Web Series Teras: Mengenang Malioboro yang Kian Berubah

Film ini menunjukkan bagaimana setiap masalah dapat diselesaikan dengan cara yang baik, bagaimana kita berbicara dengan yang lebih tua, serta bagaimana menghormati sesama

Web Series Teras: Mengenang Malioboro yang Kian Berubah
Bincang-bincang di sela gala premiere film Teras di Harper Hotel Yogyakarta. (muhammad zukhronnee ms/ koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Yogyakarta tak pernah kehabisan cara untuk mengabadikan sejarahnya. Kali ini, melalui film web series Teras, kisah tentang pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro yang direlokasi ke Teras Malioboro dikemas dalam bentuk narasi visual yang menyentuh. Film ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi dokumentasi penting perubahan wajah Malioboro, salah satu ikon wisata dan budaya Yogyakarta.

Menjaga Kenangan di Tengah Perubahan

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, mengungkapkan bahwa munculnya film Teras menjadi semacam penanda sejarah. Menurutnya, relokasi PKL dari sepanjang Jalan Malioboro adalah bagian dari upaya penataan kawasan, tetapi di sisi lain, banyak penanda sejarah yang hilang seiring perubahan tersebut.

Dulu ada sekitar 2.000 PKL yang berjualan di sepanjang Malioboro. Kini, setelah direlokasi ke Teras Malioboro, banyak hal yang berubah. Film ini penting karena bisa menjadi media untuk mengenang bagaimana Malioboro sebelumnya, ujarnya di sela gala premiere film Teras pada Rabu (19/3/2025) di Harper Hotel Yogyakarta.

Yetti menambahkan bahwa narasi dalam film ini menampilkan cerita para pedagang yang tak sekadar berjualan, tetapi juga telah menjadi bagian dari identitas Malioboro. Banyak dari mereka yang awalnya hanya PKL biasa, kini berkembang menjadi pengusaha yang lebih mandiri.

Selain itu, film ini juga menyoroti bagaimana masyarakat dapat mengenang Malioboro yang dulu, sekaligus memahami bahwa perubahan adalah bagian dari perjalanan kota. 

Malioboro yang kita lihat hari ini mungkin berbeda dari yang kemarin. Suatu hari nanti, mungkin akan berbeda lagi. Inilah pentingnya dokumentasi dalam bentuk film seperti ini," jelasnya.

Mengangkat Nilai Budaya Lewat Sinema

Siska Raharja, produser film Teras, menegaskan bahwa film ini tidak hanya berkisah tentang perubahan fisik Malioboro, tetapi juga mengandung pesan mendalam tentang nilai-nilai budaya yang harus tetap dijaga.

Sebagai orang Jawa, kita harus tetap memegang teguh nilai-nilai budaya kita. Film ini menunjukkan bagaimana setiap masalah dapat diselesaikan dengan cara yang baik, bagaimana kita berbicara dengan yang lebih tua, serta bagaimana menghormati sesama, ungkapnya.

Ia berharap film ini bisa menjadi media pembelajaran bagi generasi mendatang. Menurutnya, mungkin suatu hari nanti ada generasi yang tidak lagi melihat Malioboro dalam bentuknya yang sekarang, tetapi mereka masih bisa memahami sejarahnya melalui film ini.

Film ini bukan sekadar tontonan, tetapi juga dokumentasi berharga agar kenangan tentang Malioboro tidak hilang begitu saja, tambahnya.

Tayang Perdana 

Web series Teras akan tayang perdana di kanal YouTube Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta pada 20 Maret. Meskipun jam tayangnya masih dikonfirmasi, pihak produksi menargetkan episode pertama hingga kelima bisa ditayangkan secara berurutan mulai pukul 19.00 WIB.

Kami berharap banyak orang yang menonton film ini, terutama masyarakat Yogyakarta yang memiliki kenangan dengan Malioboro, ujar Siska.

Dengan hadirnya film ini, Malioboro tidak hanya menjadi tempat yang dikenal karena hiruk-pikuk wisata dan perdagangannya, tetapi juga sebagai ruang yang menyimpan banyak cerita dan sejarah yang tak boleh dilupakan. Lewat Teras, Yogyakarta kembali membuktikan bahwa budaya dan sejarahnya akan terus hidup, bahkan dalam bentuk sinema. (*)