubah kontitusi memang boleh tetapi secara teknis sulit dipenuhi. Rumitnya persyaratan itu dimaksudkan supaya perubahan konstitusi hanya bisa terlaksana jika memang betul-betul penting. “Faktanya sampai hari ini yang ingin mengubah konstitusi tidak bisa,” tandasnya.

Sambil bercanda, Cholid menjelaskan karena tiga pekerjaan penting lainnya praktis tidak pernah dikerjakan oleh MPR RI, maka anggota MPR membuat, dalam tanda petik, pekerjaan sendiri yaitu sosialisasi yang dulu bernama Sosialisasi Empat Pilar.

Sependapat dengan Cholid Mahmud, Iwan Satriawan selaku peneliti senior Pusat Kajian Konstitusi dan Pemerintahan UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) sepakat untuk terus menerus membangun masyarakat agar sadar konstitusi.

ARTIKEL LAINNYA: Ratusan Meter Trotoar Tidak Layak untuk Pejalan Kaki

Iwan yang pernah melakukan riset di Korsel menyampaikan, sewaktu dirinya berdiskusi dengan ahli tata negara di sana, diketahui Korea kuat karena masyarakatnya terdidik bagus.

Karena rata-rata punya kesadaran konstitusi sehingga warga negara di sana tidak bisa ditakuti-takuti bahkan bisa bernegosiasi dengan pemerintah terkait dengan suatu kebijakan.

Seperti Indonesia, Korsel pernah mengalami reformasi pada tahun 1980-an dan terus dipertahankan. Contoh, demonstrasi di sana dijamin konstitusi. “Demo di sana tak banyak dijaga, polisi hanya menjaga di sudut-sudut,” ujarnya mencontohkan.

Iwan menambahkan, demokrasi yang diiringi dengan membangun kesadaran konsitusi di Korsel lebih efektif bagi pembangunan negara itu. “Minimal yang berkuasa akan pikir-pikir jika membuat kebijakan yang tidak benar,” ungkapnya.

ARTIKEL LAINNYA: Samsung Galaxy Tab S9 Hadirkan Pengalaman Premium Galaxy ke Sebuah Tablet

Meskipun Korea lebih maju namun tidak diiringi membangun kesadaran spiritual sehingga di negara itu angka bunuh diri terus menerus meningkat.

Menurut Iwan, kesalahan fatal demokrasi adalah memproteksi kekuasaaan dan mengancam warga negara, setidaknya dari kacamata kalangan akademisi serta dunia kampus sekarang ini banyak undang-undang dibuat bukan untuk membatasi kekuasaan dan melindungi warga negara, tetapi justru sebaliknya.

Selain itu, lanjut dia, di dalam pemerintahan yang menganut sistem demokrasi keberadaan oposisi adalah sah agar terjadi check and balance sebagaimana diatur di dalam sistem ketatanegaraan. Dengan bahasa pergerakan persyarikatan Muhammadiyah oposisi merupakan bagian dari dakwah amar ma'ruf nahi munkar.

“Belajar dari konstitusi negara, prinsip harus ada pembatasan kekuasaan supaya tidak ada lembaga negara yang memiliki kekuatan dan kekuasaan secara absolut sehingga disalahgunakan,” tandasnya.

Dia mengakui, mengubah konstitusi  syarat, metode dan teknisnya memang dibuat sulit karena sudah punya dua kali punya pengalaman menjatuhkan dua presiden. (*)