Warga Lereng Merapi Didorong Kembangkan Pertanian dan Perkebunan

Warga Lereng Merapi Didorong Kembangkan Pertanian dan Perkebunan

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman mendorong masyarakat di lereng Gunung Merapi untuk mengembangkan sektor pertanian dan perkebunan. Keduanya sebagai alternatif penunjang ekonomi, selain dari sektor tambang dan pariwisata yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, peningkatan produksi pertanian di Kabupaten Sleman sepanjang tahun 2021 tidak mencapai satu persen. Rendahnya pertumbuhan produksi pertanian ini disebabkan berbagai faktor. Salah satunya menyangkut persoalan alih fungsi lahan.

"Pada tahun ini kita akan menyasar produksi pertanian. Masyarakat sudah diedukasi tentang cara pemanfaatan lahan secara maksimal agar bisa ditanami," kata Danang Maharsa, Wakil Bupati Sleman, Selasa (11/1/2022).

Danang mencontohkan, lahan di kawasan lereng Merapi yang dulunya identik dengan tanaman keras, kini mulai dialihkan ke jenis hortikultura. Dari aspek ekonomi pun keuntungannya tidak kalah menggiurkan.

Strategi lain adalah melahirkan petani milenial. Apalagi saat ini, warga yang menggeluti pertanian kebanyakan sudah berusia lanjut.

"Sekarang ini mayoritas petani usianya sudah di atas 50 tahun. Supaya ada regenerasi, kaum muda diajak minimal senang dengan aktivitas pertanian terlebih dulu, bisa di kebun atau pekarangan," kata Danang.

Terkait program petani milenial, Pemkab Sleman telah menggagas kerja sama dengan beberapa universitas yang memiliki jurusan pertanian. Mahasiswa diminta turun langsung ke lapangan mempraktikkan teori yang telah dipelajari.

"Melalui kerja sama dengan kampus-kampus ini bisa mendorong generasi muda untuk menekuni pertanian. Kalau tidak dipaksa, kadang mahasiswa juga enggan turun," kata Danang.

Berbagai cara itu diharapkan dapat menumbuhkan lagi angka produksi yang tengah lesu. Terlebih Sleman adalah salah satu daerah penghasil pangan di DIY. Produk yang dihasilkan setidaknya mampu mencukupi kebutuhan warganya sendiri.

Pertumbuhan yang rendah ini berimbas pada merosotnya volume produksi. Plt Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Suparmono, mengungkapkan beberapa tahun belakangan produksi beras terus menurun.

Terakhir, angka surplus hanya pada kisaran 70 ribu ton padahal sebelumnya bisa sampai 100 ribu ton.

Selain alih fungsi lahan, kondisi cuaca ekstrem yang tidak menentu juga mengakibatkan produksi tidak bisa meningkat signifikan.

"Sejak akhir tahun lalu, kita kampanyekan gerakan stop boros pangan. Jadi pemenuhan kebutuhan pangan tidak hanya dari sisi produksi," kata Suparmono. (*)