Tim PSLH UGM Kaji Kualitas Air Sungai Mentaya Kotawaringin Timur
Sungai Mentaya memiliki panjang lebih kurang 400 kilometer. Luas DAS Mentaya mencapai lebih kurang 1.600 hektar.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sungai Mentaya di Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah (Kalteng) saat ini mengalami penurunan kuantitas dan kualitas air secara signifikan akibat berbagai aktivitas manusia.
Sebagai bentuk kegiatan tri dharma perguruan tinggi sekaligus komitmen mewujudkan cita-cita Sustainable Development Goals (SDG’s) ke-6 yaitu Akses Air Bersih dan Sanitasi dan ke-17 yaitu Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, tim Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (PSLH UGM), turun ke lokasi untuk melihat langsung, mencatat, mempelajari, menganalisa dan mencari jalan keluarnya atas persoalan lingkungan yang terjadi di kabupaten itu.
Selama beberapa bulan menjadi fasilitator, tim peneliti yang antara lain terdiri Galih Dwi Jayanto M Sc, Denny Setyawan S Si, Putri Ayu Isnaini S Si, dan Sarah Qoni Anggrahini S Si bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur mengkaji alokasi beban pencemar Sungai Mentaya terutama pada segmen tengah sampai hilir.
Galih Dwi Jayanto di kantornya pekan lalu menyampaikan aktivitas perkebunan kelapa sawit, industri dan kegiatan domestik yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mentaya berkontribusi besar terhadap pencemaran air.
Tim PSLH UGM mengambil sampel air Sungai Mentaya. (dok. PSLH UGM)
“Penurunan kualitas air ini berdampak langsung terhadap lingkungan sekitar, terutama pada segmen tengah hingga hilir sungai yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari,” kata Galih.
Menurut dia, kajian ini dilakukan untuk menentukan alokasi beban pencemaran air yang optimal guna menjaga kualitas air sungai terbesar di Kotawaringin Timur yang membentang dari utara ke selatan itu, agar sesuai dengan peruntukan, peran dan fungsinya sebagai penyedia sumber daya air.
Adapun metode penelitian melalui pemanfaatan Water Quality Analysis Simulation Program (WASP) untuk menentukan model dan menganalisis beban pencemar yang masuk Sungai Mentaya.
“Melalui pemodelan ini diperoleh informasi mengenai jenis, lokasi dan distribusi sumber pencemar yang berasal dari sektor-sektor domestik, pertanian, perkebunan dan industri di DAS Mentaya,” ungkapnya.
Dari atas perahu, tim PSLH UGM mengumpulkan data untuk mengetahui kualitas air Sungai Mentaya. (dok. PSLH UGM)
Sungai Mentaya memiliki panjang lebih kurang 400 kilometer. Sedangkan luas DAS Mentaya mencapai lebih kurang 1.600 hektar.
Menurut dia, penentuan Daya Tampung Beban Pencemar (DTBP) sungai menjadi acuan dalam menetapkan batas pencemaran yang masih dapat diterima oleh sungai tanpa mengurangi kualitas airnya secara signifikan.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa beban pencemaran terbesar berasal dari sektor domestik, diikuti sektor pertanian, perkebunan dan industri. “Perlu dilakukan upaya penilaian dan pengendalian pencemaran air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan peruntukannya,” katanya.
Dia menyebutkan, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Baamang merupakan wilayah Kotawaringin Timur yang memerlukan penanganan lebih banyak. Ini karena kontribusi beban pencemaran dari sektor domestik dan pertanian di daerah tersebut sangat signifikan.
Pengambilan sampel air Sungai Mentaya pada titik pinggiran sungai. (dok. PSLH UGM)
Diketahui, pada beberapa segmen sungai beban pencemarannya telah melampaui daya tampung sehingga diperlukan upaya pengurangan. PSLH UGM merekomendasikan untuk menyusun langkah-langkah pengelolaan lingkungan berbasis sektoral, seperti pengelolaan limbah domestik dan industri yang lebih baik serta penerapan teknik pertanian ramah lingkungan.
