Tim Advokasi Temukan Fakta, Daffa bukan Korban Penganiayaan

Tim Advokasi Temukan Fakta, Daffa bukan Korban Penganiayaan

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Di tengah perjuangan mencari keadilan hukum, tim independen pencari fakta bentukan Tim Advokasi Korban Salah Tangkap dan Rekayasa Kasus Klitih Gedongkuning, mendapatkan fakta baru bahwa almarhum Daffa Adzin Albasith bukanlah korban penganiayaan. Daffa, bersama saksi Muhammad Daffa Saputera adalah korban kecelakaan tunggal.

Dalam rilis yang dikirimkan, penasihat hukum keluarga terdakwa FAS, Taufiqurrahman SH, mengatakan pihaknya membentuk tim independen, dengan mencari dan mengumpulkan bukti-bukti baru atas kasus klithih di Gedong Kuning ini. Tim Independen telah menginvestigasi kasus ini dan menemukan beberapa fakta.

“Hasil temuan tim, bahwa Adzin Albasith adalah korban kecelakaan tunggal pada saat ia bersama rekannya yakni Muhammad Daffa Saputera berboncengan motor dan balapan dengan rekan-rekannya yang lain. Pada saat tersebut sepeda motor korban terjatuh 50 meter sebelum TKP, dan korban terseret hingga ke TKP. Dalam hal ini kami menyakini, bahwa pada tanggal 3 April 2022 di Gedongkuning, tepatnya di depan Toko Oleh-oleh Jogkem telah terjadi dua peristiwa hukum. Yakni peristiwa kecelakan tunggal yang mengakibatkan tewasnya korban Daffa Adzin Albasith. Dan peristiwa kedua perkelahian antara dua kelompok yang tidak diketahui siapa korban dan pelakunya. Dalam hal ini Tim Independen Pencari Fakta sudah dapat mengindentifikasi kedua kelompok ini dan sedang memburu mereka,” kata Taufiq, Jumat (27/1/2023).

Dengan temuan fakta baru, Taufiq menegaskan hal ini menguatkan fakta-fakta dan saksi yang sebelumnya disampaikan di peradilan, baik di tingkat Pengadilan Negeri maupun di tingkat banding Pengadilan Tinggi Yogyakarta.

Pihaknya juga kembali menegaskan, kliennya adalah korban salah tangkap, terkait kasus klithih di Gedongkuning ini. Bahkan, Taufiq lantang menyebut, penangkapan terhadap kliennya adalah korban rekayasa yang dilakukan oleh oknum aparat.

“Proses peradilan yang berlangsung penuh keganjilan. Menurut kami ini adalah peradilan sesat. Maka kami dari Tim Advokasi Korban Salah Tangkap dan Rekayasa Kasus Klitih Gedongkuning secara tegas menolak putusan banding dan mengajukan upaya hukum selanjutnya yaitu Kasasi ke Mahakamah Agung RI. Harapannya, dalam proses kasasi majelis hakim tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI akan lebih jeli dan kritis untuk melihat kasus ini dengan mata dan hatinya,” kata Taufiq lebih lanjut.

Taufiq menegaskan, berbagai upaya yang dilakukan untuk menempuh jalan perjuangan ini, adalah demi mencari keadilan. Kelima anak-anak terdakwa dan orang tua yang dengan semangat dan yakin terus berupaya mencari keadilan. Pencarian yang tak kenal lelah ini, menjadi harapan bagi masyarakat yang lainnya yang juga mengalami hal yang sama sebagai korban salah (asal) tangkap, rekayasa kasus dan peradilan sesat.

“Harapan kami, pada masa mendatang tidak lagi terulang kembali kasus seperti ini. Dan masyarakat mendapatkan kepastian hukum dengan penegakan hukum yang sebenarnya. Tentu saja ini adalah jalan panjang dalam rangka membenahi praktik penegakan hukum oleh institusi penegak hukum itu sendiri. Dan tentu saja diperlukan keaktifan dan keberanian masyarakat di dalam mengkritik dan melawan segala bentuk kebohongan dan rekayasa kasus oleh aparat penegak hukum,” tegasnya.

Terkait dengan persidangan sebelumnya, Taufiq mengakui banyak keganjilan yang terjadi. Dakwaan yang dikenakan kepada FAS, adalah menyerang korban dengan senjata gir yang diikat di ujung sabuk silat berwarna kuning.

Hasil visum et repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit TNI AU Hardjolukito No. VER/37/IV/2022 tertanggal 05 April 2022 yang ditandatangani oleh dr Sabillal Saleh, disebutkan pada korban ditemukan luka terbuka di belakang kepala, ukuran 6 cm, dasar selaput tulang, lokasi 2 cm dari sumbu tengah tubuh, pendarahan aktif yang diakibatkan oleh benturan/hantaman benda tumpul dengan energi tinggi.

Dr Sabillal Saleh menerangkan luka pada bagian belakang kepala tersebut berbentuk berbentuk bulat, seperti mangkok, dengan cekungan ke dalam sedalam 5 cm dan dengan diameter 6 cm.

“Tentu berdasarkan fakta materiil tidaklah mungkin kekerasan tersebut ditimbulkan oleh benturan/hantaman gir yang diayunkan menggunakan sabuk silat berwarna kuning dengan energi. Dan masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan,” kata Taufiq lagi.

Melihat keganjilan-keganjilan ini, Taufiq bersama Tim Advokasi Korban Salah Tangkap dan Rekayasa Kasus Klithih Gedongkuning menyatakan sikap dan menuntut, para terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melakukan perbuatan pengeroyokan yang menyebabkan kematian korban.

Sebaliknya para terdakwa adalah korban salah tangkap dan rekayasa kasus. Untuk itu, ia mendesak agar aparat kepolisian segera menangkap pelaku klithih di Gedongkuning yang sebenarnya. Tim juga meminta majelis hakim tingkat kasasi bisa obyektif dalam memeriksa kasus ini, dengan mempertimbangkan fakta di persidangan yang kuat, bahwa para terdakwa tidak melakukan seperti apa yang didakwakan oleh JPU.

“Kami juga mendesak para terdawak dibebaskan tanpa syarat. Kemudian kepada mereka harus dilakukan pemulihan nama baik, sesuai dengan harkat dan martabat yang melekat pada dirinya seperti sedia kala,” pintanya. (*)