Yogyakarta sebagai Pusat Fashion Bukan Isapan Jempol Belaka

Yogyakarta sebagai Pusat Fashion Bukan Isapan Jempol Belaka

KORANBERNAS.ID, SLEMAN--Upaya pegiat UMKM, kriya dan desainer busana menjadikan Yogyakarta sebagai pusat fashion Indonesia bukan isapan jempol belaka. Ramainya individu-individu yang menggeluti industri kreatif di Yogyakarta selalu menciptakan hal baru yang dapat membuat daya tarik bagi wisatawan dan pembeli.

“Ekosistem di Yogyakarta ini tidak dimiliki kota lain, terlebih di Ibukota yang sehari-hari hidupnya serba cepat,” kata Tossa Santosa, konseptor sekaligus penasehat untuk Rumah Pentas saat ditemui dalam perhelatan Aira Fashion on the Spot di Jogja City Mall, Kamis (17/11/2022) malam.

“Kami membangun kedekatan buyer, konsumen dengan desainer-desainer. Dimana dengan fashion show di lantai seperti ini penonton dapat melihat detail baju. Konsep Aira Fashion on The Spot (AFoTS) tempat bertemu buyer dan desainer sehingga terjadi kompetisi bagus,” lanjutnya.

Aira Fashion on the Spot merupakan bagian dalam Pameran Seni Kriya 2022, dalam mewujudkan ini, PT Aira Mitra Media bekerja sama dengan Dinas Perindustrian DIY. Dalam perhelatan selama empat hari ini ada 48 desainer yang akan menggelar peragaan busana dalam Aira Fashion on The Spot.

Pada hari pertama ini ada perancang Ani Seto, Aveto by Fitria Ali, Cenik batik by Juve, Cicik Mulyatiningtyas, Farelia Rizky, House of Mayya by Sumayya Alamudy dan Kayu Manis Boutique by Belly Angling. Selain itu juga ada perancang LIPa mode by Linda Fatmawati, Maesa Ahmad by Sastri Chiom Ratu Collection by Ratu Siti, tako Studio dan Warisan Batik by Lia Eka.

“Kompetisinya semakin keras dan kita berusaha sebaik-baiknya memberikan pelayanan. Kami memanggil model-model se-Indonesia, tidak sekadar Yogyakarta, ada modelnya dari Jawa Tengah, Semarang, Magelang, Surabaya Solo, dan Jakarta. Jadi kalau dilihat, yang tampil ini wajah-wajah model internasional,” lanjutnya.

Pihaknya ingin agar setiap desainer bisa punya tanggung jawab terhadap profesi mereka untuk mempresentasikan karya. Dalam setahun itu minimal dua kali penyelenggaraan fashion show.

“Dengan begitu maka akan muncul tren-tren fashion di tanah air. Seperti halnya tren warna besok, apakah masih mengacu ke barat? Bisa jadi, tetapi apakah (tren warna di barat) itu cocok untuk masyarakat kita, belum tentu cocok kan?,” ujarnya.

Ani Seto misalnya, pada ajang fashion kali ia menampilkan busana-busana motif batik yang dipadukan dengan lukisan-lukisan etnik.

Seni batik yang digabungkan lukisan untuk kesekian kalinya ia ditampilkan. Dengan karya ini ia ingin menyampaikan pesan bahwa batik bisa dinamis. Tak hanya hanya terikat pada pakemnya, namun juga dapat berinovasi dan berkembang digabungkan dengan seni lain.

“Ini merupakan lukisan tangan dengan melalui berbagai tahapan. Dengan karya ini mengajak kawula muda untuk mencintai batik dan mengenalkan bahwa batik bisa dipadukan dengan karya seni lain yaitu lukis,” tutupnya.

Dalam perhelatan AFoTS ini tidak hanya menampilkan desainer-desainer ternama yang sudah dikenal di panggung-panggung busana dunia. Tapi juga memberikan ruang ekpresi yang sama bagi desainer pemula yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. (*)