Ancaman Resesi, Pekerja di-PHK Akibat Pandemi

Ancaman Resesi, Pekerja di-PHK Akibat Pandemi

PADA masa pandemi Covid-19 saat ini, telah dilaporkan adanya resesi di sejumlah negara. Mulai dari Singapura, Jepang, Jerman, Amerika dan kini Indonesia pun berada di ambang resesi setelah adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibat PSBB, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 dilaporkan turun ke angka minus 5,32 persen. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang tidak memiliki cadangan uang untuk bertahan pada masa pandemi, terancam kolaps dikarenakan permintaan konsumen yang kian menurun. Eko INDEF, Aviliani, mengatakan bahwa angkatan tenaga kerja ada di UMKM sebesar 97 persen. Ketika UMKM bangkrut, maka akan berdampak pada PHK pekerja. PHK pekerja menyebabkan tidak adanya pekerjaan dan pendapatan yang pasti.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dua sektor yang terkena dampak paling parah saat pandemi adalah hotel, restoran dan transportasi. Ketika masa PSBB seperti ini, pasti kedua sektor tersebut sangat terdampak, karena sulitnya berpergian ke luar rumah. Jumlah wisatawan yang menurun akan mempengaruhi hotel, restoran dan transportasi. Travel internasional dikabarkan tidak akan kembali normal dalam beberapa tahun ke depan setelah pandemi selesai.

Dalam era New Normal, pemerintah berusaha menghidupkan sektor pariwisata untuk membantu perekonomian Indonesia. Sektor pariwisata kini harus berfokus pada wisatawan dalam negeri. Pembukaan sektor pariwisata tetap mengedepankan protokol kesehatan yang berlaku. Dengan menghidupkan sektor pariwisata, akan menyebabkan sektor lainnya ikut bangkit. Mengapa demikian? Dengan penghidupan dan pengembangan sektor pariwisata, maka wisatawan yang datang akan semakin banyak, yang artinya akan membuat pelayanan bertambah. Untuk menambah pelayanan diperlukan jasa yang mendukung seperti pelayan hotel, pelayan restoran, pelayan toko oleh-oleh, pemandu wisata, biro perjalanan, dan transportasi antarkota.

Ketika peningkatan wisatawan domestik terjadi, perekonomian juga akan naik, walaupun tumbuhnya tidak seperti sebelum PSBB. Staf khusus Menteri BUMN, yang juga menjabat sebagai guru besar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Mohamad Ikhsan, mengatakan, bahwa masa pandemi kini justru mempercepat tranformasi digital dan mampu memberi kesempatan baru dalam pengembangan ekonomi nasional ke depan. Semua serba digital, saat ini masyarakat Indonesia lebih banyak berbelanja online daripada offline. Para pengusaha harus mulai mengubah pola pikir ketika masyarakat saat ini lebih banyak menggunakan jasa digital.

Saat ini Indonesia belum bisa dikatakan resesi, dikarenakan belum mengalami penurunan ekonomi dua triwulan berturut-turut. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia dari triwulan kedua memang sudah negatif, namun belum terlihat di triwulan ketiga. Harapannya di bulan September ini, pemerintah mulai meningkatkan belanja sebagai stimulus bagi perekonomian untuk menghindari terjadinya resesi.

Pengamat ekonomi Perbanas Institute Piter, Abdullah, mengatakan, pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak dapat dihindari selama periode pandemi virus Corona. Dia menyebutkan ada dua faktor yang membuat defisit kian melebar. Pertama, penerimaan negara anjlok karena perekonomian terhenti akibat wabah Covid-19, yang kedua adalah alokasi stimulus yang semula Rp. 405 triliun harus ditingkatkan hingga lebih dari Rp. 600 triliun.

Sebuah perusahaan dapat bertahan kurang lebih enam bulan sampai satu tahun dari menurunnya ekonomi nasional. Bila resesi benar terjadi, para pekerja akan terancam di PHK karena perusahaan mengefisiensikan biaya. Ketika masyarakat di-PHK, maka akan mendapat pengurangan pendapatan, dan harus me-restruktur pendapatan kembali untuk biaya hidup. Sedangkan karyawan yang dikurangi pendapatannya meskipun tidak di PHK, juga harus kembali mengatur keuangan demi memenuhi kebutuhan hidup.

Pemerintah harus melihat mana yang perlu diberi kebijakan dan mana yang perlu diberi bantuan. Bantuan yang diberikan tidak bisa “satu untuk semua”, maksudnya di sini adalah harus sesuai dengan kebutuhan rakyatnya. Selama ini, pemerintah seolah-olah hanya memberikan sesuatu yang apa adanya dan belum sesuai dengan kebutuhan rakyatnya.

Pemerintah memberi santunan untuk para pegawai swasta dengan gaji di bawah 5 juta. Program ini merupakan cara untuk meningkatkan penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), sehingga mendorong daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang terstimulan ini diharapkan bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi. Lantas bagaimana dengan pekerja yang terkena PHK?

Bagi pekerja yang di-PHK diprioritaskan dalam Kartu Prakerja, namun Kartu Prakerja masih menuai pro dan kontra karena dianggap membebani keuangan negara. Selain itu materi pelatihan online Kartu Prakerja bisa saja didapat dari berbagai platform berbagi video, misalnya YouTube. Untuk itu, di tengah ancaman resesi dan ketidakpastian ekonomi saat ini, mengelola masalah keuangan merupakan hal yang penting termasuk bagi para pekerja bergaji 5 juta ke bawah. *

Annisa Luthfiandari

MahasiswI Poltekkes Kemenkes Yogyakarta