Kisah Secogendero Sang Prajurit Majapahit yang Menetap di Jodog Bantul

Siapa nama asli Secogendero hingga saat ini kami belum tahu.

Kisah Secogendero Sang Prajurit Majapahit yang Menetap di Jodog Bantul
Warga Jodog Gilangharjo Pandak Bantul kenduri di makam Mbah Secogendero. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Ratusan warga Dusun Jodog Kalurahan Gilangharjo Pandak Bantul melaksanakan kenduri, Minggu (3/3/2024). Ini adalah kenduri sadranan yang dilaksanakan bulan Ruwah berdasar kalender Jawa dalam rangka berdoa menyambut datangnya bulan suci Ramadan 1445 Hijriah.

Beragam hidangan tersaji mulai dari matengan berupa nasi, sayur dan ayam dalam wadah besek bambu hingga apem maupun kolak singkong. Ada pula yang membawa mentahan berwujud beras dalam bungkus plastik, gula pasir, teh, minyak, kecap dan kebutuhan dapur.

Setiap rumah membawa dua slametan ke makam leluhur mereka yakni Mbah Secogendero yang lokasinya berada di tengah permukiman warga Jodog.

Bagi warga yang tidak bisa ikut setor slametan untuk kendurian, mereka bisa menyerahkan uang atau disebut buwuh yang besarannya sukarela dan masuk kas panitia pengurus makam. Setelah membayar buwuh warga akan mendapat jatah kenduri yang diantar ke rumahnya.

"Besaran buwuh ini tidak ada ketentuan, jadi sukarela saja. Biasanya warga membayar buwuh karena berbagai kesibukan misal sedang tidak berada di rumah atau ada keperluan keluarga maupun  pekerjaan sehingga tidak bisa mengikuti kendurian," kata M Zainul Zain S Ag, Wakil Ketua Sadranan Padukuhan Jodog, kepada koranbernas.id di lokasi.

Makam Mbah Secogendero. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

Uang buwuh digunakan untuk keperluan perawatan makam.

Ketua Pengurus Makam, Slamet Budi Waluyo, menjelaskan Mbah Secogendero berdasar cerita turun temurun merupakan Prajurit Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan Jawa Timur.

Saat kerajaan runtuh pada abad ke-15 hingga ke-16 prajurit berlarian menyelamatkan diri ke berbagai wilayah. Salah seorang di antaranya Mbah Seco yang saat itu dalam pelariannya membawa bendera atau dalam bahasa Jawa gendera yang sangat mungkin panji kerajaan.

Dalam pelariannya, Mbah Seco menemukan wilayah Jodog kemudian melakukan babat alas dan menetap di tempat ini.

"Demikian cikal bakal Pedukuhan Jodog. Kini makam Mbah Seco kami rawat dan sekitarnya juga sudah banyak makam warga Jodog," katanya.

Nasi kenduri sadranan Padukuhan Jodog Bantul. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

Dalam catatan sejarah, Majapahit mengalami keruntuhan sejak adanya konflik internal dimulai tahun 1389 Masehi.

Setelah wafatnya Hayam Wuruk, terjadi perebutan tahta antara putri mahkota Kusumawardhani yang menikahi sepupunya sendiri yaitu pangeran Wikramawardhana dan putra dari selirnya, Wirabhumi.

Perang Regreg yang dimenangkan oleh Wikramawardhana melemahkan Kerajaan Majapahit pada daerah kekuasaannya terutama di luar Jawa.

Pada abad ke-16 kerajaan Majapahit mendapat serangan dari  kerajaan Demak. Pada masa itu, Raden Patah melakukan penyerangan ke Majapahit di mana Raja Brawijaya V bertahta.

"Siapa nama asli Mbah Secogendero hingga saat ini kami belum tahu. Upaya kami mencari sumber referensi hingga kini belum membuahkan hasil. Mbah Seco ini hingga akhir hayatnya tinggal di Jodog dan dimakamkan di sini," kata Zainul. (*)