DPRD Jateng Menilai Perlu Penguatan Pendidikan Karakter pada Usia Sekolah
Anggota DPRD Jateng, Ida Nurul Farida, menyatakan masih lemahnya tingkat pendidikan terkecil yakni keluarga.
KORANBERNAS.ID, SEMARANG -- DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menilai pendidikan karakter saat ini penting untuk ditingkatkan. Hal itu mengingat maraknya kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak usia sekolah.
Anggota DPRD Jateng, Ida Nurul Farida, menyatakan hal tersebut dalam diskusi bertema Penguatan Karakter Anak Bangsa, Selasa (8/10/2024). Narasumber lainnya, Sunarto selaku Kabid Pembinaan Diksus Disdikbud Provinsi Jateng dan Lilik Sriyanti sebagai Dosen UIN Salatiga.
Menurut Ida, upaya peningkatan pendidikan karakter untuk anak-anak harus dilakukan dan hal tersebut dapat dimulai dari keluarga.
“Persoalan yang terjadi selama ini karena masih lemahnya tingkat pendidikan terkecil yakni keluarga. Jika pendidikan dalam keluarga itu diperkuat, maka kasus-kasus yang terjadi di luar dapat ditekan,” katanya.
Suasana diskusi bertema ‘Penguatan Karakter Anak Bangsa'. (istimewa/Dokumentasi Humas DPRD Jateng)
Senada dengan hal tersebut, Sunarto mengatakan beberapa kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak usia sekolah itu terjadi akibat lingkungan sekitar, salah satunya media digital atau media sosial (medsos).
Hal itu sangat dimungkinkan karena saat ini era digital sangat melekat di masyarakat sehingga mampu mempengaruhi semua elemen, termasuk anak-anak.
“Memang untuk menekan kondisi tersebut sangat diperlukan pendidikan karakter. Hal itu sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 yang merupakan peraturan yang mengatur tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di satuan pendidikan formal,” jelasnya.
Dalam Kurikulum Merdeka, anak-anak dituntut mengembangkan pemikiran kreatifnya. Dengan begitu, mereka lebih fokus dalam pembelajaran yang mengembangkan pemikiran kreatif dan inovatif sekaligus mampu menerapkan prinsip Pancasila di tengah masyarakat.
Lingkungan terdekat
Persoalan kasus itu diakui datang dari lingkungan terdekat yakni keluarga. Jika keluarganya kurang edukatif, maka si anak pun mudah terlibat dalam kasus. Lingkungan lainnya adalah dunia digital seperti game.
“Jika si anak kerap bermain game kekerasan, hal itu pun mampu mempengaruhi pola pikir anak untuk meniru game yang sering dimainkan tersebut. Untuk itu, kami (Disdikbud) mengajak semua elemen agar bersama-sama mampu menumbuhkan dan meningkatkan pendidikan karakternya,” tambahnya.
Sementara, Lilik Sriyanti mengatakan pengembangan kegiatan-kegiatan aktual bagi siswa perlu pendampingan khusus. Sehingga, implementasi pendidikan karakter dalam Kurikulum Merdeka dapat lebih ‘nyata’ di masyarakat.
“Diakui, Kurikulum Merdeka tidak bisa langsung menghentikan semua kekerasan yang melibatkan anak-anak. Dibutuhkan proses, waktu, dan kerja sama dengan semua pihak untuk mengatasi persoalan tersebut,” ujar Lilik. (adv/anf)