Tiga Komposer Muda Siap Menggebrak Panggung TBY

Gelar Karawitan Ndang Tak Gong 2024 menjadi bukti karawitan menjadi seni pertunjukan mandiri

Tiga Komposer Muda Siap Menggebrak Panggung TBY
Konferensi pers persiapan Gelar Karawitan bertajuk Ndang Tak Gong, Selasa (5/3/2024), di TBY. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Tiga orang komposer muda siap menggebrak panggung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Kamis (7/3/2024) malam mulai pukul 19:00, pada event Gelar Karawitan bertajuk Ndang Tak Gong.

Mereka adalah Sabatinus Prakasa (Prawiratama), Wahyu Agung (Kemlanthing), Ponang Mardugandang (Nyi Ageng), masing-masing berasal dari Bantul, Kulonprogo dan Sleman.

Kepala TBY, Purwiati, saat konferensi pers Selasa (5/3/2024) di kantornya, menjelaskan penampilan tiga talenta muda berbakat dari DIY tersebut sekaligus sebagai bukti karawitan mampu eksis sebagai seni pertunjukan yang mandiri, bukan sebatas sebagai pengiring atau menempel pada seni pertunjukan lainnya.

“Kami memberi apresiasi kepada komposer-komposer muda di DIY untuk memanfaatkan ruang ekspresi di TBY. Ini menjadi penanda bagi pengembangan kebudayaan, jadi tidak hanya pelestarian saja, sehingga anak cucu kita kelak bisa bercerita,” ungkapnya.

Menurut Purwiati, Taman Budaya Yogyakarta sebagai jendela Yogyakarta menuju pusat budaya terkemuka di tingkat nasional dan internasional memberikan ruang kreatif bagi seniman dan budayawan untuk mempresentasikan karya kreatif dan pemikiran mereka.

ARTIKEL LAINNYA: Kisah Secogendero Sang Prajurit Majapahit yang Menetap di Jodog Bantul

“Taman Budaya Yogyakarta sebagai pusat laboratorium yang selalu melakukan pengembangan dan pengolahan seni, dokumentasi dan informasi seni budaya merespons potensi seniman muda bidang seni karawitan melalui kegiatan tahunan dalam format Gelar Karawitan,” kata dia.

Dia menjelaskan, artikulasi bunyi kendang dan gong dipilih sebagai representasi spirit Gelar Karawitan tahunan yang diseleggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta.

Kasi Penyajian Dan Pengembangan Seni Budaya TBY, Padmono Anggoro Prasetyo, menambahkan event kali ini mengusung filosofi Ndang, segera, Tak Gong, tak antebi, tak niati, tak legani, ku selesaikan kewajibanku sebagai pewaris seni karawitan Yogyakarta untuk semangat bergerak, berkarya dan berinovasi untuk memajukan seni budaya.

Dijelaskan, secara simbolis Ndang Tak Gong merupakan aksi responsif komposer muda karawitan yang berpacu dengan pesatnya perkembangan zaman melalui karya seni pertunjukan karawitan yang kreatif dan inovatif.

Äwalnya, TBY merasa resah karena selama ini karawitan jarang berdiri sendiri. "Ruang dan aktivitas karawitan nempel pada seni lain seperti ketoptak, tari, pedhalangan,” tambahnya.

ARTIKEL LAINNYA: Paduan Suara UMY Konser di Taman Budaya Yogyakarta

Sebagaimana penyelenggaraan sebelumnya, Ndang Tak Gong tahun ini mengusung tiga komposer muda dari Yogyakarta. Mereka terpilih berdasarkan hasil kurasi yang telah dilaksanakan oleh Taman Budaya Yogyakarta bersama tim penyusun materi Gelar Karawitan Ndang Tak Gong tahun 2024 yaitu  Anon Suneko S Sn M Sn, Dr Raharjo S Sn MM dan Warsana S Sn M Sn.

Padmono menyampaikan, dengan mengkurasi komposer karawitan maka dipilih tiga komposer muda, dengan mengedepankan perbedaan dan keindahan dari masing-masing karya cipta yang digubah ke dalam bentuk sajian karawitan.

Tiga warna dan karakter berbeda yang mewakili identitas dan latar belakangnya tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran betapa luas dan banyaknya alternatif pengembangan seni karawitan.

Karya dari tiga komposer tersebut adalah konsep pergelaran yang mengetengahkan format seni pertunjukan bertujuan untuk merelevankan seni karawitan dengan konsumen (audien) masa kini serta tren kekuatan aspek visual yang kian vital presentasi estetis karya-karya musik kekinian.

Hal ini merujuk pada kesadaran akan pentingnya perluasan publikasi karya-karya baru karawitan yang harus mengakomodir kemajemukan latar belakang, motivasi dan orientasi penikmat karya seni karawitan.

ARTIKEL LAINNYA: Mario Zwinkle Membuat Video Klip Kolosal

Raharjo dan Warsana menyampaikan apresiasi kepada TBY yang telah memberikan ruang kepada komposer muda untuk tampil. Konsep pelestarian karawitan perlu sejalan dengan pengembangan supaya kebudayaan terus bergulir.

“Bukan karena tahun politik, tetapi kebetulan saja ketiganya berbeda pilihan konsep pertunjukan. Berbeda adalah pilihan dan keragaman adalah pasti,” kata Warsana.

Raharjo menambahkan, tiga komposer itu memiliki taste dan konsep yang berbeda. “Misi kita tahun ini bukan hanya pergelaran gamelan tetapi mewisuda ketiganya. Ini Pertaruhan bagi mereka bertiga untuk menelurkan gagasan komposer muda,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu, Sabatinus Prakasa, Wahyu Agung maupun Ponang Mardugandang menyatakan siap memberikan sajian kompisisi karawitan yang terbaik untuk publik. Durasi masing-masing karya sekitar 20-an menit, diakhiri dengan kolaborasi bersama. Pergelaran tersebut gratis dan terbuka untuk umum. (*)