“Penurunan beban pencemaran ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan ekosistem Sungai Mentaya dan memperbaiki kualitas air pada masa mendatang,” tandasnya.
Denny Setyawan menambahkan pihaknya melakukan pengukuran alokasi beban pencemar di Sungai Mentaya tengah - hilir ditinjau dari berbagai aspek.
Sebut saja di antaranya kondisi geologi dan geomorfologi, kondisi kependudukan, kondisi hidrologi dan klimatologi, pemanfaatan atau penggunaan sungai, segmentasi sungai serta faktor-faktor yang menentukan daya tampung beban pencemar.
Tim PSLH UGM menganalisa beban pencemar Sungai Mentaya. (dok. PSLH UGM)
Diketahui, Kotawaringin Timur merupakan kabupaten dengan luas lahan perkebunan sawit terbesar di Indonesia. Wilayah hulu DAS Mentaya selain berfungsi sebagai ekosistem juga penyuplai air bagi berbagai kegiatan seperti industri, perikanan, pertanian maupun kegiatan domestik.
Dia menyampaikan, tujuan dari kajian alokasi beban pencemar Sungai Mentaya Segmen Tengah - Hilir di antaranya untuk memperoleh informasi jumlah, lokasi dan jenis sumber pencemar pada setiap Sub DAS dan wilayah administrasi di Sungai Mentaya.
Kemudian, mendapatkan besarnya jumlah dan kontribusi beban pencemaran air berdasarkan sumber pencemar (sektoral) di setiap Sub DAS dan wilayah administrasi di DAS Mentaya sekaligus mendapatkan jumlah beban pencemar eksisting yang masuk ke Sungai Mentaya.
Selain itu, juga untuk memperoleh peta lokasi sumber pencemar dan distribusi beban pencemar menurut Sub DAS dan wilayah administrasi di Sungai Mentaya maupun mendapatkan landasan ilmiah klasifikasi peruntukan Sungai Mentaya.
Pengambilan sampel air di tengah aliran Sungai Mentaya. (dok. PSLH UGM)
“Untuk mengetahui seberapa besar beban pencemaran air di Sungai Mentaya sekaligus menggali data-data primer terutama data hidrologis dan morfometri sungai, tim PSLH UGM melakukan pengukuran lapangan dan mengambil sampel dilanjutkan uji di laboratorium,” kata Putri Ayu Isnaini.
Merujuk data-data tersebut diketahui kondisi sungai yang menerima beban pencemar COD (Chemical Oxygen Demand) paling banyak dari sektor domestik dan industri cenderung mengalami penurunan kualitas air secara signifikan.
Beban COD yang tinggi menunjukkan air tercemar oleh bahan organik -- membutuhkan oksigen untuk diuraikan -- sehingga mengurangi ketersediaan oksigen bagi makhluk hidup di dalam air.
Aktivitas domestik seperti pembuangan limbah rumah tangga tanpa pengolahan yang memadai, serta praktik pertanian yang menggunakan pupuk dan pestisida secara berlebihan juga berkontribusi besar terhadap peningkatan beban pencemaran COD.
Ekosistem perairan
“Ini sering menyebabkan masalah seperti eutrofikasi, kematian ikan dan gangguan pada ekosistem perairan,” ungkap Sarah Qoni Anggrahini seraya menambahkan sumber pencemar utama Sungai Mentaya Segmen Tengah-Hilir adalah domestik pertanian, peternakan, rumah sakit, hotel dan perkebunan.
Untuk menurunkan beban pencemaran Sungai Mentaya, PSLH UGM juga merekomendasikan perlu dilakukan kontrol dengan pendekatan teknis dan kebijakan yang dapat diaplikasikan secara langsung maupun tidak langsung.
Di antaranya melalui pengurangan penggunaan pestisida dan herbisida, konservasi dan daur ulang air limbah, pengelolaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik secara komunal, penggunaan produk deterjen rendah fosfor maupun mengurangi erosi tanah dengan menggunakan konservasi dan manajemen pertanian ramah lingkungan. (*)